Minggu, 08 Juni 2025
Beranda / Berita / Nasional / Nasib Dosen Swasta Terganyang Putusan MK

Nasib Dosen Swasta Terganyang Putusan MK

Sabtu, 07 Juni 2025 08:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Reporter : Arn
Ilustrasi nasib dosen swasta. Foto: net

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXIII/2025 yang mewajibkan negara membiayai pendidikan dasar di sekolah swasta dan negeri ternyata menyisakan paradoks pahit di jenjang perguruan tinggi. Dosen-dosen perguruan tinggi swasta (PTS) justru terancam menjadi korban diskriminasi sistemik meski menopang 60% mahasiswa nasional.

MK menegaskan negara wajib mendukung seluruh satuan pendidikan negeri maupun swasta sebagai satu kesatuan sistem. Namun, putusan progresif ini berdampak sebaliknya bagi dosen PTS. Data Kemendikbudristek 2024 menunjukkan Lebih dari 3.000 PTS menampung 4,2 juta mahasiswa (60% total mahasiswa Indonesia). Dosen PTS hidup tanpa jaminan tunjangan profesi, akses riset nasional, atau kepastian status kerja.

"Negara baru menuntaskan kewajibannya di lantai dasar, tapi lupa ada manusia yang tercekik di lantai atas gedung pendidikan," kritik Desi Sommaliagustina, dalam tulisan opini di Kompas berjudul“Putusan MK dan Dilema Dosen Swasta” (05/06/2025).

Hasil tracking data Dialeksis berbagai informasi menemukan tiga ketimpangan akut terkait perlakuan kepada dosen swasta, mulai dari urusan honor di bawah upah Mminimum. Diketahui dari ternyata rata - rata gaji dosen tidak tetap PTS Rp 2,8-3,5 juta/bulan lebih rendah dari UMP DKI Jakarta (Rp 4,9 juta).

Belum lagi temuan lain dari Dialeksis riset mandiri tanpa dukungan, dimana Hanya 12% proposal penelitian dosen PTS yang tersentuh pendanaan Kemdikbudristek. Parahnya lagi status kontrak abadi: 68% dosen PTS berstatus kontrak >10 tahun tanpa jaminan BPJS Ketenagakerjaan/pensiun.

"Saya mengajar 18 SKS per minggu, tapi tak pernah dapat tunjangan sertifikasi. Riset? Biaya sendiri," ujar Dr. Ahmad Fauzi, dosen ilmu politik di PTS Bandung yang bergaji Rp 3,2 juta/bulan.

Terkait kondisi dosen swasta tersebut, Menteri Kemdikbudristek Brian Yuliarto mengakui masalah ini,"Kuota beasiswa doktor untuk dosen PTS akan kami tambah tahun ini."

Namun, langkah konkret untuk menyetarakan hak dosen PTN - PTS belum terlihat. Padahal, Pasal 31 Ayat 3 UUD 1945 jelas menyatakan "satu sistem pendidikan nasional" tanpa dikotomi negeri - swasta.

Harapan bagi para dosen swasta diperjuangkan oleh Komisi X DPR mendesak revisi RUU Pendidikan Tinggi,"RUU ini harus menjamin dosen PTS dapat tunjangan profesi dan akses riset setara PTN. Jangan cuma mengatur akreditasi!" tegas Syaiful Huda, Ketua Komisi X.

Dari realitas itu, para ahli hasil rangkuman tim Dialeksis berdasarkan tracking data mendesak tiga solusi mendesak, pertama revisi RUU Pendidikan Tinggi dengan klausal kesetaraan dosen PTN/PTS. Kedua; alokasi afirmatif 20% dana riset nasional untuk PTS, dan ketiga; Skema sertifikasi khusus dengan tunjangan langsung dari APBN.

"Jika dosen PTS tetap diabaikan, kita hanya memproduksi sarjana - sarjana bermutu rendah dari kampus yang sakit," tegas Ratnalia Indriasari Direktur Eksekutif Jaringan Survei Inisiatif saat dihubungi Dialeksis.

Ratnalia lanjut menjelaskan putusan MK tentang pendidikan dasar adalah kemajuan konstitusional. Namun, ia menjadi bumerang ketika negara abai terhadap nasib 210.000 dosen PTS pilar pendidikan tinggi yang justru menanggung beban terbesar mencetak SDM Indonesia. Tanpa intervensi segera, kebijakan ini hanya akan memperdalam jurang ketimpangan di dunia akademik.

"Oleh karena itu, keadilan bagi dosen perguruan tinggi swasta harus menjadi prioritas dalam upaya memajukan dunia pendidikan sekaligus memanusiakan manusia secara setara dalam hak-haknya," tutupnya.


Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI