Beranda / Berita / Nasional / Pakar Hukum Administrasi Negara Ungkap Kontroversi PUU Cipta Kerja

Pakar Hukum Administrasi Negara Ungkap Kontroversi PUU Cipta Kerja

Minggu, 09 Januari 2022 23:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Auliana Rizki

DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memang terdapat beberapa kontroversi.

Pendapat itu diungkapkan Pakar Hukum Administrasi Negara Dr. Harsanto Nursadi pada kanal YouTube dkhairatTV, Sabtu (8/1/2022).

Ia menyampaikan beberapa Putusan Undang-Undang (PUU) No. 91/2021 tentang Cipta Kerja yang menimbulkan kontroversi, dilansir Dialeksis.com dari dkhairatTV, Minggu (9/1/2022).

Pertama, UU Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai. Artinya UU tersebut tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun setelah putusan ini ditetapkan.

Kedua, UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditetapkan. 

Ketiga, setelah 2 tahun bila tidak direspon maka ia akan menjadi inkonstitusional secara permanen. Dan yang keempat, menangguhkan segala kebijakan bersifat strategis yang berdampak luas dan tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru.

Ia menyebut antara putusan pertama dan ketiga menimbulkan kontroversi karena sebenarnya putusan yang pertama itu sudah disebut bertentangan, namun juga bersyarat.

“Jadi ini selalu menjadi perdebatan orang hukum. Ini menjadi penting karena kaitannya dengan apakah boleh terus dilaksanakan kegiatan-kegiatan lain?” tanyanya.

Lanjutnya, bagaimana kekuatan hukum mengikat secara bersyarat? Makanya disebut sebuah peristiwa hukum yang digantungkan pada peristiwa yang akan datang dan peristiwa tersebut belum tentu akan terjadi.

Artinya, kalau pemerintah tidak merevisi maka terjadilah inkonstitusional, jadi belum tentu atau direvisi oleh pemerintah itu sendiri. Kemudian kondisional bersyarat ada dua, yaitu bisa saja ditangguh atau batal sama sekali.

Tidak hanya itu, sikap pemerintah berdasarkan PUU masih tetap berlaku hingga dilakukan perbaikan. Kemudian, menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis.

Tapi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bukan hukum namun kebijkakan, tapi hal ini menjadi dasar bagi pemerintah daerah, baik gubernur, bupati, atau walikota menpedomani UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan seluruh turunannya tetap berlaku.

“Perdebatannya ya terkait tetap berlaku atau tidak. Jawabannya ya tetap berlaku selama dia bersyarat, jadi tetap berlaku,” tegasnya.

UU Cipta Kerja ini merevisi 79 UU, mengatur 16 sektor, terdiri 186 pasal, dan 15 bab, serta sejumlah klaster yang cukup banyak dan luas. Kemudian ada Peraturan Pelaksana UU Cipta Kerja 47 Peraturan Pemerintah, 51 Peraturan Pelaksana, dan 4 Peraturan Presiden.

“Yang saya sebutkan tadi hanya pusat, belum lagi daerah. Namun meski terdapat PUU 91/2021, pemerintah harus tetap berjalan dan pelayanan perizinan publik juga harus tetap berjalan,” sebutnya.

“Kerugian yang akan diterima daerah bila semakin lambat membentuk UU Cipta Kerja tersebut antara lain adalah tidak bisa memungut biaya layanan, kemungkinan terhambatnya perizinan, dan investasi yang akan mengalami penurunan,” tutupnya. [AU]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI
Komentar Anda