kip lhok
Beranda / Opini / Memperkuat Nilai Keagamaan di Sekolah

Memperkuat Nilai Keagamaan di Sekolah

Jum`at, 10 Januari 2020 15:30 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM - Dalam Penguatan Pendidikan Karakter (PPK), nilai religius merupakan karakter paling penting yang harus dikembangkan di sekolah. Nilai ini menempati urutan pertama sesuai Pasal 2 Ayat 1 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 20 Tahun 2018 tentang PPK Pada Satuan Pendidikan Formal.

Dalam pasal itu dinyatakan PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung jawab.

Dalam Pasal 2 Ayat 2 Permendikbud juga dinyatakan nilai pada ayat 1 merupakan perwujudan dari lima nilai utama yang saling berkaitan yaitu religiusitas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas yang terintegrasi dalam kurikulum.

Selain itu yang harus diperhatikan pelaksanaan PPK harus berpedoman pada prinsip dalam Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018. Menurut Pasal 3 Pernendikbud tersebut, PPK dilakukan dengan tiga prinsip. 

Pertama, berorientasi pada berkembangnya potensi peserta didik secara menyeluruh dan terpadu. 

Kedua, keteladanan dalam penerapan pendidikan karakter pada masing-masing lingkungan pendidikan. 

Ketiga, berlangsung melalui pembiasaan dan sepanjang waktu dalam kehidupan sehari-hari.

Tiga prinsip ini diterapkan dalam kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler. Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan tatap muka guru dan siswa di kelas. 

Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan penguatan guru untuk memperkuat kegiatan intrakurikuler, contohnya penugasan. Sedangkan kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pengembangan bakat dan minat. Dalam kegiatan intrakurikuler, nilai religius dikuatkan dengan dua jalan. 

Pertama, melalui matapelajaran agama. Kedua, melalui pelajaran non agama. Pada cara pertama nilai tersebut diberikan sesuai ketentuan kurikulum matapelajaran bersangkutan. Pada cara yang kedua, nilai religius dapat diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran. 

Contoh paling umum pengintegrasian nilai religius dalam matapelajaran non agama adalah dengan pembiasaan berdoa sebelum memulai belajar di kelas. Sekilas mungkin ini terlihat sangat sepele akan tetapi sangat potensial dalam penanaman nilai religius pada siswa.

Selain itu penguatan nilai religius juga dapat dilakukan melalui kegiatan dalam rangka menghukum siswa. Sekedar contoh, untuk menghukum siswa lalai dalam mengerjakan pekerjaan rumah guru bisa menghukum dengan menghafalkan bagian atau surat tertentu dalam kitab suci agama atau kepercayaan yang dianut siswa.

Dengan cara tersebut secara tidak langsung akan memperkuat nilai religius dalam diri siswa. Selain itu juga lebih tepat dari menghukum siswa secara fisik yang kadang berlawanan dengan asas-asas dalam Hak Asasi Manusia yaitu pada hak anak.

Penanaman nilai religius dalam ekstrakurikuler beda lagi. Tujuan penanaman nilai religi dalam kegiatan ini cukup komplek. Pada satu sisi memberi penguatan nilai sesuai agama yang dianut siswa bersangkutan. Pada sisi lain juga mengembangkan harus bakat dan minat siswa.

Berikut ini sekedar contohnya. Untuk penguatan nilai religius yang berhubungan dengan agama Islam dapat dilakukan dengan kegiatan baca tulis al quran, kajian islami, dan sholawatan banjari. 

Sedangkan untuk penguatan nilai religi dalam agama kristen salah satunya dengan ekstrakurikuler paduan suara yang khusus mengajarkan lagu-lagu jenis pujian.

Semua contoh di atas adalah bentuk penguatan nilai religius berbasis kelas. Selain cara tersebut, sekolah juga dapat melakukan pendekatan PPK berbasis masyarakat.

Untuk penguatan nilai religius berbasis masyarakat, sekolah harus berpedoman Pasal 6 Ayat 4 Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018. Dalam Pasal tersebut dinyatakan pendekatan berbasis masyarakat dilakukan dengan 3 cara.

Pertama, memperkuat peranan orang tua sebagai pemangku kepentingan utama pendidikan dan Komite Sekolah sebagai lembaga partisipasi masyarakat yang menjunjung tinggi prinsip gotong royong. 

Kedua, melibatkan dan memberdayakan potensi lingkungan sebagai sumber belajar seperti keberadaan dan dukungan pegiat seni dan budaya, tokoh masyarakat, alumni, dunia usaha, dan dunia industri.

Ketiga, mensinergikan implementasi PPK dengan berbagai program yang ada dalam lingkup akademisi, pegiat pendidikan, lembaga swadaya masyarakat, dan lembaga informasi.

Demikianlah alternatif penanaman nilai religius di sekolah. Secara umum, semua untuk mewujudkan aspek afektif dalam tujuan pendidikan nasional.

Tujuan pendidikan nasional dalam Pasal 3 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warganegara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Aspek afektif tujuan pendidikan nasional di atas sudah jelas yaitu menjadikan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. 

Salah satu cara mewujudkan aspek tersebut dengan penguatan nilai religius dengan beberapa alternatif yang sudah dijelaskan di atas.


Penulis

Ilham Wahyu Hidayat

Guru SMP Negeri 11 Malang

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

Berita Terkait
riset-JSI
Komentar Anda