Politik Uang Disebut Menyasar Masyarakat Miskin
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI Ratna Dewi Pettalolo mengatakan angka kemiskinan di sebuah daerah menentukan penerimaan masyarakat akan politik uang dalam gelaran pemilu. Fenomena itu diketahuinya setelah bertemu dengan jajaran Bawaslu Kabupaten Pandeglang, Banten, belum lama ini.
"Salah seorang peserta mengatakan bahwa Kabupaten Pandeglang adalah kabupaten dengan angka kemiskinan yang tinggi," kata Dewi dalam acara peluncuran Pemetaan Kerawanan Pemilu dan Pemilihan Serentakan 2024 Isu Strategis Politik Uang di Bandung, Minggu (13/8/2023).
Menurutnya, tak bisa dipungkiri daerah dengan angka kemiskinan tinggi berpotensi jadi sasaran. Politik uang, kata Dewi, bakal masif di daerah tersebut.
"Dan memang tidak bisa kita pungkiri, daerah-daerah yang memiliki angka kemiskinan tinggi itu pasti akan menjadi daerah yang potensi politik uangnya juga akan sangat tinggi," sambungnya.
Dewi juga mengungkap bahwa partisipasi masyarakat Pandeglang dalam pemilu sangat ditentukan oleh politik uang. Jika masyarakat diberikan uang, sambungnya, partisipasi memilih di tempat pemungutan suara akan tinggi. Oleh karena itu, ia meminta semua pihak untuk melakukan pendekatan-pendekatan khusus terhadap daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi.
Di samping itu, Dewi juga menyinggung adanya daerah yang menjadikan budaya lokal sebagai legitimasi paktik politik uang. Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, contohnya, memiliki budaya membagi-bagikan uang saat pesta besar. Budaya itu tumbuh, mengakar, dan dipertahankan sampai saat ini.
"Itu selalu terjadi saat masa kampanye, baik itu kampanye pemilu maupun pilkada. Dan selalu dipertanyakan apakah ini bisa masuk kategori politik uang, padahal ini adalah bagian dari budaya yang sudah ada, tumbuh, dan pelihara," ujar Dewi.
Di sisi lain, ia mengatakan, jika budaya seperti itu terus dibiarkan, proses pemilu akan terganggu dan tercederai. Seperti halnya daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, pendekatan khusus juga diperlukan bagi daerah dengan budaya melegitimasi politik uang.
"Kadi memang pekerjaan rumah ini tidak mudah. Butuh kerja keras dan ikhtihar yang sungguh-sungguh," kata dia.