Mendidik Generasi Alpha
Font: Ukuran: - +
Penulis : Nelliani
DIALEKSIS.COM | Opini - Sahabat Rasulullah SAW, Sayyidina Ali Bin Abi Thalib ra pernah berpesan, "Ajarilah anak-anakmu sesuai zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedang kalian diciptakan untuk zaman kalian”. Nasehat itu sebagai pedoman kita agar senantiasa bisa membaca perkembangan zaman, terutama dalam proses mendidik generasi saat ini.
Generasi saat ini adalah generasi digital. Di era ini, anak-anak yang mahir memainkan gawai adalah biasa. Mereka akrab dan terampil menggunakan ponsel pintar melebihi orang dewasa. Jari-jemari mungil itu dengan lincah menari-nari di atas layar sentuh HP dan piawai memainkan tombol-tombol yang diinginkan.
Bagi anak-anak ini interaksi di ranah virtual lebih menarik ketimbang bersosialisasi di dunia nyata. Hari-hari terasa menyenangkan bila bisa bermain game, chatting, browsing atau menonton konten-konten digital. Maka tak mengherankan sebagian besar waktunya dihabiskan di depan layar gadget dari pada melakukan aktivitas fisik yang menguras keringat.
Fenomena itu sering kita saksikan dimana-mana. Ketika santai bersama keluarga, di meja makan atau pusat perbelanjaan. Mereka pasif terhadap lingkungan sekitar, tetapi sangat sibuk dengan gadget dalam genggaman.
Di sisi lain sebagian orang tua “menjerit” menghadapi tingkah mereka. Pihak sekolah banyak menerima keluhan orang tua bahwa anaknya terus-terusan bermain game hingga lupa kewajiban lain. Tidak sedikit yang meminta bantuan psikolog karena ketergantungan gadget. Itulah tantangan zaman ini, mendidik generasi yang terlahir di saat perkembangan tekonologi berkembang pesat.
Generasi Alpha
Menurut teori pembagian generasi, setidaknya ada 5 generasi berbeda dalam rentang 100 tahun ini. Sebelumnya kita mengenal generasi Baby Boomers (lahir sebelum tahun 1960), generasi X (1961-1980), gen Y atau generasi millenial (1981-1994), generasi Z (1995-2010) dan generasi Alpha. Lalu, siapakah generasi alpha?. Mengapa generasi ini disebut lebih terdidik dibandingkan generasi sebelumnya?. Bagaimana mendidik mereka sehingga menjadi generasi unggul di masa depan?
Generasi Alpha/alfa/gen A adalah anak-anak yang terlahir diantara tahun 2011-2025. Penamaan generasi ini dipopulerkan oleh seorang peneliti generasi Mark McCrindle, dengan mengambil huruf pertama dari Alfabet Yunani yaitu Alpha. Merujuk rentang tahun kelahiran, usia tertua gen alpha sekitaran 13 tahun saat ini. Artinya, banyak diantara mereka telah memasuki sekolah formal pada tahapan TK, sekolah dasar dan jenjang menengah.
Anak-anak generasi ini paling melek teknologi. Mereka hidup berdampingan dengan teknologi sejak dilahirkan. Mereka berinteraksi dengan teknologi Artificial Intellegence (kecerdasan buatan) serta akrab dengan aneka platform multimedia seperti Instagram, Youtube, TikTok atau lainnya.
Memiliki keterhubungan yang tinggi dengan teknologi mempengaruhi perilakunya. Kebanyakan gaya hidup generasi alpha mengikuti tokoh idola dari berbagai platform digital yang diikuti. Bagi mereka, permainan yang bisa dimainkan di ponsel pintar lebih menarik ketimbang permainan konvensional di luar ruangan.
Kecepatan anak-anak alpha mengoperasikan perangkat teknologi sangat luar biasa. Mereka bisa mempelajarinya tanpa perlu diajari. Menjadikan media sosial dan internet sebagai sarana komunikasi sekaligus sumber belajar. Bagi gen alpha, guru dan buku bukan lagi satu-satunya sumber belajar, mereka dapat memperoleh pengetahuan secara luas dengan berselancar tanpa batas.
Karakteristik
Ahmad Hidayat dalam buku Pendidikan Generasi Alpha: Tantangan Masa Depan Guru Indonesia (2021), menulis beberapa karakteristik gen A sebagai pertimbangan dalam mendidik antara lain, generasi ini paling mengerti teknologi. Sebagai anak dari generasi milenial, orang tua sudah memperkenalkan teknologi sebelum mereka remaja. Ponsel mereka akan sangat canggih ketika menjadi remaja. Koneksi kuat dengan berbagai perangkat digital membuat generasi ini lebih menguasai teknologi daripada orang tuanya.
Anak gen alpha memiliki karakter terus berubah dan berkembang. Pola pikir mereka berubah dengan cepat, membuatnya sangat sulit ditebak. Mereka adalah generasi yang sangat kreatif dan cepat sekali menguasai sesuatu khususnya yang berkaitan dengan teknologi.
Generasi alpha lebih memilih jejaring media sosial untuk menjalin interaksi dengan teman dan komunitasnya. Mereka menghabiskan sedikit waktu bersosialisasi secara tatap muka. Hal ini menimbulkan kekhawatiran, anak akan merasa kesepian meskipun ia begitu terhubung, sulit berkomunikasi serta rentan terhadap kejahatan siber.
Anak-anak generasi alpha menyukai kebebasan. Mereka ingin diberikan ruang agar bebas berpendapat, berkreasi, atau mengeksplore rasa ingin tahunya. Energi mencari tahu sulit dibendung karena dunia digital telah menghubungkan mereka dengan pandangan dan sumber informasi yang tak terbatas. Hal itu pula yang membuat anak-anak ini cenderung tidak menyukai pelajaran bersifat hafalan, mereka lebih menggemari segala hal yang berupa eksplorasi.
Terkait gaya belajar, anak generasi alpha menyukai pembelajaran kreatif dan menarik. Mereka akan mudah bosan dengan model pembelajaran kuno yang pasif yang menempatkan siswa sebagai objek. Untuk itu guru perlu beradaptasi, mampu menciptakan media belajar menarik dengan memanfaatkan ragam aplikasi digital. Kemampuan guru menghadirkan pembelajaran kreatif akan meningkatkan minat mereka terhadap materi yang dipelajari.
Mirisnya, riset menunjukkan tumbuh di dunia yang sangat terhubung menghadapkan generasi ini pada resiko kesehatan mental. Cyber bullying yang makin marak, kejahatan digital yang mengintai siapa saja, konten-konten pornografi yang mudah diakses memicu gangguan emosional dan psikologis. Selain itu, media sosial membuat anak-anak alpha sibuk membandingkan dirinya dengan persona sempurna yang ditampilkan dunia maya. Akibatnya, anak menjadi mudah cemas, tidak percaya diri, stress bahkan depresi. Tidak sedikit yang terlibat tawuran, bullying, pelecehan seksual dan perilaku menyimpang lainnya.
Zaman berubah, tantangan pun berbeda. Dalam mendidik generasi digital, orang tua dan guru perlu menyesuaikan dengan kondisi saat ini. Sudah tidak relevan lagi memaksakan pola pengasuhan dan pendidikan tempo dulu kepada generasi zaman sekarang.
Merujuk dari berbagai sumber, faktor utama yang harus diperhatikan adalah kemauan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Memiliki pengetahuan akan teknologi sehingga dapat mengedukasi anak sisi positif negatifnya. Memahami keamanan digital supaya dapat melindungi anak dari kejahatan dunia maya. Demikian juga guru, semakin update teknologi, akan semakin mudah memahami gaya belajar peserta didik.
Selanjutnya, orang tua perlu menerapkan aturan penggunaan gadget. Berapa lama boleh digunakan, untuk apa saja dan hal apa yang boleh diakses. Penting juga mengawasi dan mendampingi anak berselancar dengan menjadi teman yang menyenangkan bagi mereka.
Interaksi generasi alpha dominan dilakukan di ranah digital. Untuk itu, guru dan orang tua penting mengajarkan kasih sayang, empati, saling menghargai dan berbagai karakter positif untuk mengasah kecerdasan emosional mereka. Kemauan kita beradaptasi dengan kemajuan zaman merupakan kunci keberhasilan mendidik di era teknologi. [**]
Penulis: Nelliani, M.Pd (Guru SMA Negeri 3 Seulimeum, Aceh Besar)