Kemiskinan dan Upaya Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh
Font: Ukuran: - +
Penulis : Jabal Ali Husin Sab
DIALEKSIS.COM | Opini - Angka kemiskinan Aceh kini berada pada kisaran 14,45 persen, masih lebih tinggi dari angka kemiskinan rata-rata nasional. Angka kemiskinan Aceh makin menurun tiap tahunnya, namun penurunannya masih berjalan lambat. Beberapa kabupaten masih menunjukkan persentase kemiskinan yang lebih tinggi dari rata-rata provinsi.
Delapan kabupaten/kota dengan persentase kemiskinan tertinggi adalah Kabupaten Aceh Singkil 19,18 persen, Gayo Lues 18,87 persen, Pidie 18,79 persen, Bener Meriah 18,39 persen, Simeulue 18,37 persen, Aceh Barat 17,93 persen, Nagan Raya 17,38 persen, dan Aceh Utara 16,86 persen.
Tingginya angka kemiskinan di beberapa kabupaten menunjukkan indikasi pemerataan pembangunan di Aceh belum terlaksana dengan baik. Pemerintah Aceh perlu memberikan perhatian khusus kepada daerah-daerah tersebut agar pembangunan dapat menjangkau seluruh pelosok Aceh secara merata. Pemantauan terhadap kinerja pemerintah kabupaten/kota dengan angka kemiskinan di atas rata-rata provinsi perlu terus diupayakan agar angka kemiskinan di masing-masing daerah dapat ditekan.
Kesenjangan Ekonomi
Isu lain yang terkait dengan kemiskinan di Aceh adalah isu kesenjangan ekonomi. Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya adalah dua kabupaten yang tengah bergerak ke arah industrialisasi. Industrialisasi di dua kabupaten ini bertumpu pada sektor pertambangan dan energi serta sektor perkebunan kelapa sawit. Maraknya perkebunan kelapa sawit juga disertai dengan pertumbuhan jumlah pabrik pengolahan CPO kelapa sawit.
Di Kabupaten Aceh Barat saat ini terdapat dua perusahaan yang beroperasi pada sektor tambang emas dan enam perusahaan tambang batubara. Ke delapan perusahaan ini mendapat konsesi lahan untuk pertambangan yang totalnya jika dijumlahkan seluas 24.754 hektar. Sementara di Kabupaten Nagan Raya saat ini paling tidak terdapat tiga perusahaan tambang batubara yang masih aktif beroperasi hingga 2028. Luas total area konsesi lahan pertambangan di Nagan Raya seluas 14.372 hektar.
Di tengah industrialisasi yang marak di dua kabupaten di wilayah pantai barat Aceh ini, angka kemiskinan ternyata masih cukup tinggi. Banyaknya perusahaan tambang batubara dan tambang lainnya, belum lagi perkebunan dan pabrik kelapa sawit, serta keberadaan PLTU, seharusnya mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dua kabupaten ini. Namun faktanya hal itu belum terjadi.
Perlu dilakukan evaluasi menyeluruh mengenai kontribusi industri ekstraktif (pertambangan) dan perkebunan terhadap pendapatan asli daerah (PAD), serapan tenaga kerja lokal, serta kebijakan yang mendorong pemerataan kesejahteraan di dua kabupaten tersebut.
Jika memang APBD kedua kabupaten tersebut mengalami peningkatan akibat kontribusi bagi hasil dan pajak industri terhadap PAD, namun angka kemiskinan tetap tinggi, berarti telah terjadi ketimpangan dalam distribusi kesejahteraan oleh pemerintah daerah di dua kabupaten tersebut. Dengan kata lain, peningkatan PAD tidak diikuti dengan kebijakan berupa program-program yang bertujuan untuk menurunkan angka kemiskinan.
Faktor-faktor yang menjadikan beberapa kabupaten/kota masih tinggi angka kemiskinannya diantara lain adalah faktor kualitas sumber daya manusia yang masih rendah dan tingkat pendidikan serta keterampilan sebagian penduduk yang masih minim, sehingga sulit bersaing di pasar kerja dan tidak terserap sebagai tenaga kerja pada industri yang ada.
Kinerja Menekan Angka Kemiskinan
Aceh adalah provinsi dengan struktur tenaga kerja yang mayoritasnya bergerak di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan. 40,50 persen penduduk Aceh bekerja di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan. Dapat dikatakan bahwa Aceh adalah provinsi agraris. Untuk menekan angka kemiskinan, seharusnya pemerintah merespons karakteristik Aceh sebagai provinsi agraris dengan memajukan dan mengembangkan sektor ini, kemudian mengupayakan industri pengolahan hasil pertanian, perikanan dan kehutanan agar berkembang, menyerap tenaga kerja dan memberi nilai tambah pada sektor ini, untuk meningkatkan pendapatan rata-rata masyarakat.
Selama ini kita merasakan belum optimalnya upaya menguatkan sektor pertanian dan perikanan sebagai tulang punggung perekonomian Aceh. Produktivitas kedua sektor utama ini masih terbilang rendah akibat keterbatasan modal, teknologi, dan akses pasar, padahal kedua sektor ini mencakup hampir setengah penduduk Aceh secara keseluruhan.
Dengan mengembangkan sektor pertanian dan perikanan serta mengembangkan industri pengolahan di sektor ini, maka pemerintah telah mengupayakan hilirisasi bisnis kedua sektor yang otomatis memberikan nilai tambah pendapatan bagi mereka yang bergerak di sektor usaha tersebut serta membuka lapangan kerja baru.
Untuk mengupayakan kuatnya sektor pertanian dan perikanan dan melahirkan industri pengolahan, serta menambah pertumbuhan jumlah UMKM di berbagai sektor, kita masih merasakan kurangnya dukungan pembiayaan perbankan di Aceh. Akses pembiayaan dan permodalan bagi pelaku usaha mikro dan kecil terkesan belum inklusif. Hal ini terjadi karena sulitnya persyaratan administrasi dan teknis, sehingga kredit seperti KUR yang mampu terealisasi di Aceh hanya sebagian dari skema penganggaran yang disediakan oleh pemerintah pusat.
Untuk itu dorongan menstimulus kegiatan ekonomi berbagai sektor, khususnya sektor mikro dan kecil di Aceh perlu diciptakan dengan mengupayakan inklusi keuangan, memperbesar kuota pembiayaan oleh lembaga keuangan daerah serta memperkecil jumlah margin bagi hasil yang diterima oleh lembaga keuangan daerah. Hal ini penting dilakukan agar memberi kesempatan pelaku usaha mendapatkan laba yang lebih besar.
Lembaga keuangan daerah semisal Bank Aceh dan BPR Mustaqim masih dapat meraup laba yang tetap besar dengan persentase besaran margin pembiayaan yang lebih rendah, dengan memperbanyak nasabah yang mengakses produk pembiayaan dua lembaga keuangan daerah tersebut.
Investasi terbaik yang dapat dilakukan pemerintah adalah melakukan investasi sumberdaya manusia dengan peningkatan pendidikan dan ketrampilan masyarakat. Hal lain yang tak kalah penting adalah menstimuslus kegiatan ekonomi masyarakat dengan memeperbesar jumlah pembiayaan dan akses terhadapnya. Kemudian inovasi dan pengembangan juga dibutuhkan dalam usaha di sektor-sektor tertentu seperti pertanian dan perikanan, agar lahir industri pengolahan di sektor ini yang mampu membuka lapangan kerja baru dan dapat bersaing di pasar dan bertumbuh dengan baik. [**]
Penulis: Jabal Ali Husin Sab (Analis Politik dan Kebijakan Publik Saman Strategic Indonesia)
- Aceh Besar, Jadi Pemkab Pertama Tuntaskan Raqan Pajak dan Retribusi
- Pj Walikota Terima Donasi Rp404 Juta dari Disdikbud Banda Aceh untuk Palestina
- Pemerintah Aceh Kuatkan Ketahanan Pangan Melalui Kebijakan Penyelenggaraan Cadangan Pangan
- Tingkatkan Literasi Keuangan Siswa dan Sekolah, BSI Teken Kerja Sama dengan SMP 17 Banda Aceh