Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Menguat
Font: Ukuran: - +
Menteri Keuangan Sri Mulyani. (FOTO: AFP)
DIALEKSIS.COM| Jakarta- Tren penguatan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga akhir Juli tahun 2018 terus berlanjut.
Pertumbuhan ekonomi pada Triwulan II tahun 2018 mencapai 5,27 persen, yang merupakan pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2014 setelah memasuki masa konsolidasi pasca commodity boom pada tahun 2015 hingga 2016. Sementara itu konsumsi masyarakat juga meningkat seiring dengan tingkat inflasi yang tetap terjaga. Secara total untuk Triwulan I dan Triwulan II, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,17 persen atau lebih tinggi dari periode yang sama di tahun 2017 yang hanya mencapai 5,01 persen.
Stabilitas ekonomi Indonesia terjaga cukup baik yang dicerminkan oleh stabilitas tingkat harga domestik, meskipun mendapat tekanan karena depresiasi nilai tukar. Selama bulan Januari hingga Juli tahun 2018, tingkat inflasi dapat dijaga pada kisaran sasaran inflasi 3,50 persen. Pada bulan Juli 2018 laju inflasi tercatat sebesar 3,18 persen (yoy), sehingga secara kumulatif inflasi hingga Juli 2018 mencapai 2,18 persen (ytd). Realisasi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2017, yaitu sebesar 2,60 persen (ytd) atau 3,88 persen (yoy). Terjaganya laju inflasi tersebut didukung oleh rendahnya inflasi inti dan melambatnya inflasi untuk komponen administered price di saat terjadi peningkatan inflasi volatile food.
Sejalan dengan pergerakan nilai tukar yang fluktuatif, hingga bulan Juli 2018 terdapat peningkatan suku bunga dalam negeri, khususnya suku bunga SPN 3 bulan dengan rata-rata mencapai 4,57 persen. Namun demikian, capaian ini masih lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 5,07 persen. Hal ini terutama didukung oleh sentimen positif dari faktor domestik, seperti kuatnya fundamental ekonomi yang ditunjukkan oleh perbaikan peringkat utang Indonesia serta terkendalinya inflasi domestik.
Harga minyak mentah dunia menunjukkan tren meningkat sejalan dengan perkembangan harga komoditas global. Pergerakan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price / ICP) yang mengacu pada harga minyak mentah utama dunia jenis Brent juga mengalami peningkatan. Berdasarkan perkembangan tersebut, rata-rata ICP bulan Juli mencapai USD 70,68 per barel, sehingga rata-rata ICP selama Januari–Juli 2018 tercatat sebesar USD 67,14 per barel. Peningkatan harga minyak ini memberikan dampak positif terhadap kinerja penerimaan migas.
Pendapatan negara dan hibah hingga 31 Juli 2018 tumbuh dengan baik. Realisasi pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp994,36 triliun didukung oleh meningkatnya harga komoditas minyak bumi dan batu bara. Penerimaan perpajakan sampai dengan akhir Juli 2018 telah terealisasi sebesar Rp780,05 triliun (48,21 persen dari target perpajakan). Sementara itu untuk PNBP dan hibah masing-masing sebesar Rp211,04 triliun (76,62 persen dari target PNBP) dan Rp3,27 triliun (273,22 persen dari target penerimaan hibah). Apabila dihitung secara year-on-year (yoy) realisasinya tumbuh semakin baik, dimana penerimaan perpajakan tumbuh 14,60 persen, PNBP tumbuh 22,53 persen, dan penerimaan hibah tumbuh 273,21 persen.
Di sisi penerimaan perpajakan, realisasi yang berasal dari penerimaan pajak sampai dengan akhir Juli 2018 mencapai Rp687,17 triliun dan dari penerimaan bea dan cukai mencapai Rp92,88 triliun. Realisasi penerimaan dari pajak tersebut telah mencapai 48,26 persen dari target penerimaan pada APBN 2018, sedangkan realisasi penerimaan dari kepabeanan dan cukai sudah mencapai 47,85 persen dari target APBN.
Realisasi penerimaan pajak untuk periode Januari sampai dengan Juli 2018 tercatat sebesar Rp687,17 triliun. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017, capaian ini mencatatkan pertumbuhan sebesar 14,36 persen secara year-on-year. Jika penerimaan uang tebusan dari program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty/TA) yang sifatnya tidak berulang (one-off) selama bulan Januari – Maret 2017 sebesar Rp12,03 triliun tidak dimasukkan dalam penghitungan pertumbuhan, maka realisasi penerimaan pajak periode Januari sampai dengan Juli 2018 mengalami pertumbuhan sebesar 16,69 persen (yoy). Pertumbuhan positif ini ditopang oleh pertumbuhan PPh Non Migas sebesar 14,44 persen, PPh Migas sebesar 14,21 persen, PPN dan PPnBM sebesar 14,26 persen, serta PBB dan Pajak Lainnya yang tumbuh sebesar 14,48 persen. Pertumbuhan PPN dan PPnBM yang cukup besar tersebut didukung oleh meningkatnya daya beli masyarakat yang tercermin dari pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada Triwulan II sebesar 5,14 persen.
Hal yang menjadi perhatian dari sisi penerimaan adalah realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga akhir Juli 2018 yang masih tetap tumbuh dan merupakan yang tertinggi sejak 2015. Pertumbuhan tersebut didukung oleh pertumbuhan komponen penerimaan cukai sebesar 14,21 persen (yoy), penerimaan bea masuk yang tumbuh 14,61 persen (yoy), serta pertumbuhan penerimaan bea keluar yang mencapai 98,95 persen (yoy). Pertumbuhan penerimaan bea keluar tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi dari semua komponen penerimaan kepabeanan dan cukai.
Sebagaimana pertumbuhan perpajakan, realisasi PNBP juga mengalami pertumbuhan yang baik, yakni sebesar 22,53 persen (yoy). Realisasi PNBP sampai dengan akhir Juli 2018 mencapai Rp211,04 trilliun atau 76,62 persen dari target APBN 2018. Capaian ini terutama disebabkan meningkatnya penerimaan Sumber Daya Alam, karena masih berlanjutnya kenaikan harga komoditas minyak bumi dan batu bara sepanjang periode Januari hingga Juli 2018.
Sementara itu dari sisi Belanja Negara terdapat peningkatan realisasi sebesar 7,7 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun 2017. Sampai dengan akhir Juli 2018 realisasi Belanja Negara mencapai Rp1.145,66 triliun, atau sekitar 51,6 persen dari pagu APBN. Realisasi Belanja Negara tersebut meliputi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp697,02 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp448,64 triliun. Adapun TKDD tersebut terserap cukup baik, yang mencapai 58,6 persen dari pagu APBN 2018, yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp412,77 triliun (58,5 persen dari pagu APBN) dan Dana Desa Rp35,86 triliun (59,8 persen dari pagu APBN). Realisasi Dana Desa tersebut lebih tinggi Rp21,6 miliar (0,06 persen) dibandingkan realisasi Dana Desa pada periode yang sama tahun 2017. Hal ini dipengaruhi oleh percepatan penyaluran Dana Desa yang telah dilakukan sejak awal tahun 2018 dalam mendukung pelaksanaan program padat karya tunai di Desa.
Capaian Belanja Negara yang dilakukan Kementerian/Lembaga sampai dengan akhir Juli 2018 juga cukup baik. Pada KEMENPUPR output strategis yang telah terealisasi adalah Pembangunan Jalan Baru sepanjang 195,7 km, Pembangunan Jalan Tol sepanjang 17,7 km, dan Pembangunan Jembatan sepanjang 2674,8 m. Sedangkan pada Kementerian Perhubungan sejauh ini telah menghasilkan output strategis berupa Pembangunan 3 Bandara dan 236,2 km Rel Kereta Api. Meskipun terjadi defisit pada neraca transaksi berjalan (CAD) karena nilai impor yang melebihi ekspor, impor yang dilakukan lebih banyak untuk keperluan yang produktif seperti pembangunan infrastruktur.
