Mahasiswa Fisip Unila Meninggal Saat Ikuti Diksar Mapala
Font: Ukuran: - +
Keluarga dan warga di rumah duka Aga Trias Tahta, mahasiswa Unila yang tewas saat diksar mapala (Foto: Dok. Polda Lampung)
DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Seorang mahasiswa kembali tewas saat 'dididik' sang senior. Adalah Aga Trias Tahta (19) mahasiswa FISIP Universitas Lampung (Unila) yang tewas saat mengikuti pendidikan dasar (diksar) UKM mahasiswa pencinta alam (mapala) Cakrawala Fisip Unila.
Peristiwa tragis itu terjadi pada 29 September 2019 lalu. Aga dinyatakan tewas setelah dilarikan ke RS Budi Waras usai mengikuti diksar mapala yang digelar pada 25-29 September 2019. Keluarga pun langsung melaporkan kejadian itu ke polisi.
"Benar telah meninggal mahasiswa Unila bernama Aga Trias Tahta, 19 tahun, mahasiswa FISIP Universitas Lampung (Unila). Polres Pesawaran menerima laporan dari kakak kandung korban bernama C Geni Dewantara, 27 tahun, swasta. Ada beberapa pasal yang dilaporkan, baik itu 170 kemudian subsider 359, dan juga UU tentang perlindungan anak," kata Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad saat dihubungi, Minggu (6/10/2019).
Pasal yang dilaporkan keluarga Aga adalah soal pengeroyokan dan penganiayaan. Pasal 170 KUHP berbunyi bahwa setiap pelaku yang melakukan perbuatan tindak pidana pengeroyokan secara terang-terangan diancam pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan. Sedangkan Pasal 359 berbunyi barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
Pandra kemudian menjelaskan perihal diksar maut yang diikuti oleh Aga. Diksar yang digelar di kawasan Turbin Dusun Cikoak, Desa Tanjung Agung, Teluk Pandan, Kabupaten Pesawaran itu dilakukan dalam rangka peningkatan fisik. Para senior di UKM Cakrawala lah yang bertindak sebagai pelatih peningkatan fisik tersebut.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh dalam penyelidikan, Aga sempat terjatuh ke dalam jurang sedalam 15 m pada tanggal 25 September 2019. Kejamnya, sang senior disebut tetap meminta Aga untuk melanjutkan kegiatan diksar. Hingga akhirnya pada tanggal 29 September 2019, Aga mengeluh sakit dan meninggal saat dibawa ke RS.
"Saudara Aga Trias Tahta masih diminta mengikuti kegiatan diksar sampai dengan hari Minggu tanggal 29 September 2019 sekira jam 10.00 WIB, dan mengeluhkan sakit sehingga dibawa ke RS Bumi Waras, sebelum sampai di RS tersebut Saudara Aga Trias Tahta meninggal dunia," kata Pandra.
Keluarga korban sendiri baru mengetahui tewasnya Aga setelah diberi tahu pihak rumah sakit. Meski merasa ada yang salah dengan kematian Aga, pihak keluarga menolak jenazah remaja berusia 19 tahun itu untuk diautopsi. Namun, dari visum luar, ditemukan lebam pada tubuh Aga.
"(Tapi) Saya belum bisa mengatakan (ada tindakan kekerasan), karena kan penyidikan tengah berjalan. Hanya terjadi livor mortis. Lebam mayat. Adanya lebam mayat. Apakah penyebabnya seperti apa, hanya yang diketahui dari livor mortis pemeriksaan luar itu ada lebam mayat. Lebam mayatnya hanya sampai luar aja," tuturnya.
"Nah tentu sekarang kita minta pemeriksaan oleh kepolisian itu secara bottom up. Dari pihak keluarga korban, kita lihat dulu mungkin korban ada riwayat medis, ada kelemahan atau penyakit yang lain. Termasuk saksi yang lain," imbuh Pandra. (im/detik)