kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Partai Pengusul RUU Larangan Minol, Kembali Bahas RUU

Partai Pengusul RUU Larangan Minol, Kembali Bahas RUU

Kamis, 19 November 2020 10:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Foto: Ilustrasi/net


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Setelah mengendap lama dan menjadi polemik, Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (minol) kembali mencuat. 21 anggota DPR yang terdiri dari PPP (18 Anggota), PKS (2 anggota) dan Gerindra (1 anggota), sepakat mengusulkan agar RUU ini kembali dibahas. Usulan dilayangkan pada 20 Februari lalu, namun baru mendapat respons dengan dibahas di Badan Legislatif (Baleg) DPR pada 10 November 2020. 

Pro kontra mengemuka. Sebagai pihak pengusul dengan anggota terbanyak, PPP merasa punya alasan kuat untuk membuka kembali pembahasan RUU Larangan Minol. Wakil Sekretaris Jenderal PPP Achmad Baidowi alias Awiek meyakini, RUU ini sangat urgent untuk menjadi undang-undang. Bukan hanya demi umat Islam, tapi juga generasi penerus bangsa.

"Jangan serta merta RUU ini disebut demi kepentingan Islam saja, tidak. Ini demi kepentingan bangsa. Kebetulan memang minuman beralkohol dilarang dalam Islam," kata Awiek, Rabu (18/11/2020).

Awiek menyatakan, masyarakat sudah menantikan adanya aturan larangan minol. Sebab, tiap hari ada saja korban berjatuhan akibat alkohol. Menurutnya, hampir tiap bulan ada korban bahkan korban meninggal.

Awiek yang juga anggota Baleg DPR itu menegaskan, besarnya keuntungan minol dari sektor pariwisata tidak sebanding dari generasi muda yang rusak. begitu juga dari sisi ekonomi.

"Berapa sih pemasukan aspek ekonominya? Dibandingkan aspek kerusakan akibat minol, tiap bulan ada korban,” tandasnya.      

Illiza Sa'aduddin Djamal, anggota Fraksi PPP yang juga salah satu pengusul RUU larangan minuman beralkohol berkilah, spirit dan tujuan pelarangan ini selaras dengan tujuan negara sebagaimana termaktub dalam alinea ke-4 UUD 1945.

Menurutnya, larangan minuman beralkohol merupakan amanah konstitusi dan agama, pasal 28H ayat 1 undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) yang berbunyi: "setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan berhak memperoleh pelayanan kesehatan".

Dia juga memastikan RUU ini bertujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif, menciptakan ketertiban, dan ketentraman di masyarakat dari para peminum minuman beralkohol.

"Minuman beralkohol belum diatur secara spesifik dalam bentuk UU. Sebab, saat ini hanya dimasukkan pada Kitab Undang–Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan pasal yang sangat umum dan tidak disebut secara tegas oleh UU," ujarnya, Rabu.

Urgensi perlunya pembahasan RUU Larangan Minuman beralkohol juga disampaikan politikus PKS di DPR Bukhori Yusuf. Dia menegaskan saat ini perlu ada undang-undang yang bisa meregulasi secara ketat minuman beralkohol. Sebab, pengaturan yang ada, mulai dari undang-undang, peraturan menteri, peraturan pemerintah, peraturan presiden, hingga peraturan daerah, tidak berhasil mengendalikan peredaran minuman beralkohol.

"Anak muda menjadi sasaran karena tidak ada aturan yang komprehensif," ujarnya.

Menurutnya, RUU Larangan Minuman Beralkohol ini akan menjadi payung hukum yang kuat untuk larangan minuman beralkohol. RUU ini dianggap akan menampung regulasi-regulasi sebelumnya yang sudah mengatur mengenai minuman beralkohol.

"Di rancangan UU ini kita menawarkan satu solusi agar berbagai ancaman regulasi yang ada itu ditampung kemudian merujuk pada suatu UU, ada payung yang kemudian kuat dan jelas dan payung itu sifatnya minol," kata Bukhori.

Dia pun meminta masyarakat untuk tidak cemas dengan regulasi ini. Sebab, minuman beralkohol bukanlah konsumsi harian dan devisa untuk negara juga angkanya kecil.

"Nilai devisanya sangat kecil. Tapi kerusakannya begitu besar," ucapnya.

Bukhori menyebut, RUU larangan minumal beralkohol juga tidak berlaku menyeluruh. Ada beberapa pengecualian seperti untuk adat, ritual keagamaan, pariwisata, pengibatan dan tempat-tempat yang diizinkan. "Tidak mungkin ada suatu aturan tanpa ada jalan keluar," kata dia.

Terlepas dari sejumlah urgensi yang disampaikan pihak pengusul, perjalanan RUU Larangan Minol dipastikan akan berliku dan tidak mulus. Penolakan muncul dari berbagai kalangan, termasuk dari kalangan Baleg DPR sendiri [liputan6]. 

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda