Tidak Terima Dipecat, Evi Ginting Anggap Putusan DKPP Cacat Hukum
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik akan menggugat atas putusan pemecatan dirinya oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Evi menilai putusan DKPP tersebut cacat hukum dan sudah melampaui wewenang yang diamanatkan undang-undang. Untuk itu Evi menyampaikan keberatan atas putusan DKPP.
“Putusan (DKPP) ini cacat hukum, akibatnya batal demi hukum dan semestinya tidak dapat dilaksananakan. Saya akan mengajukan gugatan dan meminta pembatalan putusan DKPP nomor 317 tersebut.Dalam gugatan saya akan sampaikan alasan-alasan lainnya agar pengadilan dan publik dapat menerima adanya kecacatan hukum dalam putusan ini dan apa yang sudah dialami oleh saya yang berkaitan dengan putusan DKPP ini,” ujar Evi dalam konferensi pers KPU di Jakarta (19/3).
Selaku Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan dan Logistik Pemilu, Evi mengaku tidak melanggar kode etik seperti yang disampaikan dan diputuskan DKPP. Baik dirinya, KPU RI maupun KPU Kalimantan Barat hanya melaksanakan keputusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan berkekuatan hukum tetap dan mengikat. Apalagi yang dipersoalkan dalam kasus tersebut adalah perselisihan suara yang wewenangnya jelas ada pada MK.
“Dalam hal ini KPU RI hanya menjamin ketentuan pasal 24c ayat 1 UUD 45 yang berbunyi Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk memutus perselisihan pemilu,” ujar Evi.
Putusan DKPP, menurutnya sudah berlebihan dari wewenangnya sendiri. Pasalnya, pengadu yakni caleg Partai Gerindra sebelumnya sudah mencabut pengaduannya dalam siding DKPP pada 13 November 2019.
Dengan wewenang DKPP yang sebenarnya terbatas atau pasif mengadili pelanggaran kode etik, lanjut Evi justru sudah melampaui amanat Undang-undang dalam kasus ini. DKPP hanya bisa mengadili secara aktif apabila ada pengadu menyapaikan laporan tersebut dan tidak mencabut aduannya.
“Dari pencabutan surat pengaduan tersebut, diartikan pengadu sudah menerima dan sudah tidak ada pihak yang dirugikan atas terbitnya keputusan KPU Kalbar no 47 dan seterusnya tahun 2019 yang dibuat atas dasar rapat pleno tertutup pada 11 September 2019 yang didasarkan atas surat KPU RI,” imbuhnya.
Di samping itu, Evi mengatakan putusan DKPP tersebut tidak melaksanakan pasal 36 ayat 2 peraturan DKPP no 2 tahun 2019 yang mewajibkan pleno pengambilan putusan dihadiri paling sedikit 5 orang anggota DKPP. Sedangkan putusan DKPP tersebut hanya diambil oleh 4 orang majelis DKPP yang artinya putusan tersebut cacat hukum.
”Saya berharap gugatan ini juga bukan hanya untuk kepentingan diri dan martabat saya sebagai peyelenggara pemilu tapi juga kepada seluruh penyelenggara pemilu ke depannya. sehingga apa yang diputuskan DKPP yang tidak pada kebenaran dan keadilan ini bisa kemudian memberi kenyamanan dan ketenangan kepada seluruh penyelenggara pemilu yang menjalankan tugas-tugas kesehariannya yang tentu saja menegakan UUD dan menjalankan putusan MK,” pungkas Evi.
Melalui putusan Nomor 317-PKE-DKPP/x/2019 DKPP menyatakan Evi terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara Pemilu.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku anggota KPU sejak putusan ini dibacakan," ujar Pelaksana Tugas (PLT) Ketua DKPP Muhammad saat membacakan putusan di ruang sidang DKPP, Jakarta, Rabu (18/3).
Selain Evi, DKPP juga memberi peringatan keras yang terakhir kepada lima komisioner KPU yang dinilai terbukti lalai dalam menafsirkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal tambah kurang suara caleg. (Im/Mediaindonesia)