Selain Opium, Ganja Jadi Andalan Taliban
Font: Ukuran: - +
Pasukan AS saat melakukan operasi pemusnahan ladang ganja pada 2009 di Afghanistan. [Foto: AFP/DAVID FURST]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Sejumlah kelompok di Taliban memiliki komoditas andalan selain opium yakni cannabis atau ganja. Kualitas ganja di Afghanistan disebut-sebut menjadi salah satu yang terbaik di dunia, terutama dalam bentuk cannabis resin (hasis).
Heroin, morfin, opium, dan ganja sebagian besar memberi penghasilan yang tak sedikit untuk Taliban dalam beberapa tahun terakhir.
Kantor PBB untuk Masalah Narkoba dan Kriminal (UNODC) melaporkan pada 2021, Afghanistan berada di peringkat kedua setelah Maroko untuk daerah asal peredaran cannabis ke seluruh dunia dalam rentang 2015-2019.
Dalam periode 2015-2019 saja, ganja hasil sitaan Iran sebagian besar berasal dari Afghanistan. Sekitar 65 persen ganja sitaan itu ditujukan ke semenanjung Arab. Sementara 15 persen ke kawasan Kaukasus, dan 20 persen untuk konsumsi lokal.
Meskipun pada 2019 sebanyak 21 hektar tanaman ganja sudah diberantas, namun di tahun selanjutnya tidak ada tindakan serupa.
Budidaya ganja di Afghanistan dipicu banyak faktor. Aturan hukum terkait tantangan, seperti ketidakstabilan politik, ketidakamanan yang disebabkan oleh kelompok pemberontak, menjadi pemicu utama.
Faktor sosial ekonomi juga mempengaruhi keputusan petani. Karena kesempatan kerja yang langka, kurangnya pendidikan yang berkualitas dan akses yang terbatas ke pasar global.
Banyak faktor berbeda yang mungkin berperan dalam perubahan tahunan, termasuk kekeringan dahsyat pada tahun 2018, banjir bandang pada tahun 2019, serta situasi keamanan yang memburuk dan peningkatan ketidakstabilan pada tahun 2020.
Meski ada pandemi Covid-19, namun tak mempengaruhi area budidaya ganja atau tenaga kerja untuk panen. Namun, hal itu bisa diperkirakan bahwa penurunan ekonomi setelah pandemi, dikombinasikan dengan peningkatan harga pangan menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam budidaya bunga opium di tahun-tahun mendatang.
Pada 2010 lalu, PBB melaporkan bahwa Afghanistan sudah lama menjadi produsen opium terbesar di dunia. Negara itu kini menjadi pemasok utama ganja dengan penanaman skala besar di hampir sebagian besar wilayahnya.
Sementara hasil panen Afghanistan per hektar sebanyak 145 kilogram. Jumlah itu, jauh lebih tinggi dari pada hasil panen di Maroko yang hanya 40 kilogram per hektar.
Di tahun itu, PBB menjadikan Afghanistan sebagai produsen ganja terbesar di dunia, yang diperkirakan mencapai 1.500- 3.500 ton per tahun.
Pengurangan pasokan ganja di Afghanistan harus ditangani dengan lebih serius, sebagai bagian dari strategi pengendalian narkoba nasional, lanjutnya.
Perdagangan opium ilegal disebut memicu pemberontakan di Afghanistan. Taliban menyedot jutaan dolar dari perdagangan dengan memberlakukan pajak pada petani dan penyelundup sebagai imbalan untuk memastikan perjalanan barang aman.
Seperti halnya opium, sebagian besar penanaman ganja terjadi di selatan negara, dengan lebih dari dua pertiga (67 persen) petani ganja juga menanam opium, kata UNODC.
Salah satu alasan utama ganja ditanam secara luas, kata UNODC, adalah karena biaya tenaga kerja yang rendah dan laba yang tinggi.
Tiga kali lebih murah untuk dibudidayakan daripada bunga opium. Pendapatan bersih dari satu hektar ganja adalah US$3.341, sementara opium US$2.005.
Afghanistan masih menanam opium jauh lebih banyak daripada ganja. Bagaimanapun, ganja tak bisa menyalip opium karena membutuhkan banyak air untuk tumbuh dan masa simpan yang singkat. Sementara pasokan air di negara itu terbatas.
Senada, para ahli dalam sidang Kongres AS memperkirakan bahwa 50 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Afghanistan pada 2009 berasal dari hasil perdagangan obat-obatan terlarang.
Opium memang menjadi salah satu penyumbang finansial Taliban. Namun, mereka mengatakan tidak akan mengizinkan petani Afghanistan menanam bunga opium karena tengah berusaha mencari pengakuan internasional usai berhasil menguasai negara itu pertengahan Agustus lalu.
Jika pengakuan tak kunjung datang, mereka bisa jadi mengandalkan sumber pendapatan yang signifikan dari penyelundupan narkoba. Afghanistan disebut bertanggung jawab atas sekitar 80 persen pasokan opium dan heroin global.
Taliban memiliki aliran pendapatan sendiri guna membiayai pemberontakan saat menguasai negara itu. Pada tahun fiskal 2019-2020 saja, Taliban meraup $1,6 miliar atau Rp22,8 triliun dari berbagai sumber.
Pemasukan paling kentara yakni, mereka mampu memperoleh $ 416 juta Rp 5,94 triliun dari penjualan opium. Sementara dari mineral lebih dari $ 400 juta atau 5,7 triliun dari mineral pertambangan seperti bijih besi, marmer dan emas, dan $ 240 juta dari sumbangan donor serta kelompok swasta.
Taliban adalah pengedar narkoba sama seperti mereka yang menggambarkan diri mereka sebagai milisi Islam. Taliban seolah-olah menentang konsumsi dan budidaya obat-obatan, sebagaimana aturan dalam kitab sucinya.
Namun, penulis Gretchen Peters, dalam bukunya Seeds of Terror: How Heroin Is Bankrolling the Taliban and Al-Qaeda, mengatakan larangan kelompok itu pada 2002. Soal penanaman opium maupun ganja hanya bagian dari taktik untuk mempersenjatai diri melawan musuh. (CNN Ind)