kip lhok
Beranda / Opini / Aceh: Merajut Kembali Benang Emas Kejayaan

Aceh: Merajut Kembali Benang Emas Kejayaan

Sabtu, 10 Agustus 2024 21:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Penulis :
Syahril Ramadhan

Penulis: Syahril Ramadhan (Pemerhati Sosial dan Politik Aceh). Foto: doc pribadi


DIALEKSIS.COM | Opini - Aceh pernah mencapai puncak kejayaannya sebagai negeri yang baldatun tayyibatun warabbul ghafur - negeri yang baik dan diampuni Tuhannya. Pencapaian ini tidak lepas dari pemahaman mendalam masyarakatnya akan diri dan Tuhan mereka. Dalam konteks Islam, ilmu tasawuf berperan penting dalam membentuk pemahaman hubungan antara manusia sebagai hamba dengan Tuhannya, serta antar sesama manusia.

Pada masa keemasan Kerajaan Aceh Darussalam, pengaruh Islam begitu kuat hingga meresap ke dalam sendi-sendi terkecil kehidupan masyarakat. Hal ini melahirkan batasan-batasan sebagai komitmen untuk menjaga nilai-nilai sosial dan budaya, yang menjadi kekuatan dalam mempertahankan kesejahteraan dan pemerintahan.

Salah satu komponen dasar dalam tatanan sosial dan variabel keberhasilan suatu bangsa adalah moral. Moral, sebagai kesadaran individual tentang perilaku baik berdasarkan pandangan hidup dan tuntunan agama, menjadi modal dasar kerukunan dalam masyarakat. Ia berfungsi sebagai penyeimbang antara kepentingan bersama dan kepentingan individual (egosentris) dalam kehidupan sosial.

Namun, kondisi Aceh saat ini jauh berbeda. Provinsi ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk korupsi yang merajalela, masuknya narkoba, dan implementasi syariat Islam yang belum optimal. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang moralitas bangsa Aceh saat ini.

Dalam konteks kepemimpinan, Aceh akan menghadapi pilkada dengan dua tokoh utama: seorang tokoh perjuangan Aceh yang melahirkan kekhususan Aceh, dan tokoh lain yang muncul secara kondisional. Keduanya memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing yang perlu dipertimbangkan oleh pemilih.

Pemilih Aceh dihadapkan pada pilihan yang tidak mudah. Mereka membutuhkan pemikiran kritis, referensi yang kuat, dan penguasaan literasi informasi terkini untuk dapat menilai karakter dan kapabilitas para calon pemimpin. Tujuannya adalah memilih pemimpin yang mampu membawa Aceh ke masa depan yang lebih baik, mengembalikan kejayaan Aceh sebagai negeri yang baldatun tayyibatun warabbul ghafur.

Dalam sistem demokrasi, hak untuk mencalonkan diri sebagai pemimpin tidak dapat dibatasi selama memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Namun, tanggung jawab untuk memilih pemimpin yang tepat ada di tangan rakyat. Pemilih harus mampu melihat potensi perubahan positif pada setiap tokoh, serta mempertimbangkan karakter dan sifat mereka dalam memimpin Aceh ke depan.

Harapannya, melalui proses pemilihan yang kritis dan bijaksana, Aceh dapat kembali meraih kejayaannya, menjadi provinsi yang maju, sejahtera, dan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai luhur yang telah lama menjadi fondasi kebesarannya di masa lalu.

Penulis: Syahril Ramadhan (Pemerhati Sosial dan Politik Aceh)

Keyword:


Editor :
Redaksi

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda