Tingkatkan Pelayanan, MA Rubah Konsep Pelayanan Peradilan dari Konvensional ke Digital
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Mahkamah Agung (MA) M Syarifuddin mengatakan, dalam rangka memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat di seluruh Indonesia, saat ini MA sedang dalam proses mengubah paradigma dari konvensional ke digital.
Perubahaannya itu misalnya seperti mengantar surat secara langsung yang membutuhkan biaya dan waktu ke sesuatu yang lebih memudahkan yaitu melalui digitalisasi.
Menurut Ketua MA, berbagai inisiatif terus dikembangkan, hal itu bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada masyarakat pencari keadilan, namun juga dapat membantu aparatur peradilan dalam menjalankan tugasnya. Sehingga proses penanganan perkara dapat dijalankan secara lebih cepat, efisien, dan modern.
“Sekarang kita ubah dengan menggunakan Information Technology (IT). Itulah tantangan buat kita, tidak mudah memang, namun tidak ada kesulitan yang bisa kita atasi, kecuali kita selesaikan bersama-sama,” kata Syarifuddin, dalam keterangan tertulis, Rabu (22/2/2023).
Ia menyadari tantangan selalu ada. Tantangan di masing-masing peradilan itu tidak sama. Apa yang tidak menjadi kendala di satu daerah, menjadi kesulitan di daerah tertentu.
“Tetapi, kalau kita tidak berani melangkah, kapan mau sampai? Kita tidak akan sampai ke tujuan, kalau kita tidak berani melangkah. Dengan melangkah, maka akan ada kemungkinan kita sampai,” tegasnya.
Ia juga menekankan, sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang. “Kita sudah sepakat, kita melangkah bersama untuk menciptakan badan peradilan yang modern berbasis IT,” ujarnya.
Ia menuturkan, Cetak Biru Pembaruan Peradilan 2010-2035 mengamanatkan bahwa pengadilan online dapat terwujud di 2025. Beragam cara ditempuh untuk mewujudkan hal tersebut. Kerja keras dan komitmen yang kuat dibangun bersama.
Sehingga, sebagai awal, pada 2018, MA mulai membangun sistem peradilan elektronik dengan berlakunya Peraturan MA (Perma) Nomor 3 Tahun 2018 tentang
Administrasi Peradilan Secara Elektronik.Ia juga menceritakan, pada awalnya, peradilan elektronik bekerja pada tiga fitur utama, yaitu pendaftaran perkara secara elektronik (e-filing), pembayaran panjar perkara secara elektronik (e-payment) dan pemanggilan para pihak secara elektronik (e-summon).
Setahun kemudian, MA melakukan revisi terhadap Perma Nomor 3 Tahun 2018 dengan menerbitkan Perma Nomor 1 tahun 2019 yang menghadirkan fitur baru, yaitu persidangan secara elektronik (e-litigasi) dan pengajuan upaya hukum secara elektronik (e-upaya hukum).
Pada 2022, MA kembali melakukan penyempurnaan dengan menerbitkan Perma Nomor 7 tahun 2022 Tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2019 Tentang Administrasi Perkara dan Persidangan di Pengadilan Secara Elektronik yang mengandung beberapa perubahan sebagai berikut:
Mengubah ketentuan umum hari, yang semula hari adalah hari kerja menjadi hari kalender.
Menambahkan ketentuan tentang tanda tangan elektronik.
Menambahkan ketentuan tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dan Meja E-Court.
Menambahkan jenis perkara perdata khusus.
Menambahkan norma tentang pengurusan dan pemberesan harta pailit secara elektronik .
Menambahkan ruang lingkup persidangan elektronik untuk upaya hukum banding.
Menambahkan norma kurator atau pengurus menjadi pengguna terdaftar.
Menambahkan Bundel A dan Bundel B yang dikirim ke pengadilan tingkat banding dilakukan secara elektronik.
Menambahkan administrasi perkara pada pengadilan tingkat banding dilakukan secara elektronik.
Mekanisme persetujuan sidang secara elektronik dalam hal tergugat tidak menyetujui, maka persidangan dilakukan secara hybrid.
Pemanggilan melalui surat tercatat bagi Tergugat yang tidak memiliki domisili elektronik/tidak setuju dipanggil elektronik.
Untuk memastikan bahwa Peraturan Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2022 tersebut dapat dijalankan dengan baik maka diterbitkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 363/KMA/SK/XII/2022 tentang Petunjuk Teknis Administrasi Dan Persidangan Perkara Perdata, Perdata Agama, dan Tata Usaha Negara di Pengadilan Secara Elektronik.
Syarifuddin menyampaikan proses itu tentu tidak semudah membalik telapak tangan. Perlu kerja keras dan kesungguhan bersama. “Jika ada hal-hal dalam perjalanan kita yang setapak demi setapak itu muncul dalam proses yang belum sempurna, ambil tindakan! Jangan pernah merugikan para pencari keadilan, karena tujuan kita membangun itu semua untuk memudahkan para pencari keadilan,” pungkasnya.