kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Menkominfo Dukung Pembuatan Pedoman Interpretasi UU ITE

Menkominfo Dukung Pembuatan Pedoman Interpretasi UU ITE

Rabu, 17 Februari 2021 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +


[Foto: Raka Denny/ Jawapos]

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate mendukung pembuatan pedoman interpretasi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Pembuatan pedoman interpretasi ini akan dilakukan oleh lembaga yudikatif serta Kementerian/Lembaga terkait.

Pedoman ini dibuat untuk memperjelas penafsiran atas beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atasUndang-UndangNomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Kominfo mendukung Mahkamah Agung, Kepolisian, Kejaksaan, dan Kementerian/Lembaga terkait dalam membuat pedoman intepretasi resmi terhadap UU ITE agar lebih jelas dalam penafsiran," tegasnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (16/02).

Menurut Menteri Kominfo, UU ITE memiliki semangat untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, bahkan produktif.

"Semangat UU ITE sebetulnya adalah untuk menjaga ruang digital Indonesia agar bersih, sehat, beretika, dan bisa dimanfaatkan secara produktif," tandasnya.

Oleh karena itu, Menteri Johnny menegaskan Pemerintah senantiasa berupaya agar pelaksanaan UU ITE menerapkan prinsip keadilan.

"Pemerintah akan secara lebih selektif menyikapi dan menerima pelaporan pelanggaran UU ITE dan pasal-pasal yang bisa menimbulkan multitafsir diterjemahkan secara hati-hati," tegasnya.

Pasal karet sudah uji materi

Lebih lanjut, Plate menyebut beberapa pasal dalam UU ITE yang kerap dianggap pasal karet sudah mengalami uji materiil ke Mahkamah Konstitusi. Hasil proses itu tetap menyatakan bahwa pengaturan dalam UU ITE sudah konstitusional.

"Perlu dicatat bahwa Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) UU ITE, yang kerap kali dianggap sebagai "Pasal Karet", telah beberapa kali diajukan uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK) serta selalu dinyatakan konstitusional," jelasnya.

Sebagai wujud penyusunan perundangan yang dilakukan Pemerintah dan DPR RI, Menteri Johnny menjelaskan UU ITE merupakan hasil kajian dari norma-norma peraturan perundang-undangan lain yang berlaku saat ini.

"Misalnya ketentuan dalam KUHP yang berhubungan dengan pasal 28 ayat 2 UU ITE, serta praktik baik negara-negara lain untuk menjaga ruang digital yang aman dan produktif," tuturnya.

Soal revisi UU ITE

Menteri Kominfo juga menegaskan Pemerintah bersama DPR RI telah melakukan revisi terhadap UU ITE di tahun 2016 merujuk pada beberapa putusan MK.

"Upaya-upaya di atas terus dilakukan dan dioptimalkan oleh Pemerintah. Namun, jika dalam perjalanannya tetap tidak dapat memberikan rasa keadilan, maka kemungkinan revisi UU ITE juga terbuka, kami mendukung sesuai arahan Bapak Presiden," ungkapnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memberikan arahan kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk meningkatkan pengawasan agar implementasi terhadap penegakan UU ITE tersebut dapat berjalan secara konsisten, akuntabel, dan menjamin rasa keadilan di masyarakat.

Jokowi pun meminta untuk melakukan revisi UU ITE jika UU itu dirasa belum dapat memberikan rasa keadilan.

"Terutama menghapus pasal-pasal karet yang penafsirannya bisa berbeda-beda yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," ucapnya, Senin (15/2).

Presiden menegaskan akan meminta kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk bersama merevisi Undang-Undang ITE sehingga dapat menjamin rasa keadilan di masyarakat. [CNN Indonesia]


Keyword:


Editor :
Fira

riset-JSI
Komentar Anda