Guru Sebagai Wahana Investasi Belajar Siswa
Font: Ukuran: - +
Nurlia Dian Paramita (Pegiat Pendidikan Pemilih)
Menumbuhkan kesadaran untuk melakukan upaya transformatif terhadap gaya belajar siswa menjadi sebuah tantangan terutama di era pandemi.
Guru sebagai instrument utama dalam melakukan upaya perubahan dalam dinamika pendidikan di Indonesia tentu menjadi tumpuan harapan yang menjanjikan.
Pada puncak Peringatan Hari Guru Nasional, 25 November 2021 yang lalu mengusung tema “Bergerak dengan Hati, Pulihkan Pendidikan”. Tema tersebut mengingatkan pada upaya sungguh-sungguh dunia pendidikan kepada para generasi muda agar kuat dan tangguh dalam upaya pemulihan pada masa pandemi Covid-19.
Seperti diberitakan melalui laman satgas covid 19 bahwa angka pandemi saat ini turun signifikan dibanding saat bulan Juni - Agustus 2021 yang lalu dimana Indonesia mengalami masa gelombang kedua Covid-19.
Tentu hari ini dunia pendidikan terus memodifikasi metode belajar siswa mulai dari pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan menggunakan online sistem. Kemudian Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas Ketika angka kasus turun. Hal ini dilakukan sebagai upaya mendekatkan kembali kebutuhan dasar belajar siswa dengan tetap menerapkan protokol Kesehatan.
Dalam naskah pidato yang disampaikan oleh Mendikbudristek pada Peringatan Hari Guru Nasional 2021 mengatakan bahwa Guru adalah sosok yang penuh tantangan. Dalam berkonsinyasi pada masa pandemi ini mulai dari harus mempelajari teknologi sebagai sarana upaya interaksi dengan para siswa, menyederhanakan kurikulum sebagai upaya untuk memastikan bahwa murid tidak belajar dibawah tekanan hingga mereka terlibat efek psikologis dengan menangis menyaksikan murid yang semakin hari bosan, kesepian, dan kehilangan disiplin karena pembelajaran jarak jauh (PJJ) dan juga tekanan ekonomi yang dialami para guru untuk memperjuangkan kebutuhan hak hidupnya sehari-hari.
Mengobarkan semangat bagi kemudahan siswa dalam belajar
Guru pada prinsipnya mendorong siswa dalam melakukan pembelajaran secara optimal. Meskipun pada masa pandemi atmosfer pendidikan mengalami penyesuaian yang cukup ketat namun guru mempelajari relevansi kondisi ini dengan terus mencari formulasi pembelajaran baru.
Mendikbudristek kembali mengatakan dalam naskah pidatonya (25/11/2021) bahwa guru menginginkan kurikulum yang sederhana dan bisa mengakomodasi kemampuan dan bakat setiap murid yang berbeda-beda. Guru menginginkan pemimpin yang berpihak kepada murid bukan kepada birokrasi.
Guru se-Indonesia ingin berinovasi tanpa dijajah oleh keseragaman. Dengan mengacu kondisi ini tentu perlu dorongan para pihak untuk mewujudkan kemudahan siswa belajar di era pandemi dengan mendekatkan kepada kebutuhan capaian pembelajaran yang mampu diemban para siswa dalam melakukan aktivitas pembelajaran.
Sehingga siswa akan mampu dengan mudah untuk menyesuaikan kondisi kebutuhan keilmuan dan keperluan untuk mempertinggi kapasitas pengetahuan. Melina Muhajah, Guru SDIT Rahmaniyah Depok (Harian Sindo, 18/08/2021) mengatakan bahwa solusi dalam keterbatasan waktu dalam upaya mencapai target kurikulum pembelajaran jarak jauh (PJJ), mereka harus melakukan pola komunikasi yang tepat dengan orangtua sebagai mitra di rumah dalam memantau belajar siswa.
Guru tidak mungkin secara teknis mendatangi dari rumah ke rumah karena banyaknya siswa yang akan dipantau. Sehingga sangat penting mengkondisikan rumah siswa didik nyaman dalam melakukan PJJ. Ada pula cerita Oniwati, Guru SDN 2 Lebakparahiang, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, mengatakan bahwa seminggu dua kali keliling kerumah siswa untuk belajar tatap muka di rumah. Ini dikarenakan tidak semua siswa mempunyai HP ataupun yang HP nya tidak mendukung aplikasi yang diinginkan. Guru dipacu untuk melakukan berbagai cara agar proses KBM dapat berjalan.
Meningkatkan kesejahteraan hajat hidup guru
Dedikasi dan ketulusan dalam memberikan dampingan kepada anak didik tentu menjadi bagian dari kontribusi guru yang begitu berarti dalam membangun sumber daya bangsa masa depan.
Namun menurut Benni Setiawan (2020) dalam sebuah catatan ilmiahnya mengatakan bahwa seorang guru honorer di Sukoharjo, Jawa Tengah, misalnya bercerita tentang gaji yang hanya Rp. 300ribu per bulan. Itu pun masih harus dipotong biaya ini itu. Belum lagi pembayaran yang sering kali harus dirapel dalam tiga atau enam bulan sekali.
Tentu hal ini harus menjadi perhatian pemerintah daerah dalam menjamin hajat hidup kesejahteraan guru. Pemerintah semestinya mengupayakan dorongan kepada para guru honorer yang juga sudah memiliki masa bakti pengajaran cukup lama agar dipertimbangkan untuk menjadi ASN melalui pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Sehingga Guru memiliki spirit yang lebih baik. Tentunya ini juga akan merangsang kapasitas guru yang lebih mumpuni dengan senantiasa berkontribusi bagi anak didik, mengoptimalisasi sumber daya manusia yang berkompeten, dan mendasarkan pada basis keunggulan IPTEK yang selaras dengan kemajuan orde teknologi.
Penulis: Nurlia Dian Paramita (Pegiat Pendidikan Pemilih)