kip lhok
Beranda / Opini / Melawan Maut Bernama Korupsi

Melawan Maut Bernama Korupsi

Selasa, 09 Juli 2024 09:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Fachrul Razi

Penulis: Dr. (Cand) H. Fachrul Razi, M.I.P, M.Si, MH, Senator DPD RI


DIALEKSIS.COM | Opini - Negeri ini sedang dihebohkan di layar lebar dunia perfilman, sebuah film berjudul "Ipar adalah Maut". Film drama Indonesia tahun 2024 yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo berdasarkan cerita viral mengingatkan penulis terhadap penyakit sosial saat ini yaitu "Korupsi".

Korupsi adalah tindakan yang merugikan masyarakat dan negara. Menurut teori korupsi sistemik yang dikemukakan oleh Susan Rose-Ackerman, korupsi dapat merusak tatanan sosial, menghambat pembangunan, dan mengakibatkan ketidakadilan dalam distribusi sumber daya. Korupsi juga dapat merugikan perekonomian suatu negara dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Korupsi seringkali dianggap sebagai "maut" karena dampak negatifnya yang luas dan serius bagi masyarakat. Menurut penelitian Bank Dunia, korupsi dapat mengurangi pertumbuhan ekonomi hingga 0,5-1% per tahun. Dampak korupsi bisa berupa pengalihan dana publik, pemborosan anggaran, pelayanan publik yang buruk, merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan merugikan kepentingan umum.

Untuk melawan korupsi, diperlukan kesadaran dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, penguatan lembaga-lembaga penegak hukum, penerapan transparansi dalam pengelolaan keuangan publik, serta pembentukan budaya anti-korupsi yang kuat. Robert Klitgaard, seorang ahli anti-korupsi, merumuskan bahwa korupsi terjadi ketika ada monopoli kekuasaan ditambah diskresi tanpa akuntabilitas (C = M + D - A).

Upaya pencegahan dan penindakan korupsi perlu terus dilakukan agar masyarakat dapat hidup dalam lingkungan yang bersih dari korupsi dan menjunjung tinggi integritas serta keadilan. Transparency International melaporkan bahwa Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi 2023, menunjukkan masih perlunya upaya yang lebih besar dalam pemberantasan korupsi.

Untuk membangun kesadaran masyarakat dan generasi muda agar anti korupsi, diperlukan strategi yang holistik dan berkelanjutan. Dimulai melakukan pendidikan dan kampanye anti-korupsi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh UNODC, pendidikan anti-korupsi yang efektif dapat meningkatkan kesadaran dan perubahan sikap hingga 40%. Strategi ini meliputi penyelenggaraan program pendidikan anti-korupsi di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, serta mengadakan kampanye anti-korupsi melalui media massa, media sosial, dan acara-acara publik.

Selanjutnya pelibatan aktif masyarakat, kita ketahui dalam teori demokrasi partisipatif yang dikemukakan oleh Carole Pateman menekankan pentingnya partisipasi warga dalam pengawasan pemerintahan. Ini dapat dilakukan dengan mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pengawasan penggunaan anggaran publik dan kegiatan pemerintah lainnya, serta menyelenggarakan forum diskusi dan pelatihan tentang anti-korupsi bagi masyarakat umum.

Hal lain perlu dilakukan pembentukan budaya anti-korupsi, sejalan dengan teori perubahan budaya dari Ronald Inglehart, perubahan nilai-nilai sosial dapat terjadi melalui proses sosialisasi dan pengalaman generasi. Strategi ini meliputi menggalakkan nilai-nilai integritas, kejujuran, dan transparansi dalam kehidupan sehari-hari dan memperkuat pendidikan karakter yang menekankan pentingnya moralitas dan etika.

Selanjutnya sangat penting sekali, penguatan institusi penegak hukum, jika dikaitkan dengan teori institusionalisme baru yang dikemukakan oleh Douglass North menekankan pentingnya institusi yang kuat dalam pembangunan. Ini dapat dilakukan dengan mendukung lembaga-lembaga penegak hukum dalam menindak dan mencegah tindak korupsi serta mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam sistem hukum.

Disisi lain wajib dilakukan kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil, kenapa penting karena merujuk konsep "triple helix" yang dikembangkan oleh Henry Etzkowitz dan Loet Leydesdorff menekankan pentingnya kolaborasi antara tiga sektor utama. Strategi ini meliputi mendorong kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil dalam upaya pencegahan dan penindakan korupsi, serta mendukung inisiatif bersama untuk membangun tata kelola yang baik dan anti-korupsi.

Dengan menerapkan strategi-strategi ini secara konsisten dan terkoordinasi, diharapkan kesadaran masyarakat dan generasi muda terhadap bahaya korupsi dapat ditingkatkan. Menurut studi yang dilakukan oleh KPK, program anti-korupsi yang komprehensif dapat meningkatkan Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) hingga 15% dalam jangka waktu 5 tahun. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang lebih bersih dari korupsi dan lebih berintegritas. Ingat!, musuh bersama kita adalah korupsi. Karena korupsi adalah maut.

Penulis: Dr. (Cand) H. Fachrul Razi, M.I.P, M.Si, MH, Senator DPD RI

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda