Pasien Covid-19 Yang Meninggal Karena Obat, Penjelasan Guru Besar UGM
Font: Ukuran: - +
Petugas menyiapkan obat Covid-19 di gudang instalasi farmasi Dinas Kesehatan Kota Bandung, Kamis, 15 Juli 2021. Mulai hari ini, Pemerintah Pusat resmi membagikan sebanyak 300.000 paket obat Covid-19 gratis berupa multivitamin, Azithtromycin, dan Oseltamivir. [Foto: ANTARA/Raisan Al Farisi]
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Saat ini, media sosial sedang ramai membicarakan pernyataan dokter Lois Owien di sebuah acara televisi. Dalam acara tersebut, ia menyangkal adanya Covid-19 dan menyebut bahwa pasien Covid-19 meninggal karena interaksi obat.
Menanggapi hal tersebut, Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Zullies Ikawati, mengatakan dengan tegas bahwa interaksi obat tidak akan serta merta membuat seseorang meninggal, termasuk bagi pasien Covid-19.
“Pasien tidak mungkin mati semudah itu hanya karena interaksi obat. Dalam pengobatan pasien diperlukan kerja sama antar tenaga kesehatan yang meliputi dokter, perawat, dan apoteker sehingga dapat memantau terapi dengan lebih cermat,” ujar Zullies seperti yang dikutip Tempo dari laman UGM, Kamis, 22 Juli 2021.
Dokter Meity Ardiana, pakar dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga sekaligus dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat yang timbul karena adanya interaksi dengan substansi lain seperti obat lain, makanan, dan minuman yang diberikan secara bersamaan atau terpisah sehingga efektivitas obat berubah. Interaksi obat dapat bersifat sinergis atau saling membantu dan bisa pula bersifat antagonis atau bersifat merugikan.
“Obat satu dengan obat lainnya dapat meningkatkan atau mengurangi efek yang seharusnya dihasilkan. Interaksi obat ada yang menguntungkan dan ada pula yang merugikan,” kata Zullies.
Zullies menjelaskan lebih lanjut bahwa banyak kondisi pasien yang harus meminum lebih dari satu obat. Apalagi jika penyakitnya lebih dari satu. “Pada kasus pasien Covid-19 dengan gejala sedang sampai berat misalnya, sangat mungkin diperlukan beberapa obat untuk mengatasi berbagai gejala yang dirasakan pasien. Justru jika tidak diberikan semua, dapat memperburuk kondisi dan menyebabkan kematian,” ujar Zullies.
Interaksi antar obat bisa merugikan jika salah satu obat menyebabkan berkurangnya efek obat lain yang digunakan bersama. Ada juga kemungkinan suatu obat memiliki resiko efek samping yang sama dengan obat lain yang digunakan bersama sehingga akan meningkatkan resiko total efek samping.
Misalnya, obat azitromisin dan hidroksiklorokuin yang sama-sama memiliki efek samping mengganggu irama jantung. “Jika kedua obat tersebut digunakan bersama, dapat terjadi efek total yang membahayakan,” kata Zullies.
Zullies menjelaskan untuk mengurangi interaksi obat, tenaga kesehatan dapat mengatur cara pemberiannya supaya tidak diberikan dalam satu waktu, disesuaikan dosisnya, dan menghindari dengan mengganti dengan obat lain. “Sekali lagi, hal ini tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual,” tutupnya.(TEMPO/MAK)