Tradisi Idul Adha Sejumlah Daerah di Indonesia
Font: Ukuran: - +
Foto: Ist
DIALEKSIS.COM | Nasional - Tradisi Idul Adha di berbagai daerah Indonesia rupanya berbeda-beda. Ya, selain menyembelih hewan kurban dan membagikannya kepada orang yang membutuhkan, umat Islam di Tanah Air juga menggelar sejumlah tradisi secara turun temurun.
Indonesia memang negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, tentunya sangat menyambut baik datangnya hari besar Islam ini. Dengan keberagaman yang ada, berikut 5 tradisi Idul Adha di berbagai daerah Indonesia, sebagaimana dilansiri okezone.com rangkum dari berbagai sumber.
1. Meugang, Aceh
Tradisi Meugang yang berasal dari kata Makmeugang adalah tradisi tahunan yang sangat familiar untuk masyarakat Aceh, terutama di saat hari-hari besar keagamaan. Tradisi ini lahir pada masa Kerajaan Aceh (tahun 1607-1636 Masehi). Kala itu, Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah besar dan membagikan dagingnya kepada seluruh rakyat Aceh sebagai ungkapan rasa syukur dan tanda terima kasih kepada rakyatnya. Alhasil, tradisi ini pun mulai mengakar di antara masyarakat dan dilaksanakan dalam menyambut hari-hari besar umat Islam hingga saat ini.
Meugang dilakukan dengan memasak daging dalam jumlah besar dan menyantapnya bersama keluarga, kerabat, dan anak-anak yatim piatu. Daging yang sudah dimasak tersebut juga terkadang dibagikan ke masjid untuk dimakan oleh tetangga dan warga lain, sehingga semua orang dapat merasakan kebahagiaan melalui sedekah dan kebersamaan.
2. Apitan, Semarang
Tradisi Apitan di Semarang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki berupa hasil bumi yang diberikan oleh Yang Maha Esa. Tradisi Apitan sering disebut juga bersih desa. Tradisi ini biasa diisi dengan pembacaan doa yang dilanjutkan dengan arak-arakan hasil tani dan ternak. Nantinya, hasil tani yang diarak akan diambil secara berebutan oleh masyarakat setempat.
Konon, tradisi ini sudah menjadi kebiasaan para Wali Songo sejak lama sebagai bentuk ungkapan rasa syukur mereka di perayaan Idul Adha. Melansir portal resmi Pemerintah Kota Semarang, tradisi Apitan juga diramaikan dengan hiburan khas kearifan lokal yaitu pertunjukan wayang.
3. Grebeg Gunungan, Yogyakarta
Tradisi Grebeg Gunungan yang dirayakan oleh masyarakat Yogyakarta hampir mirip dengan tradisi Apitan dari Semarang. Warga muslim Yogyakarta akan mengarak hasil bumi dari halaman Keraton sampai Masjid Gede Kauman.
Tradisi grebeg identik dengan keberadaan gunungan yang dijadikan simbol kemakmuran Keraton Yogyakarta. Gunungan yang dimaksud adalah makanan dalam jumlah besar dari berbagai hasil bumi yang nantinya dibagikan kepada masyarakat.
Secara spesifik, arak-arakan hasil bumi ini berjumlah 3 buah gunungan yang tersusun dari rangkaian sayur-mayur dan buah. Tidak hanya Idul Adha, tradisi ini dilaksanakan setiap hari besar agama Islam. Grebeg Syawal dilaksanakan saat Idul Fitri, sedangkan tradisi Grebeg Gunungan dilaksanakan pada perayaan Idul Adha. Masyarakat setempat percaya, apabila berhasil mengambil hasil bumi yang disusun dalam bentuk gunungan, bisa mendatangkan rezeki.
4. Tradisi Gamelan Sekaten, Cirebon
Tradisi Gamelan Sekaten merupakan salah satu tradisi yang selalu digelar di Keraton Kasepuhan Cirebon saat perayaan hari besar agama Islam, yakni Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha. Keberadaannya tak lepas dari peran Wali Songo, khususnya Sunan Gunung Jati yang menyebarkan Islam di tanah Cirebon lewat kesenian.
Konon, kala itu masyarakat yang menonton gamelan harus membayar namun bukan dengan uang, melainkan dua kalimat syahadat atau syahadatain. Karena itu, gamelan itu disebut Sekaten karena berasal dari kata syahadatain.
Sesuai namanya, setiap perayaan hari besar agama Islam, gamelan di area Keraton Kasepuhan Cirebon akan dibunyikan. Alunan gamelan tersebut menjadi penanda bahwa Muslim di Cirebon tengah merayakan hari kemenangan. Biasanya, gamelan dibunyikan sesaat setelah Sultan Keraton Kasepuhan keluar dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
5. Tradisi Manten Sapi, Pasuruan
Tradisi Manten Sapi yang dilakukan masyarakat Pasuruan merupakan bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada hewan kurban yang akan disembelih. Menariknya, sebelum dikurbankan, sapi-sapi tersebut akan didandani secantik mungkin bak pengantin. Hewan tersebut juga dikalungkan bunga tujuh rupa, lalu dibalut dengan kain kafan, serban, dan sajadah.
Pada tradisi ini, kain kafan menjadi tanda kesucian orang yang berkurban. Setelah didandani, semua sapi akan diarak menuju masjid setempat untuk diserahkan kepada panitia kurban. Selanjutnya, daging kurban tersebut akan diolah dan disantap bersama-sama oleh warga. Unik, ya? [okezone.com].
- Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah, BAS Beroperasi Kembali 11 Juli 2022
- AKBP Henki Kapolres Lhokseumawe Ucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah
- Kapolres Lhokseumawe Ucapkan Selamat Hari Raya Idul Adha 1443 Hijriah
- Jelang Idul Adha, Babinsa dan Bhabinkamtibmas Aceh Timur Cek Kesehatan Hewan Kurban