Mahasiswa Papua di Bandung Gelar Aksi Referendum
Font: Ukuran: - +
Mahasiswa Papua melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Senin, 2 September 2019. Dalam aksi tersebut, mereka menuntut pemerintah mengusut tuntas kasus penangkapan mahasiswa Papua di Jawa Timur. TEMPO/Prima Mulia
DIALEKSIS.COM | Bandung - Sejumlah mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme, dan Militerisme kembali menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (2/9). Dalam tuntutannya, mereka meminta agar referendum dilakukan di Papua.
Unjuk rasa tersebut dimulai dari pukul 12.00 WIB. Sebelumnya, para demonstran melakukan longmarch dari asrama Papua di Jalan Cimandiri menuju Gedung Sate. Terlihat mahasiswa membawa sejumlah poster dan spanduk berisi berbagai protes. Tampak juga mahasiswa Papua membawa sejumlah atribut Bintang Kejora serta mewarnai wajah dan badan mereka dengan gambar Bintang Kejora.
Sesampainya di depan halaman Gedung Sate, mereka langsung menyuarakan ketidakadilan yang dirasakan selama ini. Mulai dari masalah isu diskriminasi dan rasisme, hingga masalah pelanggaran HAM yang terjadi di tanah Cendrawasih.
Para mahasiswa Papua juga membentangkan spanduk besar bertuliskan Referendum. Mereka tampak mengepalkan tangan sambil menyanyikan lagu "Papua Bukan Merah Putih". Sesekali meneriakkan "Free West Papua".
Juru bicara aliansi tersebut, Fernando Robi mengatakan, insiden rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya beberapa waktu lalu, menjadi pemantik kemarahan rakyat Papua sehingga aksi unjuk rasa menjalar ke berbagai daerah, termasuk di Bandung.
"Rasialisme terhadap rakyat Papua berakar pada kepentingan kolonialisme untuk menghancurkan karakter dan kepribadian orang Papua demi melapangkan eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran," kata Robi.
"Pada akhirnya, berbicara menolak rasisme terhadap rakyat West Papua tanpa berbicara melawan kolonialisme dan perjuangan hak menentukan nasib diri sendiri hanya menepuk ruang kosong. Sebab akar pembiaran praktik rasialisme itu terhadap rakyat Papua yaitu praktik kolonialisme itu sendiri," tambah Robi.
Dalam unjuk rasa tersebut, mahasiswa Papua juga menyatakan 23 poin pernyataan sikap. Di antaranya, meminta agar pemerintah menyelesaikan masalah rasisme yang terjadi di Surabaya, meminta agar Pemerintah Indonesia memberikan hak penentuan nasib sendiri untuk mengakhiri rasisme dan penjajahan di West Papua.
Selain itu, mereka juga meminta agar aparat segera membebaskan delapan aktivis pro demokrasi yang ditangkap pada pekan kemarin. Mereka ialah Carles Kossay, Dano Tabuni, Ambrosius Mulait, Isai Wenda, Naliana Wasiangge, Ariana Lokbere, Norince Kogoya dan Surya Anta.
Sementara itu, di tempat yang sama elemen masyarakat di Jawa Barat juga turut aksi solidaritas untuk Papua. Aksi tersebut dilakukan massa dari Forum Masyarakat Jabar dan Papua untuk NKRI (Formas Japri).
Dalam aksinya, mereka menuntut agar menghentikan segala bentuk kekerasan dari Sabang sampai Merauke, khususnya di tanah Papua. Terlebih Papua adalah bagian dari NKRI yang sudah menjadi harga mati.
Meski dalam lokasi yang sama dengan aspirasi yang kontras, tidak ada gesekan saat kedua massa aksi menyampaikan aspirasi. Kelompok mahasiswa Papua membubarkan diri sekitar pukul 15.00 WIB atau lebih dulu dibanding Formas Japri. (im/CNNIndonesia)