Beranda / Gaya Hidup / Olah Raga / Ustad Masrul Aidi: PON Aceh Gagal Tegakkan Syariat Islam

Ustad Masrul Aidi: PON Aceh Gagal Tegakkan Syariat Islam

Minggu, 06 Oktober 2024 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Naufal Habibi

diskusi publik yang diinisiasi oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Banda Aceh, Sabtu 6 Oktober 2024. Foto: Naufal Habibi/ dialeksis.com.


DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Ustad Masrul Aidi, sebagai tokoh agama yang dikenal tegas dalam menegakkan Syariat Islam, memberikan pandangannya yang kritis terhadap PON, khususnya terkait kurangnya perhatian pada penerapan nilai-nilai Islam selama acara berlangsung.

Hal ini disampaikan dalam diskusi publik dengan tema Evaluasi Pekan Olahraga Nasional (PON) dalam Pertumbuhan Ekonomi dan Penegakan Syariat Islam di Aceh yang diprakarsai oleh Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Banda Aceh, Sabtu, 6 Oktober 2024.

Dalam kesempatan tersebut, Ustad Masrul menyoroti berbagai aspek pelanggaran Syariat yang terjadi selama PON, mulai dari pakaian yang tidak sesuai dengan standar Islam hingga perilaku sosial yang tidak mencerminkan norma Syariat di Aceh. 

"Yang terlihat paling nyata dan langsung terasa adalah ketidakpatuhan terhadap aturan berpakaian sesuai dengan Syariat Islam. Banyak peserta maupun penonton yang mengenakan pakaian ketat atau terbuka, yang jelas bertentangan dengan prinsip Islam," ujar Ustad Masrul.

Lebih lanjut, ia juga menyoroti fenomena sosial yang sering terlihat di tempat-tempat umum selama PON berlangsung, di mana banyak pasangan muda-mudi yang bukan mahram berboncengan di atas kendaraan atau menunjukkan kemesraan di ruang publik. 

"Ini seharusnya tidak terjadi di Aceh yang dikenal sebagai daerah yang menerapkan Syariat Islam secara ketat. PON menjadi cermin bahwa masih banyak kekurangan dalam pengawasan dan penegakan aturan Islam di ruang publik," tambahnya.

Tak hanya soal pakaian dan perilaku sosial, Ustad Masrul juga mengkritik pelaksanaan ekonomi Syariah selama PON. Ia menyoroti bahwa banyak tempat makan dan transaksi ekonomi di Aceh belum menerapkan prinsip Syariah secara penuh. 

"Transaksi di warung-warung makan seharusnya mengikuti prinsip Islam, di mana pembayaran dilakukan sebelum menikmati hidangan. Namun yang terjadi sekarang justru sebaliknya, kita makan dulu baru bayar. Ini bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam," jelasnya.

Ustad Masrul juga menyayangkan minimnya fasilitas ibadah yang tersedia selama PON, terutama di stadion-stadion yang digunakan untuk pertandingan. 

"Tempat shalat yang disediakan tidak memadai, dan lebih parahnya, ketika azan maghrib berkumandang, masih ada pertandingan yang terus berlangsung tanpa ada jeda untuk menghormati waktu shalat," tegasnya.

Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa pelaksanaan Syariat Islam belum diterapkan secara menyeluruh selama PON.

Ia juga menyampaikan kritik terhadap masyarakat Aceh yang dinilainya mulai kehilangan semangat keramahtamahan Islami dalam menerima tamu dari luar. 

"Saat PON, banyak tamu dari luar daerah yang kesulitan mencari tempat menginap. Bukannya membuka pintu rumah untuk tamu sebagai wujud akhlak Islami, masyarakat justru lebih memilih untuk mencari keuntungan materi dengan mematok harga tinggi," tambah Ustad Masrul.

Diskusi ini mencerminkan kekecewaan banyak pihak terhadap implementasi Syariat Islam di Aceh, yang seharusnya menjadi teladan bagi provinsi lain. 

PON yang awalnya diharapkan mampu membawa dampak ekonomi positif bagi Aceh, justru menuai kritik karena kurangnya penerapan Syariat dan adanya praktik yang bertentangan dengan ajaran Islam. 

KAMMI Banda Aceh berharap diskusi ini menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah dan masyarakat untuk lebih serius dalam mengintegrasikan Syariat Islam dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam pelaksanaan event nasional seperti PON.

Di akhir diskusi, Ustad Masrul menekankan pentingnya perubahan dan kesadaran dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun lembaga terkait, untuk menjaga marwah Aceh sebagai daerah Syariat. 

"Ini bukan hanya soal ekonomi atau olahraga, tetapi juga tentang menjaga identitas kita sebagai Muslim. Syariat Islam harus menjadi landasan dalam setiap aktivitas publik di Aceh, termasuk dalam acara sebesar PON," tutupnya.

Keyword:


Editor :
Alfi Nora

riset-JSI
Komentar Anda