Jum`at, 25 April 2025
Beranda / Opini / Bahaya Alih Fungsi Hutan di Aceh: Alarm untuk Masa Depan

Bahaya Alih Fungsi Hutan di Aceh: Alarm untuk Masa Depan

Jum`at, 25 April 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
TM Zulfikar

TM Zulfikar, Pemerhati Lingkungan dan Anggota Dewan Sumber Daya Air Aceh. [Foto: dokumen untuk dialeksis.com]


DIALEKSIS.COM | Opini - Hutan Aceh bukan sekadar bentang hijau di peta. Ia adalah jantung ekologi yang menjaga kehidupan. Namun, alih fungsi lahan kian meretas nadi-nadinya, menyisakan jejak ancaman yang nyata bagi lingkungan dan manusia.

Aceh awalnya memiliki kawasan hutan tersisa seluas 4,5 juta hektar, di mana sekitar 1,7 juta hektar adalah hutan lindung yang seharusnya dilindungi secara ketat. Namun faktanya, menurut data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Aceh (2023), tutupan hutan terus menyusut: dari 3,7 juta hektar pada tahun 1990 menjadi hanya 3,1 juta hektar pada 2022. Angka ini menunjukkan laju deforestasi yang mengkhawatirkan.

Alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit, tambang, hingga permukiman menjadi penyebab utama kerusakan tersebut. Ironisnya, sebagian besar terjadi secara legal melalui izin yang ambigu atau bahkan tidak sah. Belum lagi yang ilegal. Akibatnya, kita tidak hanya kehilangan tutupan hijau, tetapi juga mewarisi bencana ekologis seperti banjir bandang di Aceh Tamiang, longsor di Gayo Lues, dan konflik satwa-manusia yang kian sering.

"Setiap hektar hutan yang hilang berarti hilangnya potensi penyerapan karbon, sumber air bersih, dan ruang hidup satwa. Kita sedang menggali lubang untuk masa depan kita sendiri," tegas Dr. Muhammad Nizar, ahli lingkungan pada Universitas Serambi Mekkah.

Tak hanya itu, perubahan iklim yang semakin ekstrem memperparah kondisi. Wilayah yang dulunya sejuk kini terasa panas menyengat, dan musim hujan datang tanpa kepastian. Ini bukan ramalan, ini realita.

Beberapa solusi dan rekomendasi yang penting dilakukan seperti peninjauan ulang izin-izin lahan di kawasan hutan lindung, penguatan peran masyarakat adat dalam menjaga hutan, restorasi kawasan kritis secara partisipatif, audit menyeluruh atas praktik industri ekstraktif serta mengintegrasika. kebijakan perlindungan hutan dengan agenda pembangunan Aceh

Oleh karena itu melestarikan hutan Aceh bukan tugas segelintir pihak. Ini adalah tanggung jawab kolektif. Jika kita gagal hari ini, anak cucu kita akan menagihnya esok. Dan saat itu tiba, mungkin saja semuanya sudah terlambat. [**]

Penulis: TM Zulfikar (Pemerhati Lingkungan dan Anggota Dewan Sumber Daya Air Aceh)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI