kip lhok
Beranda / Opini / Memahami Konflik Rusia-Ukraina

Memahami Konflik Rusia-Ukraina

Minggu, 27 Februari 2022 19:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Oleh: Eka Januar, M.Soc.Sc*

Mata dan perhatian masyarakat dunia dalam beberapa hari kebelakang sedang tertuju ke Eropa Timur dimana sedang terjadi perang antara Rusia dengan Ukraina, perang tersebut merupakan konflik dan perang terbesar di Eropa pasca perang dunia kedua, dihari pertama penyerangan setidaknya telah menelan korban 137 warga Ukraina baik sipil maupun militer, sementara itu 316 orang lainnya luka-luka akibat rudal Rusia.


Perang antara Rusia dan Ukraina bukanlah perang yang seimbang, berdasarkan pernyataan dari lembaga pemeringkat militer dunia global Firepower dalam indeks tahunannya yang bertajuk world militery strength Ranking militer Rusia berada diperingkat ke-2 dunia dengan skor Power Index 0,0501, sedangkan Ukraina berada di peringkat ke 22, Amerika Serikat menduduki peringkat pertama dengan kekuatan militer terbesar secara global dari 140 negara dengan skor power index 0,0453, dalam penilaian skor tersebut semakin nilainya mendekati 0 maka kekuatan militer negara itu semakin besar.


Mengalahkan Rusia oleh Ukraina tidaklah mudah dan bisa dikatakan mustahil, Putin yang pernah menjadi agen mata-mata Uni Soviet serta memiliki kemampuan intelijen yang cukup baik merupakan salah satu politisi terkuat di dunia, ia tidak hanya sekedar presiden Rusia tetapi sudah menjadi identitas Rusia, selama tujuh belas tahun aktif di dunia spionase ia dikenal sangat telaten dan disiplin, putin kecil berasal dari keluarga kelas pekerja telah menyukai novel mata-mata sejak ia sekolah dan masuk kedalam organisasi mata-mata Uni Soviet (KGB) merupakan cita-citanya sejak belia. Berbekal keahliannya sebagai agen rahasia maka disaat menjadi presiden Putin tau betul dimana kelemahan dan kelebihan musuh serta sangat memahami apa yang harus dilakukan untuk melindungi negaranya dari gangguan negara lain.


Lain halnya dengan presiden ukraina Volodymyr Zelensky yang berlatar belakang aktor komedian serta tidak memiliki pengalaman politik sama sekali ia hanya pernah memerankan menjadi presiden dalam sebuah Film serial televisi yang berjudul servan of the people, dalam film tersebut Volodymir dengan nama Vasiliy Goloborodko digambarkan sebagai guru sekolah yang menjadi presiden Ukraina, meskipun tidak memiliki pengalaman politik di film tersebut ia berhasil melawan korupsi yang tumbuh begitu masif di Ukraina, film yang ia perankan sangat digemari dan mendapat tempat di masyarakat karena di Ukraina memang memiliki masalah korupsi sebagaimana yang ada di film serven of the people. Pada tahun 2018 studio Kvartal 95 membuat partai politik dengan nama yang sama seperti di film yang ia perankan dan melalui partai tersebutlah tahun 2019 Zelensky terjun kedunia politik. 


Pada tanggal 21 April 2019 Volodymyr Zelensky terpilih sebagai peresiden ukraina dengan 73 persen suara sedangkan calon presiden petahana Petro Poroshenko hanya memperoleh 24.4 persen suara, sebuah kemenangan yang sangat fantastis bagi Zelensky yang dulunya berprofesi sebagai komedian dan minim pengetahuan politik. Berdasarkan sensus Ukraina tahun 2021 terdapat 8.3334.100 warga etnis Rusia atau 17.3 persen dari 43.879.000 juta populasi penduduk Ukraina, yang uniknya lagi di ukraina mayoritas masyarakatnya menggunakan bahasa Rusia walaupun ukraina memiliki bahasa utama sendiri. 


Dalam sebuah esai yang berjudul tentang kesatuan sejarah Rusia dan Ukraina Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Moskow dan Kiev adalah satu kesatuan, menurut Putin Ukraina didirikan oleh kaum Bolshevik yang merupakan cikal bakal partai komunis Rusia, Bolshevik adalah fraksi mayoritas dalam Partai Pekerja Sosial Demokrat Rusia (RSDRP) yang muncul menjelang revolusi Rusia untuk menggulingkan pemerintahan kekaisaran Rusia (Tsar Nicolas II), Klaim historis tersebut mungkin saja yang membuat putin menginginkan agar Ukraina terus menjadi sekutunya Rusia atau minimal menjadi negara yang netral tanpa harus memihak kepada barat atau NATO. Namun presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan Kiev dan Moskow bukanlah satu kesatuan meski punya sejarah yang sama, dan Rusia dan Ukraina memiliki jalan masing-masing untuk menentukan masadepannya.


