Bangkit Lebih Kuat dengan Kebersamaan Pro Rakyat
Font: Ukuran: - +
Direktur Eksekutif Lingkar Sindikasi dan Pendiri Jaringan Survei Inisiatif (JSI), Aryos Nivada. [Foto: Ist]
DIALEKSIS.COM - Tema HUT RI 2022 ke-77, merujuk Surat Edaran (SE) Menteri Sekretaris Negara Nomor B-620/M/S/TU.00.04/07/2022 adalah Pulih Lebih Cepat Bangkit Lebih Kuat.
Tema ini sangat kontekstual dengan Aceh. Betapa tidak, luka paling berat yang dialami Aceh yaitu konflik dan bencana tsunami sudah sukses dilalui oleh Aceh.
Buktinya, konflik tidak berulang dalam rentang waktu 5-10 tahun pasca damai. Bahkan kini sudah berusia 17 tahun. Padahal merujuk Paul Collier, 50 persen dari konflik asimetris kembali kambuh setelah 5-10 tahun pasca damai.
Damai yang sudah bertahan selama 17 tahun ini telah meninggalkan konflik keras yang menimbulkan korban jiwa. KontraS Aceh mencatat, disepanjang tahun 2000 saja 1.632 orang menjadi korban komflik dalam berbagai bentuk.
Sementara di tahun 2001 merujuk data Komnas HAM Aceh kala itu tercatat 1.542 orang tewas, 1.017 luka-luka, dan 817 orang hilang.
Transformasi Aceh dari konflik ke politik ini makin mendewasakan Aceh dalam berdemokrasi. Terbukti, merujuk laporan BPS, Aceh terbaik dalam Indeks Demokrasi di Sumatera untuk tahun 2021.
Sayangnya, jika dari sisi keamanan dan politik Aceh bisa pulih lebih cepat, bahkan terhadap cobaan terkini yaitu Covid-19, namun sisi sosial-ekonomi belum terjadi bangkit lebih kuat.
Buktinya, sejak BRR NAD-Nias mengakhiri tugasnya pada 2009, kegiatan pembangunan belum mampu mengakhiri status termiskin di Sumatera meski secara persentase terus mengalami penurunan. Hanya di Maret 2020 Aceh bisa melewati Bengkulu, usai itu kembali menyandang status termiskin di Sumatera.
Mengapa Aceh tidak bisa bangkit lebih kuat? Jawabannya bukan karena tidak ada kebersamaan. Tapi, kebersamaan yang dicoba bangun oleh siapapun yang memimpin Aceh rusak oleh praktek politik peuglah untong droe.
Simaklah pertarungan politik antara eksekutif dengan legislatif dalam hal anggaran pembangunan. Secara naratif memang sangat sarat dengan vibrasi kerakyatan. Tapi, dalam praktek negosiasi anggaran apakah terlihat kontruksi memecah problem-problem kerakyatan?
Akibatnya, berbagai problem akut ditingkat masyarakat tidak terselesaikan. Kemiskinan dan pengangguran struktural tidak teratasi, begitu pula dengan problem stunting dan thalasemia.
Kekuasaan baru tidak bisa leluasa bergerak dengan cepat dan strategis karena terus dibebani dengan politik balas jasa, peutimang rakan-rakan dan mitra, serta peuglah naseb syedara. Sementara rakyat gasin dan papa serta jelata hanya terbela di tataran narasi dan kala Pilkada tiba. Selebihnya hanya menunggu waktu Tuhan berkerja untuk mereka lewat cara-cara tidak terduga.
Bangkit lebih kuat dengan kebersamaan kembali didengungkan oleh Pj Gubernur Aceh. Dalam pidato perayaan Aceh Damai ke-17, Achmad Marzuki mengajak seluruh elemen masyarakat di Aceh untuk menghapus ego sektoral, karena pembangun di Aceh hanya bisa dilakukan secara bersama-sama.
Dan, wujud kebersamaan itu, sejauh ini sudah sangat terlihat. Berbagai kegiatan Pj Gubernur Aceh selalu melibatkan kalangan DPR Aceh. Kerjasama juga dirintis dengan kementerian, dengan kalangan wakil rakyat di Senayan, dan bahkan kebersamaan juga dibangun dengan kalangan wartawan dan OMS serta kampus.
Energi kebersamaan itu, jika semua kalangan meletakkan di atas kepentingan Aceh (Aceh Interest) tentu saja akan menghasilkan pemikiran solutif dari kampus, menghadirkan praktek-praktek baik dari kalangan OMS, mahasiswa dan Ormas, menghasilkan pengawasan dan kritik membangun dari kalangan jurnalis, dan menghasilkan kebijakan dan anggaran yang pro penuh kepada masyarakat lemah.
Apakah Aceh bisa bangkit lebih kuat dengan kebersamaan? indikatornya akan bisa diuji pada model programatik dan kontruksi penganggaran, strategi pelaksanaan kegiatan, kerja pelayanan publik yang dibangun dalam rentang waktu 6 sampai 1 tahun ini, apakah lebih ramah rakyat, atau justru lebih ramah oligarki.
Dan, akankah iklim demokrasi yang sudah baik ini akan terus terjaga? Jika iklim kebebasan, penghormatan pada kesetaraan dan menguatnya kapasitas lembaga demokrasi berorientasi pada pembebasan rakyat miskin, bukan pada pembelaan oligarki maka model kebersamaan yang dibangun sudah tepat dan semua pihak wajib mendukungnya.
Penulis: Direktur Eksekutif Lingkar Sindikasi dan Pendiri Jaringan Survei Inisiatif (JSI), Aryos Nivada.