Soal Grasi Annas Maamun, Jubir Presiden: Sudah Dijawab Kemenkum HAM
Font: Ukuran: - +
Annas Maamun. Foto:
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Juru Bicara Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Fadjroel Rachman, enggan menjawab alasan pemberian grasi terhadap koruptor Annas Maamun. Ia melimpahkan pro kontra pemberian grasi untuk mantan gubernur Riau ini kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
"Sudah dijawab Kemenkum HAM," kata Fadjroel lewat pesan singkat, Rabu, 27 November 2019. Fadjroel memberikan tautan artikel berita online tentang penjelasan Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkum HAM.
Komisaris Utama PT Adhi Karya ini juga enggan menanggapi kritik dari kalangan aktivis tentang komitmen pemberantasan korupsi pemerintah yang diragukan.
"Cukup dijawab Kemenkum HAM. Kemenkum HAM mewakili pemerintah," tuturnya.
Jokowi memangkas hukuman Annas dari tujuh tahun penjara menjadi enam tahun penjara. Hal ini tertuang dalam Keputusan Presiden nomor 23/G tahun 2019 tentang pemberian grasi tanggal 25 Oktober 2019.
Sebelum mendapatkan grasi, Annas seharusnya baru bebas pada 3 Oktober 2021. Dengan grasi ini Annas akan bebas pada 3 Oktober 2020.
Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Ade Kusmanto menjelaskan, Annas Maamun mendapatkan grasi karena pertimbangan kesehatan. "Pertimbangannya adalah berusia di atas 70 tahun, saat ini yang bersangkutan usia 78 tahun dan menderita sakit berkepanjangan," ucap dia.
Annas, kata Ade, juga mengidap sejumlah penyakit, yakni PPOK (COPD akut), dispepsia syndrome (depresi), gastritis (lambung), hernia, dan sesak napas.
Annas divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 2015 karena terbukti menerima duit terkait alih fungsi lahan untuk perkebunan sawit. Hukumannya kemudian diperberat di tingkat kasasi menjadi 7 tahun penjara.
Lembaga antikorupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW), menyampaikan kekecewaannya kepada Jokowi. Meski demikian, ICW mengaku tak kaget. Sebab, komitmen pemberantasan korupsi Jokowi memang tidak jelas.
"Sikap dari Presiden Joko Widodo ini mesti dimaklumi, karena sedari awal Presiden memang sama sekali tidak memiliki komitmen antikorupsi yang jelas. Jadi jika selama ini publik mendengar narasi antikorupsi yang diucapkan oleh presiden, itu hanya omong kosong belaka," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangan tertulis, Selasa, 26 November 2019. (Im/tempo)