kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Pengamat: Lockdown sudah Terlambat Tapi Perlu, Imbauan Tak Cukup

Pengamat: Lockdown sudah Terlambat Tapi Perlu, Imbauan Tak Cukup

Selasa, 31 Maret 2020 16:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Dinas Perhubungan dan personel polisi mengalihkan lalu lintas di jalan-jalan utama di Tegal, Jawa Tengah (22/3/2020). [Foto: Antara/Oky Lukmansyah]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Meskipun diperlukan, kebijakan karantina wilayah atau lockdown terbilang sudah terlambat dalam mengerem laju Covid-19. Pemerintah pun diminta tegas dalam menerapkan pembatasan dan tak cukup dengan imbauan.

"Saya kira sudah terlambat ya sebetulnya, jadi kalau menurut saya seharusnya yang namanya lockdown atau karantina wilayah itu dibuat ketika diumumkan ada dua orang yang positif Covid-19 pada waktu itu tanggal 2 Maret 2020," kata Pengamat Sosial dari Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis, Senin (30/3/2020) dikutip dari Antara.

Seharusnya, kata dia, daerah-daerah langsung menerapkan lockdown begitu mengidentifikasi keberadaan kasus Covid-19.

"Jadi harusnya seperti itu, harus langsung diumumkan di-lockdown di daerah-daerah yang teridentifikasi. Kalau sekarang dibilang sudah terlambat, cuma lebih baik terlambat dari pada tidak kan?" kata Rissalwan, yang merupakan akademisi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI itu.

Jikapun memberlakukan isolasi atau karantina wilayah, dia meminta pemerintah menyiapkan pemerataan semua bahan pangan, tak cuma beras, di semua wilayah.

"Nah ini yang harus dipikirkan, jangan sampai ada satu daerah, yang over-supply produksi telur ini juga yang harus dipikirkan pemerintah, kan selama ini pemerintah hanya pikirkan cadangan beras saja," kata dia.

Padahal bahan pokok/kebutuhan pangan itu tidak hanya beras, tetapi harus ada karbohidrat, harus ada protein, vitamin dan mineral. "Ada sayur mayur buah buahan daging dan ikan. Artinya jangan sampai masyarakat kesulitan untuk bisa mendapatkan stok bahan pangan," kata Rissalwan.

Dia juga mengharapkan pemerintah pusat dan daerah untuk lebih tegas menerapkan karantina meski itu menyulitkan perekonomian warga. Menurutnya, instruksi berupa imbauan kurang kuat dalam mengarahkan masyarakat.

"Karena sebelumnya kita menganggap enteng soal Covid-19 ini. Jadi saat ini semua tingkat pemda dan pusat jangan lagi hanya mengimbau," katanya.

"Saya apresiasi langkah pemda di Tegal lalu Papua, namun sayangnya ini dianulir oleh pusat. Jadi tolong tegas utamakan keselamatan masyarakat," kata dia.

Terpisah, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok mendorong pemerintah pusat agar segera mengesahkan aturan soal karantina wilayah atau lockdown karena kasus Corona semakin masif.

"Kebijakan lockdown merupakan langkah yang seharusnya diambil ketika saat ini penyebaran Covid-19 sudah masif," ujar Wakil Ketua 1 Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19, Dadang Wihana, dalam keterangan resmi yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (30/3/2020).

Pemkot Depok, katanya, saat ini masih menunggu keputusan pemerintah pusat terkait lockdown. Pihaknya juga masih berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat.

Sambil menunggu aturan lockdown dari Pusat, Pemkot Depok kini mulai memperkuat pencegahan Covid-19 hingga tingkat keluruhan. Dadang mengaku sudah membentuk Kampung Siaga COVID-19 berbasis RW.

"Di mana pengawasan akan diperketat pada tingkat komunitas," ujarnya.

Selain itu, Pemkot Depok juga sudah menggalang donasi untuk penanganan Covid-19, terutama untuk pengadaan alat kesehatan seperti alat pelindung diri (APD) untuk tenaga medis di rumah sakit.

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) disertai status Darurat Sipil guna menghadapi wabah Virus Corona.

"Saya minta kebijakan pembatasan sosial berskala besar, physical distancing dilakukan lebih tegas, disiplin, dan lebih efektif lagi, sehingga saya sampaikan juga tadi bahwa perlu didampingi kebijakan darurat sipil," ujar Jokowi.

Saat ini, angka kasus positif Corona di Indonesia mencapai 1.414 pasien, dengan 122 di antaranya meninggal dunia dan 75 orang sembuh. (CNN Indonesia)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda