kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Mengejar Pelaku Penyebar Konten Mesum dengan Digital Forensik

Mengejar Pelaku Penyebar Konten Mesum dengan Digital Forensik

Minggu, 08 November 2020 21:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi [Dok. BahasanID]

DIALEKSIS.COM | Jakarta - Pada setiap video atau foto kontroversial yang viral di dunia maya, pihak Kepolisian kerap melakukan digital forensikuntuk mencari pelaku yang menyebarkan konten tersebut. Teknik ini pun bisa diadopsi saat tim siber ingin mengungkap kasus beredarnya video mesum mirip penyanyi dan artis ternama yang belakangan beredar. 

Sebenarnya apa itu digital forensik? Apakah sama dengan forensik dengan peristiwa pembunuhan?

Pengamat teknologi informasi dan keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, menjelaskan, digital forensik sebenarnya lebih banyak digunakan untuk melakukan forensik pada perangkat komputer. Mengumpulkan dan menganalisa data yang tersimpan pada perangkat dan file digital dilakukan guna mendapatkan fakta yang terkait dengan sebuah data, seperti konten video maupun foto.

"Kalau misalnya pihak berwenang ingin mengetahui siapa yang menyebarkan suatu konten asusila, mereka tentunya melacak dulu siapa yang pertama kali menyebarkan video asusila tersebut," jelas Alfons, melansir SINDOnews, Minggu (8/11/2020).

Namun, pencarian tak semudah itu saja. Pihak berwenang harus berkoordinasi dengan penyedia layanan tempat konten tersebut disebarkan. Misalnya di sosial media atau platform kirim pesan.

Kemudian, sambung Alfons, berdasarkan data tersebut bisa diketahui identitas perangkat penyebar konten. Lalu perangkat yang mengirimkan konten juga dianalisa untuk memastikan kalau memang konten disebarkan dari akun atau perangkat tersebut.

"Bisa juga melakukan analisa file digital yang bersangkutan, di mana dalam file-file digital seperti foto atau video, tersimpan banyak informasi pendukung mengenai data tersebut," tambah Alfons.

Selanjutnya, jika informasi-informasi pendukung tersebut dianggap relevan dapat digunakan untuk memberikan fakta tambahan atas data digital tersebut. Keefektifan digital forensik dalam melakukan tugasnya tergantung dari data digital yang dihimpun, dan bagaimana data diolah dan digunakan.

Alfons menjelaskan, digital forensik tak bisa memastikan orang yang muncul di konten tersebut. Sebab, saat ini banyak teknologi yang bisa memalsukan konten, seperti Deep Fake yang mampu mengubah mimik, gerak bibir, dan kata-kata di video, sehingga melenceng jauh dari konten aslinya.

Lalu ada cara untuk menganalisa baju atau gorden yang sama, dan seterusnya. Secara teknis, mungkin saja ini milik yang bersangkutan. Tetapi bukan menjadi jaminan. Sebab barang-barang seperti baju, gorden, dan lainnya, bisa disamakan.

"Baju dan gorden bisa di beli. Kecuali tidak ada duanya," imbuhnya.Barang-barang di sekitar itu sama seperti bukti spesifik, seperti tato dan tanda lahir. Namun, itupun harus dipastikan bahwa memang asli dan bukan hasil manipulasi digital. "Untuk hal ini sebaiknya diserahkan ke pihak berwenang," katanya mengajak netizen tidak tidak berpolemik. (SINDOnews)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda