kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / PBB Berikan Sanksi ke Pemimpin Kedeta Myanmar, Bukan Warga

PBB Berikan Sanksi ke Pemimpin Kedeta Myanmar, Bukan Warga

Jum`at, 12 Februari 2021 23:50 WIB

Font: Ukuran: - +

Demo Myanmar (Foto: AP Photo)


DIALEKSIS.COM | Dunia -  Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperingatkan sanksi yang dijatuhkan atas kudeta di Myanmar harus 'dengan hati-hati ditargetkan' terhadap mereka yang bertanggung jawab. Sanksi harus menghindari merugikan orang-orang yang rentan.

Seperti dilansir AFP, Jumat (12/2/2021), berbicara di hadapan Dewan Hak Asasi Manusia di Jenewa, wakil Kepala Hak Asasi PBB Nada al-Nashif menyatakan keprihatinannya setelah Washington mengumumkan sanksi terhadap para jenderal militer Myanmar. Negara lain sedang mempertimbangkan langkah serupa.

"Sanksi apa pun yang sedang dipertimbangkan harus dengan hati-hati ditujukan terhadap individu tertentu yang secara kredibel diduga telah melanggar hak-hak rakyat," kata al-Nashif.

"Para pemimpin kudeta ini adalah fokus yang tepat dari tindakan semacam itu," katanya, menambahkan bahwa "sangat penting bahwa tidak ada kerugian yang harus ditimpakan pada orang-orang yang paling rentan di negara itu."

Al-Sharif berpidato di sesi khusus dewan untuk membahas situasi di Myanmar setelah militer di sana merebut kendali pada 1 Februari.

Sanksi baru AS menargetkan Min Aung Hlaing dan jenderal tinggi lainnya, setelah Presiden Joe Biden mengumumkan pemerintahannya memutus akses militer ke dana bantuan $ 1 miliar.

Disaksikan Seluruh Dunia

Unjuk rasa besar selama berhari-hari memenuhi kota-kota di sekitar Myanmar untuk menuntut kembalinya Aung San Suu Kyi dan menentang perintah militer untuk tidak berkerumun.

"Dunia sedang menyaksikan," al-Nashif memperingatkan.

"Perintah kejam telah dikeluarkan minggu ini untuk mencegah pertemuan damai dan kebebasan berekspresi, dan kehadiran polisi dan militer di jalan-jalan telah tumbuh secara progresif selama beberapa hari terakhir," ujar dia.

"Mari kita perjelas: penggunaan senjata mematikan atau tidak mematikan secara sembarangan terhadap pengunjuk rasa damai tidak dapat diterima," katanya.

Selama sesi hari Jumat itu, para diplomat akan mempertimbangkan rancangan resolusi yang menuntut pembebasan segera Suu Kyi, yang sampai kudeta 1 Februari ditetapkan sebagai pemimpin sipil de facto Myanmar.

Suu Kyi ditahan bersama puluhan anggota lainnya dari partai Liga Demokrasi Nasional (NLD), termasuk Presiden Win Myint. Penangkapan ini mengakhiri satu dekade pemerintahan sipil dan memicu kecaman internasional.

Draf resolusi menuntut "pemulihan pemerintah yang dipilih secara demokratis," dan "pencabutan pembatasan telekomunikasi dan media sosial secara langsung dan permanen".

Draf juga mendesak "akses penuh dan tidak terbatas" ke Myanmar oleh pengamat hak asasi PBB.

Sementara draf itu berhenti menyerukan sanksi terhadap para jenderal di balik kudeta. Pengamat menyarankan agar menghindari hal itu untuk mendapatkan dukungan yang lebih luas di dewan, di mana dukungan konsensus lebih disukai [detik.com].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda