kip lhok
Beranda / Gaya Hidup / Olah Raga / Kisah Miris Hurairah, Juara Dunia Hapkido asal Aceh

Kisah Miris Hurairah, Juara Dunia Hapkido asal Aceh

Sabtu, 04 Agustus 2018 11:53 WIB

Font: Ukuran: - +


Apresiasi tak sebanding dengan prestasi. Begitulah ungkapan yang menggambarkan perasaan Hurairah (21), atlet hapkido asal Aceh. Namanya memang tak setenar Lalu Muhammad Zohri sang juara dunia lari, tapi prestasi yang diraih juga telah mengharumkan Indonesia di kancah dunia.

kumparan mencatat di tahun 2018 Hurairah berhasil meraih empat medali emas mewakili Indonesia di ajang kejuaraan hapkido. Dua emas dari kejuaraan hapkido se-Asia Tenggara dan dua mendali emas di tingkat kejuaraan dunia Hapkido World Hapkido Martial Arts Federation (WHMAF) di Seoul, Korea Selatan, menjadi catatan gemilang kariernya. sumber kumparan

Masing-masing prestasi itu dipersembahkan Hurairah dari dua kategori yaitu Nak Bop High Jump (lompat tinggi) dan Nak Bop Long Jump (lompat jauh).Tak hanya sebagai juara dunia, ia juga dinobatkan sebagai atlet hapkido terbaik pria se-Asia Tenggara.

Meski telah menoreh sederet prestasi, ia tak mendapat dukungan yang semestinya. Bahkan sepatu yang ia kenakan saat ke Korea Selatan adalah pemberian tim pendamping, itu pun bekas pakai. Begitu juga saat mendarat di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) tak ada sambutan layaknya seorang juara dunia.

Satunya-satunya penghargaan yang diperoleh atas hasil prestasinya sepulang dari Korea Selatan hanyalah pemberian sepatu merek Nike yang dibeli oleh pengurus hapkido Aceh. Sementara biaya keberangkatan dibantu oleh beberapa pihak.

kumparan mendapat kesempatan mengunjungi rumah Hurairah di Desa Lamtanjong, Kecamatan Sibreh, Aceh Besar. Setiba di persimpangan jalan tak jauh dari rumahnya. Hurairah tampak sedang merapikan sebuah gubuk kecil tempat ibunya berjualan gorengan. Mengenakan kaos merah, ia menenteng plastik berisikan pisang. Tapi sore itu, sang ibu Nurhayti (40) tidak berjualan lantaran sang anak baru tiba dari luar negeri.

Kemudian kumparan berjalan menuju ke rumahnya berjarak sekitar 50 meter dari tempat ibunya berjualan. Keluarga Hurairah merupakan warga kurang mampu di Desa Lamtanjong, rumah yang ditempati adalah bantuan Baitul Mal berukuran 6 x 6 meter dan memiliki 2 kamar. Ayahnya M Harun (50) bekerja sebagai kuli panggul di Pasar Lambaro, Aceh Besar.

"Alhamdulillah bangga atas prestasi ini. Bisa membanggakan kedua orang tua, negara dan Aceh khususnya," ujar Hurairah sambil menunjukkan beberapa medali di diding rumahnya.

Awal Kisah Menjadi Atlet Hapkido

Hurairah menceritakan, perjalanan dirinya menjadi seorang atlet hapkido berawal dari olahraga taekwondo yang ia tekuni sejak masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Aceh Besar.

"Pertama saya latihan taekwondo. Itu pun coba-coba karena ikut kawan. Tapi lama-kelamaan jadi suka. Kemudian pada 2016 saya diajak oleh pelatih untuk latihan hapkido dan saya mau karena ingin mencoba sesuatu hal baru," ujarnya.

Dari hasil latihan selama sekitar 3 tahun itu kemudian Hurairah mengikuti perlombaan untuk pertama kalinya di ajang Kejuaraan Nasional (Kejurnas) di Yogyakarta pada 28 Agustus 2017. Di sana ia berhasil mempersembahkan medali emas kategori Nak Bop Hight Jump (Lompat Tinggi) atau lompat gaya harimau, mewakili Provinsi Aceh.

"Pertama kali ikut mewakili Aceh di tingkat Kejuaraan Nasional (Kejurnas). Alhamdulillah berhasil membawa pulang medali emas," ceritanya.

Usai menjadi juara di Yogyakarta, kemudian Hurairah dipercayai untuk mengikuti kejuaraan hapkido mewakili Indonesia ke tingkat Asia Tenggara di Singapura pada Maret 2018. Di Singapura tak hanya berhasil membawa pulang 2 mendali emasi tetapi juga dinobatkan sebagai atlet hapkido terbaik se-Asia Tenggara.

"Setelah dari Singapura, kemudian pada 26-29 Juli 2018 kemarin, kami kontingen Indonesia berjumlah sebanyak 15 orang berangkat ke Korea Selatan untuk mengikuti kejuaraan tingkat dunia. Dan di sana alhamdulillah saya masih bisa mempertahankan juara dengan meraih dua medali emas," ungkapnya.

Kendati demikian, apresiasi yang diterima tak sebanding dengan prestasi diperoleh. Penghargaan hanyalah medali tidak ada bonus bahkan uang pembinaan ia dapatkan. "Tidak pernah dapat apa-apa baik bonus maupun uang saku, yang saya bawa pulang ke rumah hanya medali," tutur Hurairah tersenyum, seraya memperlihatkan beberapa medali yang disimpan ibunya dalam kotak seng seperti kotak amal.

Hurairah Tak Minta Apa-apa

Sebenarnya perasaan sedih menyelimuti hati Hurairah. Bagaimana tidak, pulang dari luar negeri membawa gelar juara, tapi ia tidak mampu memberikan oleh-oleh untuk orang tua dan kedua adiknya. "Ya nggak bisa beli apa-apa karena nggak punya uang," keluhnya.

Sementara uang saku yang diperoleh Hurairah sebelum berangkat ke Korea Selatan adalah hasil pemberian sang ayah. Sang ayah, M Harun, berpenghasilan Rp 50 ribu per hari dari hasil itu ia menyisihkan sedikit uang tanpa sepengetahuan sang istri dan anak-anak.

"Selama sebulan sebelum Hurairah berangkat kami keluarga terpaksa makan ala kadarnya. Saya diam, sengaja tidak memberitahukan ke istri kalau duit yang saya dapatkan sebagiannya sudah saya simpan untuk Hurairah. Ketika dia mau berangkat usai salat Subuh pagi itu, baru saya serahkan untuk uang jajannya," ucap Harun.

Tak hanya itu, Harun dan Nurhayati juga sempat meminjam uang kepada tetangga dan saudaranya untuk biaya keberangkatan Hurairah saat mengikuti kejurnas di Yogyakarta, dan hingga saat ini kedua orang Hurairah belum mampu melunasi utang tersebut.

"Uangnya belum lunas dibayar. Waktu itu pinjam uang sama tetangga dan saudara. Sebanyak Rp 5 juta, yang sudah sudah terbayar Rp 2 juta, sisanya masih nyicil sampai sekarang. Padahal waktu dia ke Yogya dapat juara pertama, tapi sedihnya waktu dia pulang tidak dapat apa-apa, bahkan untuk beli baju Lebaran saja tidak ada," ujar Harun.

Hurairah berharap, dengan prestasi yang dimiliki dan menjadi seorang atlet profesional dapat memperbaiki ekonomi keluarga dan biaya sekolah adiknya, dan mengukir masa depan yang cerah. Begitu juga harapan Harun. Ia berharap, prestasi yang telah diberikan sang anak untuk bangsa dapat menjadi perhatian pemerintah.

"Kami tidak minta apa-apa. Berharap ada perhatian untuk Hurairah, setidaknya mendapatkan pekerjaan agar bisa membantu ekonomi keluarga," harap Harun.

"Memang senang dan bangga atas prestasinya. Tapi di balik kesenangan itu juga merasakan kesedihan," timpal Nurhayati.

Keyword:


Editor :
Jaka Rasyid

riset-JSI
Komentar Anda