Beranda / Berita / Nasional / Virus Corona, Bicara Soal Efek Samping Chloroquine Menurut Dokter Paru

Virus Corona, Bicara Soal Efek Samping Chloroquine Menurut Dokter Paru

Kamis, 16 April 2020 11:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Staf Khusus Kementerian BUMN Arya Sinulingga menunjukkan kotak berisi obat malaria, Chloroquine. [ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pemberian obat chloroquine kepada pasien COVID-19 di Indonesia dilakukan dengan pemeriksaan awal dan pemantauan untuk memastikan tidak ada risiko efek samping.

Dokter spesialis paru RSUP Persahabatan, Jakarta, Andika Chandra Putra, memastikan itu ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (15/4/2020).

"Bagi klinisi tentu sebelum memberikan obat itu harus dipastikan dulu kondisi jantungnya baik atau tidak. Atau melakukan pemantauan lewat EKG (elektrokardiogram) melihat irama jantungnya ada perburukan atau tidak," katanya.

Andika yang juga Ketua Bidang Ilmiah dan Penelitian Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) itu mengakui ada risiko dari penggunaan obat anti malaria itu untuk merawat pasien COVID-19, penyakit yang menyerang sistem pernapasan.

Efek samping mulai dari yang ringan seperti sakit kepala, kram perut, dan mual, sampai dengan yang berat yaitu gangguan irama jantung.

Dalam beberapa kasus, Andika mengungkapkan, pemberian chloroquine fosfat dapat menyebabkan QT interval memanjang di mana irama jantung menjadi abnormal.

"Itu risiko. Artinya bisa terjadi bisa tidak," katanya.

Selama dalam perawatan, dokter juga akan melakukan evaluasi irama dan fungsi jantung. Jika risiko dari obat itu lebih besar daripada manfaatnya, Andika menambahkan, tentu akan dihentikan penggunaan obat itu kepada pasien COVID-19.

"PDPI juga sudah mengeluarkan protokol terkait tata laksana perawatan pasien COVID-19 dari yang bergejala ringan sampai berat termasuk dalam penggunaan dosis obat yang digunakan untuk merawat pasien."

Sebelumnya, penelitian sekaligus uji klinis di Brasil tentang kemampuan obat anti malaria chloroquine untuk memerangi virus corona COVID-19 dihentikan sebelum waktunya. Keputusan itu diambil setelah beberapa pasien mengalami komplikasi jantung yang berpotensi fatal.

Dalam uji klinis itu, peneliti memberikan chloroquine kepada 81 pasien COVID-19 untuk menentukan efektivitasnya melawan virus yang menginfeksi mereka. Temuan awal menunjukkan bahwa dosis (chloroquine) tinggi tidak direkomendasikan untuk pengobatan COVID-19.

Sekitar setengah dari pasien dalam penelitian itu diberi chloroquine dosis 50 mg sebanyak dua kali sehari selama lima hari. Peserta lain diberi dosis tunggal 600 miligram setiap hari selama 10 hari.

Namun, dalam tiga hari, beberapa pasien yang menggunakan dosis tinggi mengalami aritmia, atau detak jantung tidak teratur. Pada hari keenam, 11 pasien meninggal, meskipun tidak jelas apakah itu akibat virus corona atau komplikasi yang terkait dengan chloroquine. (Tempo)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda