Standar Baru Penanggulangan Bencana Desa, BNPB Fokus pada Kesiapsiagaan Masyarakat
Font: Ukuran: - +
Reporter : Naufal Habibi
Simposium Tsunami Global UNESCO-IOC ke-2 di Balai Meuseuraya Aceh, Banda Aceh dimulai dari tanggal 10-14 November 2024. [Foto: Naufal Habibi/dialeksis.com]
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Agus Wibowo, Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB, menjelaskan standar layanan penanggulangan bencana berbasis desa melalui Standar Pelayanan Minimal Sub-Urusan Bencana (SPM-UB).
Menurutnya, layanan ini mencakup tiga aspek utama: penyediaan informasi terkait daerah rawan bencana, upaya pencegahan dan kesiapsiagaan, serta evakuasi dan penyelamatan korban.
“Standar ini bertujuan untuk memperkuat peran desa dalam menghadapi ancaman bencana secara mandiri,” ujarnya dalam Simposium Tsunami Global UNESCO-IOC ke-2 di Balai Meuseuraya Aceh, Banda Aceh dimulai dari tanggal 10-14 November 2024.
Acara ini memperingati dua dekade tragedi Tsunami Samudra Hindia tahun 2004, di mana ribuan nyawa hilang dan dampak kehancuran terasa hingga hari ini. Dalam simposium ini, sejumlah pakar dari berbagai negara berkumpul untuk berbagi wawasan tentang inovasi dalam penanggulangan bencana, khususnya di daerah pesisir.
Pemerintah Australia juga hadir melalui Program SIAP SIAGA, sebuah program kolaboratif yang mendukung ketangguhan terhadap bencana di tingkat komunitas.
Agus Wibowo juga menjelaskan bahwa penerapan SPM-UB bukan hanya soal layanan teknis, melainkan tentang mengintegrasikan kesiapsiagaan bencana dengan pembangunan berbasis komunitas.
“Kami ingin masyarakat desa memahami risiko di wilayahnya dan memiliki sistem yang siap dalam situasi darurat. Dengan begitu, desa-desa di wilayah rawan bencana, terutama daerah pesisir, akan lebih mandiri dalam menangani situasi kritis,” tambahnya.
Simposium ini juga dihadiri oleh para ilmuwan, peneliti, dan ahli kebencanaan internasional yang membahas perkembangan terbaru dalam teknologi peringatan dini tsunami.
Teknologi ini dianggap krusial, terutama dalam menghadapi krisis iklim yang meningkatkan risiko bencana di kawasan pesisir.
Para peserta berbagi inovasi tentang metode deteksi tsunami yang lebih cepat dan akurat, dengan harapan bahwa informasi ini dapat disebarluaskan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesiapsiagaan.
SIAP SIAGA merupakan hasil kolaborasi antara Australia dan Indonesia yang tidak hanya mendukung standar penanggulangan bencana, tetapi juga memberdayakan komunitas melalui pelatihan dan pendidikan.
Program ini diselaraskan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Indonesia dan Strategi Kemanusiaan Pemerintah Australia untuk wilayah Indo-Pasifik.
Dalam lima tahun terakhir, SIAP SIAGA berhasil memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah untuk menangani bencana, serta menekankan pentingnya perencanaan berbasis desa dalam menghadapi risiko bencana.
"Program ini memberi perhatian khusus pada kelompok rentan, seperti perempuan dan penyandang disabilitas, dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan di desa-desa," ungkapnya.
Hal ini bertujuan agar seluruh lapisan masyarakat berperan aktif dalam upaya kesiapsiagaan. Buku Masyarakat Pesisir Bertutur, yang baru-baru ini diterbitkan sebagai hasil kolaborasi BNPB dan Program SIAP SIAGA, mengisahkan keberanian masyarakat pesisir dalam menghadapi ancaman bencana alam.
Cerita-cerita ini tidak hanya menjadi sumber inspirasi, tetapi juga mencerminkan kearifan lokal dan nilai-nilai ketangguhan yang terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Melalui simposium ini, pemerintah Indonesia dan Australia berharap dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam membangun ketangguhan di kawasan yang rawan bencana.
Program SIAP SIAGA, dengan pendekatan berbasis komunitas, menunjukkan bahwa masyarakat yang terlibat aktif dalam kesiapsiagaan akan memiliki daya tahan yang lebih baik.
“Kami ingin memastikan bahwa tidak ada lagi desa yang lengah menghadapi ancaman bencana. Dengan kolaborasi dan standar pelayanan yang baik, masyarakat dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa dan melindungi lebih banyak harta benda,” pungkas Agus Wibowo. [nh]