kip lhok
Beranda / Opini / Ikhtiar Kemandirian dalam Pembelajaran Tatap Muka Terbatas

Ikhtiar Kemandirian dalam Pembelajaran Tatap Muka Terbatas

Minggu, 26 September 2021 16:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Ist/Dialeksis


Mewujudkan peta jalan pendidikan Indonesia 2020-2035 yang bervisi futuristik menjadi sebuah tantangan besar dengan munculnya kondisi disrupsi pandemi Covid-19 yang menyebabkan eskalasi perubahan sosial. Kemendikbud melalui rilis nomor 242/ Sipres/ A6/ VI/ 2021 menyampaikan sosialisasi media terkait pentingnya pembelajaran tatap muka sebagai bagian dari ikhtiar melanjutkan cita-cita baik negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. 

Kondisi pembelajaran daring berpotensi menghadirkan education death (Syafril, 2020). Praktik dilapangan masih menemui banyak tantangan manakala program pembelajaran jarak jauh, masih terbentur dengan adat kebiasaan masyarakat yang lebih mengedepankan pembelajaran model tatap muka. Sehingga adaptasi pembelajaran secara daring membutuhkan waktu sekaligus komitmen untuk menyepakati proses melalui jalur digital demi keselamatan bersama. Maka dari itu Kemendikbud memulai kembali pola pembelajaran yakni dengan klausul Pembelajaran Tatap Muka (PTM) Terbatas. 

Hal ini harus mulai dilakukan sehubungan dengan menurunnya angka kasus pandemi Covid 19 dan tercapainya program vaksinasi secara nasional. Mendikbud, Nadiem Makarim, mengatakan bahwa desain pelaksanaan ini berbeda dari sekolah tatap muka biasa. Praktik baik dalam melaksanakan PTM terbatas ini menjadi salah satu hal yang ditunggu dalam mempopulerkan pioneer keberhasilan institusi pendidikan guna hidup berdamai dengan Covid 19.

Modifikasi Pola Pembelajaran

Metode pembelajaran tentu membutuhkan reinkarnasi dalam mengemas gaya belajar siswa utamanya pada masa pandemi. Dengan memutuskan hendak melakukan PTM terbatas perlu diperhatikan serangkaian syarat yang harus dipenuhi oleh institusi sekolah untuk mampu melakukan aktifitas tatap muka dengan syarat protokol kesehatan yang ketat dan disiplin. Seperti yang disampaikan oleh Mendikbud yang melansir paparan Presiden RI, Joko Widodo bahwa satuan pendidikan dapat mengatur satu kelas hanya diisi 25 persen murid, kegiatan belajar mengajar hanya dua jam dan satu minggu hanya dua kali pertemuan. 

Selain itu, Mendikbud, menyampaikan bahwa sekolah yang sudah atau dalam proses melakukan PTM terbatas dengan durasi belajar dan jumlah murid berbeda tetap mengacu kepada Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang panduan penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi Covid 19. 

Penyelenggaraan tatap muka terbatas ini juga dilakukan karena menghindari generasi learning loss yakni generasi yang mengalami hilangnya kesempatan mengikuti proses belajar-mengajar konvensional yang mampu memberikan kualitas pendidikan mereka yang lebih baik. Untuk itu perlu untuk mendorong keberanian PTM terbatas kepada semua institusi pendidikan khususnya pendidikan di tingkat dasar, menengah dan atas. Modifikasi pola pembelajaran menjadi kunci keberhasilan. 

Tentunya disertai oleh komitmen Guru, Siswa dan Wali Siswa sehingga proses pembelajaran yang terjadi akan sama-sama menuai kebaikan kualitas anak didik. Menghadirkan sekolah yang aman, bersih dan sehat bagi para siswa di masa pandemi ini menjadi keniscayaan. Sehingga siswa dan guru khususnya tidak terlalu risau terhadap keamanan proses PTM terbatas yang dilakukan secara disiplin dan taat prokes.

Kemandirian dalam PTM Terbatas

Pelaksanaan PTM terbatas menjadi ajang kembali siswa untuk memulai pembelajaran dengan menerapkan protokol kesehatan antara lain menjaga jarak, tidak bersalaman, duduk di bangku sendiri dan tidak makan minum bersama. Ini menjadi kebiasaan baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan tentu hal ini akan mengubah life-style siswa sekaligus adaptasi kebiasaan baru yang lebih aman guna mengikuti proses pembelajaran yang efektif dan nyaman bagi banyak pihak. 

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh The SMERU Institute (2021) dengan topik respon daerah dalam desentralisasi pendidikan, disampaikan bahwa dengan kondisi pandemi makin membuka kelemahan data ditingkatan dinas pendidikan di daerah yang belum semuanya memiliki kualitas pendataan yang baik, beberapa kebijakan yang sebetulnya telah dilakukan kemendikbud dalam mitigasi pandemi belum mampu diadopsi secara maksimal misal penyederhanaan kurikulum, modul literasi dan numerasi untuk mendukung pembelajaran jarak jauh, bantuan kuota dan pembelajaran guru lewat model pelatihan inovatif. 

Menilik kondisi ini maka diperlukan kemandirian institusi pendidikan di daerah untuk mampu menghadapi kondisi ketahanan pendidikan dalam masa pandemi. Kemdikbud perlu memperkuat kerjasama dengan Kemendagri untuk menekankan perlunya gagasan desentralisasi dan otonomi pendidikan ditingkat pemerintah daerah guna mampu menyelenggarakan peta jalan pendidikan daerah melalui skema PTM terbatas yang mampu memberikan fasilitas pendidikan yang layak disertai dengan kemampuan untuk menghasilkan inovasi kemandirian siswa didik dan kualitas kompetensi lulusan yang layak beradu ditingkatan nasional.

Penulis: Nurlia Dian Paramita [Peneliti Jaringan Pendidikan Pemilih Untuk Rakyat (JPPR)]


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda