kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / MUI Minta Pemerintah Aceh Aceh Cabut Larangan Pengajian Selain Mazhab Syafi'i

MUI Minta Pemerintah Aceh Aceh Cabut Larangan Pengajian Selain Mazhab Syafi'i

Selasa, 31 Desember 2019 09:41 WIB

Font: Ukuran: - +


DIALEKSIS.COM Jakarta - Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, menyesalkan langkah Pemprov Aceh yang melarang pengajian selain ahlusunah waljamaah yang bersumber dari mazhab Syafi'i. Anwar mengimbau surat edaran larangan tersebut dicabut.

"Surat edaran nomor 450/21770 yang dikeluarkan oleh Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah pada Jumat 13 Desember yang melarang pengajian agama selain mazhab syafi'iyah benar-benar sangat disesalkan karena tidak mencerminkan kearifan dan toleransi yang merupakan ciri dan watak bangsa dan umat Islam Indonesia serta mayoritas rakyat Aceh sendiri," kata Anwar dikutip dari Detik.com, Senin (30/12/2019).

Anwar mengatakan surat edaran tersebut perlu dicabut dalam rangka mewujudkan kehidupan keagamaan di Indonesia yang damai. Menurut dia, umat muslim harus saling menghargai.

"Untuk itu MUI menghimbau pemerintah Aceh untuk bersikap lebih mengedepankan kebersamaan dan mencabut surat edaran tersebut agar di Aceh dan di seluruh tanah air akan tercipta kehidupan keagamaan yang sejuk aman dan damai karena di antara kita sebagai sesama muslim ada rasa toleransi dan saling pengertian yang tinggi," sambung Anwar.

Anwar menilai Pemprov Aceh seharusnya menghargai perbedaan pendapat keagamaan. Hal itu juga, kata Anwar, yang selalu dilakukan oleh Imam Syafi'i.

"Imam Syafi'i seperti kita ketahui adalah seorang ulama dan imam mazhab yang sangat menghargai perbedaan pendapat. Apalagi perbedaan tersebut dalam hal-hal yang bersifat furu'iyah (cabang) atau dalam masalah-maslah yang memang berpotensi dan memungkinkan bagi terjadinya ikhtilaf atau perbedaan pendapat (majalul ikhtilaf)," ujar Anwar.

Menurut Anwar, toleransi harus diutamakan dalam masalah perbedaan pendapat. Namun, jika dalam persoalan pokok agama, umat Islam harus bersikap tegas.

"Dalam masalah yang masuk ke dalam ranah majalul ikhtilaf ini kita hendaknya benar-benar mengedepankan toleransi dan saling menghargai, kecuali kalau masalah-masalah yang kita hadapi itu bersifat ushuliyah (pokok) tentu saja kita dituntut untuk bersikap tegas karena kalau tidak maka tentu eksistensi dari agama Islam itu sendiri akan terancam dan bermasalah," tutur dia.

Diketahui, surat edaran larangan pengajian selain mazhab Syafi'i itu bernomor 450/21770 dan diteken Plt Gubernur Nova Iriansyah pada Jumat 13 Desember lalu. Surat edaran tersebut ditujukan kepada seluruh instansi pemerintah yang memfasilitasi pengajian di musala kantor.

Pada surat edaran yang memuat beberapa poin tersebut bertuliskan tentang 'larangan mengadakan pengajian selain dari I'tiqad Ahlusunah Waljamaah yang bersumber hukum mazhab Syafi'iyah'. Larangan pengajian itu tertuang dalam poin keempat yang berbunyi:

"Kami melarang untuk diadakan pengajian/kajian selain dari I'tiqad Ahlusunah Waljamaah dan selain dari Mazhab Syafi'iyah dan kepada penyelenggara untuk berkonsultasi dengan MPU Aceh serta kepada para Kepala SKPA dan para Bupati/Walikota untuk selalu mengawasi,mengevaluasi dan mendata kembali nama-nama penceramah/pengisi pengajian/kajian di instansi masing-masing,".

Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Muhammad Iswanto, mengatakan, surat edaran tersebut ditujukan kepada semua instansi pemerintah yang memfasilitasi pengajian/kajian di musala komplek instansi pemerintah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Hal itu supaya tidak mengganggu karyawan/karyawati dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

"Tujuan mengeluarkan surat edaran tersebut juga untuk menyikapi perkembangan terakhir dari pengajian/kajian yang dilaksanakan di musala instansi pemerintah yang menimbulkan gesekan dan memicu kepada retaknya ukhuwah dan persaudaraan," kata Iswanto saat dikonfirmasi detikcom, Senin (30/12/2019).

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda