Usulan Pencairan Dana Tukin ESDM Diusut KPK
Font: Ukuran: - +
Jubir bidang penindakan KPK Ali Fikri
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami usulan pencairan tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Informasi itu diusut itu dengan memeriksa Sekretaris Dirjen Minerba Kementerian ESDM Iman Kristian Sinulingga.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan usulan dan pembayaran tukin pada Setditjen Minerba TA 2020 sampai dengan 2022," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin (21/8/2023).
Pihaknya juga mendalami informasi serupa dengan memeriksa PNS di Kementerian ESDM Nurhasana. Termasuk, proses pencairan tukin yang diminta.
"Disertai dugaan adanya pencairan tukin fiktif oleh tersangka PAG (Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso) dan kawan-kawan," ucap Ali.
Ada 10 tersangka dalam kasus korupsi pembayaran tunjangan kinerja di Kementerian ESDM. Mereka ialah Sub Bagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, staf PPK Lernhard Febrian Sirait, dan Bendahara Pengeluaran Abdullah.
Tersangka lainnya ialah Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPABP Rokhmat Annashikhah, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPK Haryat Prasetyo, dan pelaksana verifikasi dan perekaman akuntansi Maria Febri Valentine.
Priyono diduga menerima Rp4,75 miliar. Novian mengantongi Rp1 miliar. Lalu, Lernhard menerima Rp10,8 miliar. Kemudian, Abdullah menerima Rp350 juta, Christa menerima Rp2,5 miliar, Haryat menerima Rp1,4 miliar, dan Beni menerima Rp4,1 miliar.
Lalu, Hendi menerima Rp1,4 miliar, Rakhmat menerima Rp1,6 miliar, dan Maria menerima Rp900 juta. Uang itu dipakai untuk berbagai kebutuhan. Sebagian uangnya diberikan ke pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yakni sebesar Rp1,03 miliar. Sebagian juga dipakai untuk operasional keperluan kantor.
Para tersangka juga menggunakan uang haram untuk kerja sama umrah, sumbangan nikah, THR, pengobatan, pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlet, kendaraan, dan logam mulia.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.