Kembali kepada konflik rusia dan ukraina, Pada awalnya, jika kita amati menginvansi Ukraina secara militer bukanlah tujuan Rusia karena memang secara data baik militer dan ekonomi Ukraina bukanlah lawan yang seimbang untuk Rusia. Akan tetapi ukraina selama ini dalam langkah dan kebijakan politiknya menurut putin mengancam kemanan Rusia dalam jangka panjang, misalnya pasca pergantian presiden Petro Poroshenko ke Volodymyr Zelensky Ukraina merubah haluan politiknya yang semakin dekat dengan Barat bahkan ingin menjadi anggota NATO, hal ini pula yang membuat Putin berang terhadap sikap Zelensky tersebut.


Secara geopolitik jika Ukraina menjadi anggota NATO maka NATO akan menempatkan infrastruktur militernya di Ukraina dan ini akan mengancam Rusia yang selama ini sering bersitegang dengan barat beberapa bulan kebelakang sebelum terjadinya perang presiden Ukraina Volodimir Zelensky sering melemparkan argumen yang kontra dengan Putin sehingga Moskow menganggap kalau Zelensky sebagai presiden yang terlalu banyak bicara ditambah lagi dengan provokasi yang dilakukan oleh beberapa negara barat sehingga akhirnya putin benar-benar menyerang Ukraina. 


Awalnya Zelenskyi begitu yakin kepada barat dan NATO bahwa mereka akan mengirimkan bantuan dan support militer jika Ukraina diserang Rusia, akan tetapi dugaan Zelensky meleset, sampai hari ketiga perang berlangsung bantuan barat tidak kunjung datang bahkan NATO mengatakan tidak akan mengirim bantuan militernya ke Ukraina sebab Ukraina bukanlah anggota NATO, mereka hanya mengirimkan tentara dan jet tempur ke negara anggota NATO yang berbatasan dengan Ukraina tujuannya untuk mengantisipasi seumpama perang Rusia-ukraina berimbas ke negara-negara anggota NATO, sehingga dalam kutipan video yang beredar presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengatakan dibiarkannya sendiri dan tidak ada negara yang membantu. Walaupun negara-negara barat memberikan saksi ekonomi kepada Rusia akan tetapi diyakini negara sebesar dan sekuat Rusia tidak akan berefek dalam waktu dekat berbeda halnya seperti Korea Utara, Kuba dan Iran. Apalagi negara-negara Eropa juga memiliki ketergantungan kepada Rusia dalam hal energi.


Walaupun tidak bisa berharap banyak namun langkah langkah perdamaian perlu dilakukan oleh Majelis Umum PBB, begitu juga halnya dengan Indonesia, Ada peluang Indonesia menjadi salah satu negara yang bisa mendorong Rusia dan Ukraina melakukan gencatan senjata dan maju ke meja perundingan untuk mencari resolusi damai, mengingat Rusia dan Indonesia sama-sama sebagai anggota G-20 dan saat ini Indonesia dipercayakan menjadi presiden G-20, hubungan Indonesia dengan kedua negara yang sedang berseteru tersebut juga relatif sangat baik serta tidak pernah terjadi persinggungan dan perselisihan politik. Secara historis peran Indonesia dalam kancah Internasional pernah dipraktikkan oleh presiden pertama Indonesia Sukarno, saat perang dingin Sukarno memprakarsai Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung yang dihadiri 29 negara.


Sepuluh poin hasil pertemuan tersebut kemudian tertuang dalam apa yang disebut dasasila Baandung yang berisi tentang pernyataan mengenai dukungan bagi kerukunan dan kerjasama dunia. Konferensi ini membawa kepada terbentuknya Gerakan Non-blok pada tahun 1961. Apa yang telah dilakukan oleh Sukarno bisa di ikuti oleh Presiden Joko Widodo dalam menengahi dan meminta Rusia dan Ukraina untuk mencari jalan tengah dan resolusi damai untuk menghindari jatuhnya korban yang lebih besar dari kedua belah pihak. Di era modern ini perang merupakan hal yang tidak sepantasnya terjadi semua kepentingan bisa diperjuangkan melalui jalur politik dan diplomasi.


*Penulis merupakan Dosen Politik FISIP UIN Ar-Raniry. Email: eka.januar@ar-raniry.ac.id

Keyword:


Editor :
Zakir

riset-JSI
Komentar Anda