Beranda / Opini / Aisar Khalid dan Pesona Kuliner Aceh: Mempererat Dua Budaya Lewat Makanan

Aisar Khalid dan Pesona Kuliner Aceh: Mempererat Dua Budaya Lewat Makanan

Senin, 30 Desember 2024 13:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Muammar Khadafi

Aisar Khalid, seorang influencer terkenal asal Malaysia. [Foto: net]


DIALEKSIS.COM | Opini - Belakangan ini, nama Aisar Khalid, seorang influencer terkenal asal Malaysia, semakin sering terdengar di kalangan netizen Aceh. Melalui konten-kontennya yang membahas kuliner khas Aceh, Aisar berhasil menarik perhatian banyak orang, tidak hanya di Malaysia, tetapi juga di Indonesia. 

Kehadiran Aisar di Aceh dan eksplorasinya terhadap berbagai makanan tradisional menjadi sorotan menarik, terutama karena ia memperkenalkan kekayaan budaya kuliner Aceh kepada pengikutnya di seluruh dunia.

Kuliner Aceh terkenal dengan perpaduan rasa yang kaya dan beragam. Masakan seperti mie Aceh, ayam tangkap, kuah pliek u, hingga kopi Gayo, memiliki cita rasa yang mencerminkan keunikan budaya daerah tersebut. 

Bagi Aisar, menjelajahi makanan khas Aceh adalah pengalaman yang tidak hanya memuaskan selera, tetapi juga membuka wawasan terhadap kekayaan budaya masyarakat Aceh. Dalam beberapa unggahannya, ia sering kali mengekspresikan kekagumannya terhadap rasa rempah-rempah yang mendalam dan cara penyajian yang autentik.

Sebagai seorang influencer yang memiliki jutaan pengikut di media sosial, Aisar memiliki peran penting dalam mempromosikan kuliner Aceh ke khalayak yang lebih luas. Dalam konteks pariwisata, apa yang dilakukan Aisar memberikan dampak positif. Ia tidak hanya memperkenalkan makanan khas, tetapi juga menciptakan rasa penasaran di kalangan pengikutnya, terutama orang Malaysia, untuk mengunjungi Aceh. Hal ini bisa menjadi peluang besar bagi sektor pariwisata dan ekonomi lokal di Aceh.

Namun, di balik apresiasi tersebut, ada beberapa tantangan yang harus diperhatikan. Ketika budaya lokal menjadi sorotan internasional, ada risiko terjadinya komersialisasi yang berlebihan. 

Kuliner Aceh, misalnya, memiliki nilai tradisional yang tidak hanya sebatas rasa, tetapi juga sejarah dan cara penyajian yang memiliki makna mendalam. Sebagai contoh, kuah pliek u bukan sekadar makanan, tetapi juga simbol kebersamaan dan kearifan lokal masyarakat Aceh. Maka, penting bagi influencer seperti Aisar untuk menjaga narasi yang autentik agar esensi budaya tidak hilang di tengah popularitas.

Selain itu, keberadaan Aisar di Aceh juga membuka ruang untuk mempererat hubungan antara masyarakat Indonesia dan Malaysia. Melalui makanan, ia menciptakan jembatan budaya yang memperkuat hubungan emosional antara dua negara serumpun ini. Dalam beberapa unggahannya, Aisar sering membandingkan cita rasa makanan Aceh dengan makanan khas Malaysia. Hal ini tidak hanya menciptakan diskusi menarik di kolom komentar, tetapi juga meningkatkan rasa saling menghargai di antara kedua budaya.

Di era globalisasi, peran influencer dalam memperkenalkan budaya lokal semakin penting. Aisar Khalid telah membuktikan bahwa makanan bisa menjadi alat diplomasi budaya yang efektif. Dengan membagikan pengalaman kulinernya di Aceh, ia membantu masyarakat dunia mengenal lebih dekat kekayaan budaya Indonesia, khususnya Aceh.

Ke depan, kolaborasi antara influencer seperti Aisar dengan pelaku usaha lokal, pemerintah, atau komunitas budaya di Aceh dapat menjadi langkah strategis untuk mempromosikan potensi daerah. Bukan hanya kuliner, tetapi juga seni, tradisi, dan pariwisata Aceh secara keseluruhan.

Sebagai penutup, eksplorasi Aisar Khalid terhadap kuliner Aceh bukan hanya sekadar perjalanan menikmati makanan, tetapi juga bentuk kontribusi nyata dalam memperkenalkan Aceh ke panggung internasional. Semoga langkahnya menjadi inspirasi bagi influencer lain untuk lebih mengapresiasi dan mempromosikan budaya lokal di dunia maya. [**]

Penulis: Muammar Khadafi (Mahasiswa Prodi Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-Raniry Banda Aceh)

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI