kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Pemda dan Akademisi Tolak Wacana Penghapusan IMB dan AMDAL

Pemda dan Akademisi Tolak Wacana Penghapusan IMB dan AMDAL

Senin, 11 November 2019 10:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) melempar wacana untuk menghapus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDaL) untuk mempermudah perizinan dengan tujuan akhir meningkatkan investasi. 

Sebagai gantinya pemerintah akan menggantinya dengan pengawasan melalui Rencana Detail Tata Ruang (RDTR). Terkait hal tersebut, Walikota Bogor Bima Arya tegas menyatakan penolakan. 

Bima menilai IMB dan AMDAL masih diperlukan lantaran belum ada sistem pengawasan yang mumpuni. Selain itu,penghapusan kedua izin itu dinilai hanya akan memperburuk penataan pembangunan di daerah. Beberapa di antaranya, ia mencontohkan, seperti munculnya lautan ruko. 

Belum lagi bangunan belasan lantai kerap muncul tanpa sepengetahuan masyarakat sekitar dan berujung pada penolakan. 

"Saya tidak setuju dengan penghapusan IMB," ucap Bima dalam paparannya di Kementerian ATR Jumat (8/11/2019). Bima tak menampik bahwa sejumlah daerah memang masih lambat dalam memproses perizinan sehingga membuat pengusaha gerah dan enggan berinvestasi. 

Namun, bukan berarti penghapusan dua perizinan ini dihapus dan malah mengorbankan kualitas hidup masyarakat. Asisten Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang Pemprov DKI Jakarta Vera Revina Sari juga menyampaikan hal serupa. 

Menurutnya, kehadiran IMB justru menjadi kunci kepastian hukum bagi masyarakat. Dia bilang, RDTR bisa sewaktu-waktu berubah tetapi IMB bisa jadi pegangan agar suatu rumah atau gedung tidak bisa diruntuhkan begitu saja. 

Ketua Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI), Iwan Rudiarto menilai wacana pemerintah mengandalkan RDTR dapat menjadi "bumerang". Sebab saat ini hanya ada 53 kabupaten/kota yang memiliki RDTR selama 5 tahun terakhir. 

Dikutip dari Tirto, angka ini juga masih jauh dari target pemerintah 5 tahun ke depan untuk mengejar 2.000 kabupaten/kota memiliki RDTR. Selain itu, kata Iwan, RDTR hanya mengurusi perencanaan dan tata ruang secara umum atau makro. 

Dengan demikian, aspek keselamatan gedung sampai dampak lingkungan bisa luput meskipun menurut peta RDTR wilayah itu boleh dibangun gedung hingga pabrik. 

"Mengapa IMB diperlukan? Instrumen aturan kita belum jadi. Kalau RDTR belum ada bagaimana? Permasalahannya, kan, soal waktu dan biaya, kenapa enggak beri insentif saja bagi daearah yang menerbitkan perizinan dengan cepat," ucap Iwan dalam paparannya di kesempatan yang sama. 

Ketua Umum Ikatan Aristek Indonesia (IAI), Ahmad Djuhara menilai penghapusan IMB dan AMDAL berpotensi menimbulkan kekacauan. 

Ahmad bilang, pembangunan gedung secara prinsip dapat dilakukan cepat, tetapi menurutnya tak sebanding jika konstruksinya tidak aman bahkan membahayakan penggunanya. 

Menurutnya, di sini lah fungsi dan peran kedua perizinan itu. Belum lagi selama ini arsitek katanya menjadi profesi yang turut bertanggung jawab memastikan keamanan itu. 

"Saya enggak setuju IMB dihapus kalau mau pangkas sebatas korupsi dan penyebab ekonomi berbiaya tinggi. Pabrik dan gedung bisa cepat tapi kalau IMB dihapus ya kacau. Bangunan tinggi 50 lantai dengan IMB 3 hari pasti kacau," ucap Ahmad.(TT)

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

Berita Terkait
    riset-JSI
    Komentar Anda