Upaya Pencegahan Dinilai Lebih Efektif Turunkan Stunting
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) bakal memasifkan upaya pencegahan tengkes atau stunting. Efektivitas upaya pencegahan agar calon ibu tidak melahirkan bayi stunting mencapai 80 persen.
"Kalau kita mengejar anak yang tengkes menjadi tidak tengkes, keberhasilannya hanya 20 persen. Namun dengan mencegah lahirnya bayi tengkes baru keberhasilannya lebih dari 80 persen," kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo, Selasa (4/7/2023).
Hasto mencontohkan kabupaten dengan jumlah penduduk 100 ribu jiwa diperkirakan baka ada dua ribu ibu hamil. Rata-rata, enam bayi lahir dalam sehari.
"Kalau saya menjadi bupati di daerah tersebut, saya tidak akan pulang kantor sebelum tahu bagaimana kondisi bayi yang lahir tadi. Berat dan panjang badan," ungkap dia.
Upaya preventif lainnya yaitu menyosialisasikan faktor-faktor yang menyebabkan stunting. Sosialisasi menyasar calon pengantin.
"Kemudian yang akan menikah tadi harus tahu berapa yang anemia. mereka yang terindikasi (anemia) berisiko melahirkan bayi tengkes harus segera didampingi Tim Pendamping Keluarga (TPK)," ujar Hasto.
Menurut Hasto, pihaknya terus bekerja sama dengan lintas kementerian dalam membina memotivasi, dan menggerakkan upaya pencegahan yang dilakukan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). Sehingga, mereka konsisten dan berkesinambungan mengupayakan penurunan stunting sesuai dengan peranannya masing-masing.
TPPS memiliki tugas mengoordinasikan, menyinergikan dan mengevaluasi penyelenggaraan percepatan penurunan stunting di wilayahnya. TPPS terdiri dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kota, kecamatan, serta desa.
Sementara itu, Gubernur Sumatra Selatan Herman Deru mengungkapkan dirinya memahami dan belajar banyak hal terkait upaya pencegahan stunting. Misalnya, penggunaan tablet penambah darah.
Selain itu, Herman Deru menyampaikan upaya yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatra Selatan menangani stunting. Salah satunya, memperkuat data dari kecamatan hingga Kabupaten Kota.
"(Data) untuk bisa membaca dan menentukan hal apa yang bisa dilakukan. Tanpa data yang benar kita bisa salah terapi. Jangan sampai sakit pundak yang dipijat kaki,” ujarnya.