Integritas dalam Pengelolaan POKIR
Font: Ukuran: - +
Penulis : Taufiq A Gani
Penulis: Taufiq A Gani, Alumni PPRA 65 Lemhannas RI dan PKN II 2022 LAN RI
DIALEKSIS.COM | Opini - Polemik pengalokasian anggaran untuk kegiatan hasil dari pokok-pokok pikiran (POKIR) DPRA untuk RAPBA 2024 belum menemukan titik temu (Serambi Indonesia, 11/12/2023). Akibatnya penetapan APBA 2024 belum dapat dilaksanakan sampai sekarang.
Mediasi yang difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak menghasilkan kesepakatan antara eksekutif dan legislatif di Aceh. Tindak lanjutnya, Kemendagri mempersilakan PJ Gubernur Achmad Marzuki untuk menetapkan APBA 2024 melalui Peraturan Gubernur tanpa persetujuan dari DPRA (Dialeksis, 06/04/2024). Namun, santer diberitakan di media, langkah politik sudah diambil oleh Presiden RI, yaitu mencopot Achmad Marzuki sebagai Gubernur Aceh dan menggantikannya dengan Sekretaris Daerah Aceh, yaitu Bapak Bustami Hamzah (Antaranews, 08/03/2024). Sejauh ini kita belum bisa memprediksikan bagaimana nasib APBA 2024 ini. Kebijakan apa yang akan diambil oleh DPRA dan PJ Gubernur terhadap penetapan APBA ini.
Pembelajaran yang didapat adalah pentingnya persamaan visi dan misi anggota legislatif dan pejabat eksekutif. Persamaan ini menghasilkan sinergitas yang dimulai dari tahapan perencanaan dan pelaksanaan anggaran POKIR (Apridar, Harian Serambi, 23/06/2022). Selanjutnya, yang diperlukan adalah penegakan transparansi POKIR seperti terungkap atas tanggapan Prof Humam Hamid atas bocornya dokumen distribusi anggaran POKIR ke publik (Harian Serambi, 21/02/2023). Sorotan terhadap integritas anggota dewan juga diberikan oleh Sri Rajasa Chandra melalui dua artikelnya di infoaceh (22/02/2023 dan 24/02/2023). Beliau mengindikasikan dan menyayangkan bahwa dana POKIR di Aceh yang sebenarnya adalah halal, tetapi menjadi haram karena beraroma fee proyek dan menjadi bancakan banyak pihak. Aroma tersebut terus berlanjut untuk tahun 2024, bahkan menjadi faktor yang membuat tidak sepakatnya anggota dewan dengan pejabat eksekutif terhadap APBA 2024.
Kenyataan apa yang terjadi di Aceh membawa kita pada pertanyaan: bagaimana kebijakan yang perlu diambil sehingga integritas dapat dikedepankan dalam perencanaan dan pelaksanaan anggaran POKIR ini Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan pembahasan untuk memahami POKIR, tantangan yang dihadapi di Aceh, perlunya menumbuhkan paradigma baru, dan terakhir usulan perbaikan.
Memahami POKIR
Dana POKIR merupakan elemen kunci dalam pembangunan daerah, yang diatur oleh serangkaian regulasi untuk menjamin keterlibatan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017, khususnya Pasal 178, secara detail mengatur tentang POKIR. Regulasi ini didukung oleh kerangka hukum yang lebih luas, termasuk Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menekankan pada peran DPRD dalam anggaran dan kewajiban memperjuangkan aspirasi rakyat melalui Pasal 96 dan Pasal 108. Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, melalui Pasal 54, secara eksplisit memandatkan Badan Anggaran DPRD untuk menyampaikan saran dan pendapat berupa POKIR.
Setelah melakukan kajian regulasi, Yusran Lapananda (Birokrat Menulis, 01/11/2021) menekankan pentingnya POKIR sebagai hasil interaksi antara anggota DPRD dan masyarakat. POKIR memainkan peran dalam memastikan bahwa pembangunan daerah tidak hanya didasarkan pada rencana teknokratik semata, tetapi juga mencerminkan aspirasi dan kebutuhan nyata masyarakat. Ini adalah bagian dari upaya membangun pemerintahan yang responsif, inklusif, dan partisipatif sebagai amanat dari UU 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Akhirnya Yusran Lapananda berpendapat bahwa POKIR, yang dianggap sebagai hak DPRD, harus diperhitungkan dalam RKPD untuk mencerminkan aspirasi nyata masyarakat. Absennya POKIR dalam perencanaan pembangunan dianggap sebagai sebuah kekurangan yang signifikan, bahkan dapat mengakibatkan RKPD menjadi cacat hukum.
Tantangan di Aceh: Komunikasi dan Hubungan
Komunikasi antara anggota dewan dengan pejabat eksekutif merupakan langkah penting untuk memastikan kelancaran dalam pengelolaan dan implementasi dana POKIR. KBA (29/02/2024) memberitakan bahwa deadlock pembahasan APBA tahun 2024 sebagian besar disebabkan oleh terputusnya komunikasi antara DPRD dan Pj Gubernur. Saluran komunikasi yang efektif perlu dibangun. Saluran komunikasi dapat memanfaatkan rapat koordinasi yang lebih intensif dalam tahapan pembahasan usulan POKIR. Komunikasi yang dimaksud harus mengacu pada metadata usulan yang menjadi acuan bersama. Dengan kesamaan ini, masing-masing pihak memiliki standar yang sama dalam mengevaluasi usulan yang masuk. Sehingga tidak timbul kecurigaan satu sama lain.
Selain itu, pengembangan mekanisme feedback sangat diperlukan supaya kedua belah pihak dapat saling memberikan masukan dan evaluasi terhadap usulan POKIR yang diajukan.
Paradigma Baru
Fenomena dana POKIR yang diungkapkan oleh Sri Rajasa Chandra di atas terjadi karena anggota dewan sering kali berada di persimpangan antara penegakan integritas dan kebutuhan dana segar. Kebutuhan finansial mereka besar. Mereka dituntut untuk berkontribusi secara finansial kepada partai politik, menjadi donatur dalam kegiatan sosial yang mendukung konstituen hingga membiayai operasional politik tim sukses. Mereka memerlukan sumber daya finansial yang tidak sedikit. Situasi ini, tidak jarang, mendorong ke arah pencarian dana segar yang berpotensi memunculkan praktik-praktik kurang sehat, termasuk harapan akan cash-back dari proyek yang dibiayai oleh dana POKIR.
Paradigma baru perlu diterapkan untuk menjaga hubungan anggota dewan dengan konstituen. Paradigma tersebut adalah kesadaran bahwa membina hubungan positif tidak selalu bergantung pada transaksi finansial. Anggaran dan uang segar bukanlah satu-satu cara untuk membalas budi dan menciptakan loyalitas konstituen. Ada banyak cara yang bisa ditempuh anggota dewan untuk memperkuat visibilitas dan citra positif tanpa harus mengandalkan dana segar. Keterlibatan aktif dalam setiap fase proyek pembangunan, mulai dari tahap perencanaan, pemantauan hingga peresmian hasil dapat menjadi bukti nyata komitmen anggota dewan terhadap kesejahteraan konstituen. Keterlibatan aktif ini dapat ditunjukkan melalui sosial media yang saat ini sudah sangat mudah diakses oleh masyarakat.
Usulan Solusi
Dalam konteks ini, peran anggota dewan sebagai desainer utama dana POKIR, beserta pejabat eksekutif dan pihak berkepentingan lainnya, sangat penting. Mereka diharapkan untuk tidak hanya menjadi sutradara proses pengajuan dana dengan cermat, tetapi juga untuk menjunjung tinggi prinsip akuntabilitas dan integritas. Apridar (2022) telah menyarankan Pemerintah Aceh dan DPRA untuk membentuk Tim POKIR yang secara khusus melakukan pembahasan terhadap usulan kegiatan lewat mekanisme POKIR (Opini Harian Serambi, 23/06/2022). Saya juga ingin menambahkan beberapa usulan lain untuk dapat dipertimbangkan, yaitu:
Pertama, Pemerintah Aceh dan DPRA mengoptimalkan pelaksanaan standard operating procedure (SOP), berbentuk peraturan gubernur yang berisikan petunjuk teknis untuk pengusulan, penelaahan dan finalisasi usulan kegiatan yang didanai lewat mekanisme POKIR.