Selanjutnya output strategis yang dihasilkan oleh BNN antara lain berupa 1.373 Deteksi dini Penyalahgunaan Narkoba di instansi Pemerintah. Sementara itu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah berhasil menyalurkan KIP kepada 11,8 juta siswa dan rehab/pembanguan ruang kelas sebanyak 13,31 ribu. Kementerian Agama juga telah menyalurkan KIP kepada 401.193 siswa, menyalurkan BOS kepada 4,5 juta siswa, dan menyalurkan Bidik Misi kepada 11.147 mahasiswa. Kemudian, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi juga telah menyalurkan Bidik Misi kepada 4,5 juta mahasiswa. Sedangkan, Kementerian Kesehatan telah menyalurkan JKN-KIS kepada 92,3 juta jiwa. Disamping itu, Kementerian Sosial telah menyalurkan PKH (KPM) sebanyak 9,9 juta jiwa dan Bantuan Pangan sebanyak 15,2 juta jiwa. Capaian tersebut menunjukkan bahwa Belanja Negara telah dapat memberikan stimulus bagi perekonomian, dimana secara bersamaan juga berdampak mengurangi kemiskinan yang saat ini angkanya sudah mencapai single digit.
Sejalan dengan capaian yang baik di sisi penerimaan dan belanja tersebut, capaian di sisi pembiayaan juga cukup baik. Realisasi pembiayaan yang dilakukan Pemerintah hingga akhir Juli 2018 mencapai Rp206,60 triliun, yang sebagian besar berasal dari pembiayaan utang Rp205,57 triliun, atau mencapai 51,5 persen dari APBN 2018. Realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp221,94 triliun atau mencapai 53,5 persen dari target APBN 2018 dan pinjaman (neto) sebesar negatif Rp16,37 triliun atau sekitar 107,0 persen dari yang direncanakan. Realisasi pembiayaan yang cukup besar tersebut mencerminkan diterapkannya strategi frontloading oleh Pemerintah yang tetap terjaga untuk mengantisipasi ketidakpastian dinamika perkembangan global dan terwujudnya pembiayaan yang lebih efisien.
Keberlanjutan fiskal di tahun 2018 diharapkan akan tetap terjaga. Realisasi defisit APBN hingga akhir Juli 2018 mencapai Rp151,30 triliun atau sekitar 1,02 persen PDB. Realisasi defisit tersebut lebih rendah dari realisasi defisit pada periode tahun sebelumnya, baik secara nominal maupun persentase terhadap PDB. Sementara kondisi keseimbangan primer akhir Juli 2018 yang berada pada defisit Rp4,85 triliun juga lebih baik dibandingkan akhir periode yang sama tahun 2017 sebesar defisit Rp79,15 triliun. Pemerintah tengah berupaya untuk menciptakan APBN yang kredibel, selain dengan ditiadakannya APBN Perubahan, defisit keseimbangan primer juga diupayakan semakin menurun hingga dapat mencapai surplus dalam beberapa tahun kedepan.
Jumlah utang Pemerintah Pusat hingga akhir Juli 2018 mencapai Rp4.253,02 triliun atau sebesar 29,74 persen terhadap PDB. Jumlah utang Pemerintah tersebut masih jauh di bawah batas yang ditentukan Undang-undang Keuangan Negara nomor 17 tahun 2003 sebesar 60 persen terhadap PDB.
Kebijakan fiskal dan pelaksanaan APBN 2018 berada dalam jalur yang tepat serta kredibel, sehingga turut mendukung stabilitas perekonomian. Kebijakan fiskal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang baik dan terjaga di atas 5 persen. Kinerja realisasi anggaran hingga akhir Juli tahun 2018 menunjukkan adanya perbaikan dari tahun-tahun sebelumnya. Perbaikan kualitas anggaran juga terlihat dengan membaiknya penerimaan negara, khususnya dari sektor perpajakan yang tercermin dari meningkatnya aktivitas perekonomian dan pola pelaksanaan belanja negara yang positif. Kondisi ini membangun fundamental yang kuat bagi perekonomian Indonesia untuk tetap bertahan (resilient) terhadap dampak krisis Lira yang terjadi di Turki yang berpotensi untuk berimbas ke negara-negara Emerging Markets.
Pemerintah berkomitmen untuk senantiasa menjaga pengelolaan APBN yang sehat dan berkelanjutan, melakukan pengelolaan utang yang prudent dan terus mendorong upaya perbaikan kinerja penyerapan anggaran agar pelaksanaan APBN dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat. (*Rel/Kemenkeu)