SOP ini penting supaya (i) usulan kegiatannya akan selaras dengan prioritas pembangunan, program unggulan, dan kemampuan keuangan daerah; (ii) tercipta pemahaman yang sama dalam penelaahan usulan POKIR. Contoh SOP dimaksud sudah dimiliki oleh Pemerintah Kota Palangkaraya, lewat Peraturan Wali Kota (PERWALI) Kota Palangkaraya Nomor 15 Tahun 2021 tentang Pokok-Pokok Pikiran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah.
Kedua, SOP ini dilaksanakan dengan dengan dukungan sebuah sistem aplikasi komputer. Contoh aplikasi tersebut ada di DPRD Banjarmasin, di mana mereka memiliki e-Pokir untuk mengawal untuk mengawal aspirasi masyarakat yang diserap di lapangan (AntaraNews Kalsel, 9/12/2021).E-Pokirr ini akan mengawal kepatuhan terhadap SOP tersebut di atas.
Ketiga, DPRA mengoptimalkan kesadaran dan pemahaman terhadap kode etik bagi anggota dewan dalam hal pengadaan barang dan jasa pemerintah. Etika ini sudah diatur dalam Perpres 12/2021 tentang Perubahan Atas Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Beberapa hal yang perlu diingat adalah untuk (i) tidak mengintervensi proses pelaksanaan proyek dengan memaksakan keterlibatan pihak-pihak tertentu; (ii) tidak menjalankan praktik cash back dalam bentuk apa pun.
Keempat, DPRA mengembangkan penyediaan akses informasi dan pelaporan yang terbuka bagi masyarakat luas sehingga dari awal masyarakat tahu kegiatan yang akan didanai melalui usulan POKIR, dalam hal nama kegiatan, output, sasaran, lokus dan volume anggaran.
Kesimpulan
Dalam menghadapi tantangan pengelolaan anggaran yang diwakili oleh kasus deadlock APBA 2024 di Aceh, artikel ini telah mengeksplorasi kebutuhan mendesak untuk pengelolaan dana POKIR yang berlandaskan pada prinsip integritas. Melalui analisis terhadap situasi saat ini, telah diidentifikasi bahwa perbaikan komunikasi antara anggota dewan dan pejabat eksekutif, peningkatan transparansi dalam proses pengajuan dan pengelolaan POKIR, serta penguatan partisipasi masyarakat merupakan langkah-langkah kritis yang harus diambil.
Kesimpulan ini menegaskan bahwa sukses pengelolaan POKIR tidak hanya bergantung pada kepatuhan terhadap regulasi yang ada, tetapi juga pada pembangunan kemitraan yang efektif antara semua pihak yang terlibat. Melalui implementasi SOP yang jelas, penggunaan teknologi untuk mempermudah pemantauan dan pengelolaan aspirasi masyarakat, serta penegakan kode etik yang kuat, DPRD dan pemerintah daerah dapat membuka jalan menuju penggunaan anggaran yang lebih bertanggung jawab dan transparan.
Lebih jauh, artikel ini mengajukan argumentasi bahwa untuk mewujudkan pengelolaan POKIR yang berintegritas, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak untuk bekerja sama dalam semangat yang transparan dan akuntabel. Inisiatif ini tidak hanya akan memperkuat hubungan antara anggota dewan dengan masyarakat dan pejabat eksekutif, tetapi juga akan memastikan bahwa dana POKIR digunakan seefisien mungkin untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara keseluruhan.
Akhirnya, dengan menempatkan integritas sebagai dasar dari pengelolaan POKIR, kita dapat mengharapkan pencapaian pembangunan daerah yang tidak hanya efisien dan efektif, tetapi juga inklusif dan berkelanjutan. Pendekatan ini menjanjikan bukan hanya keberhasilan dalam mengatasi tantangan saat ini, tetapi juga pembentukan dasar yang kokoh untuk pembangunan daerah di masa depan yang dapat memenuhi kebutuhan semua warganya.