Lagi, ABK Indonesia Meninggal di Kapal Cina
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Seorang ABK Indonesia berinisial ES yang bekerja di kapal berbendera Cina meninggal setelah mengalami kecelakaan kerja.
ES dan rekannya Ha yang menderita hernia, bekerja sebagai ABK kapal ikan milik Xianggang Xinhai Shipping Co. Ltd. Namun, karena kondisi kesehatan memburuk, keduanya kemudian dipindahkan ke kapal Chad 3 milik perusahaan Pakistan saat berada di perairan Somalia.
Dikutip dari rilis Kementerian Luar Negeri pada Sabtu (23/5/2020), saat tiba di Pelabuhan Karachi, Pakistan, KJRI Karachi telah menghubungi kedua awak kapal WNI tersebut. Dokter telah memeriksa kondisi keduanya di atas kapal.
Sementara KJRI berkoordinasi dengan otoritas setempat agar keduanya dapat turun ke darat melalui mekanisme visa on arrival mengingat Pakistan saat ini masih memberlakukan aturan penguncian akibat Covid-19.
Pada 22 Mei 2020, kondisi ES memburuk. Pejabat Fungsi Konsuler KJRI Karachi kemudian berkoordinasi dengan otoritas setempat agar segera menjemput dan membawa ABK ini ke rumah sakit setempat. Namun, malam harinya sekitar pukul 22.00 waktu setempat, ES dinyatakan meninggal di RS Zaenuddin Karachi.
Kementerian Luar Negeri telah menghubungi keluarga ES di Indonesia dan menyampaikan bela sungkawa serta penjelasan dan rencana lanjut sehubungan proses pemulangan jenazah.
Saat ini, Kementerian Luar Negeri tengah berupaya menangani pemulangan jenazah ES dari Pakistan sesuai permintaan keluarga. Selain itu, Kementerian juga berupaya memenuhi hak-hak ketenagakerjaan ES dan menyelidiki lebih lanjut kasus ini.
ES dan Ha diberangkatkan ke luar negeri oleh PT Mandiri Tunggal Bahari (MTB), yang dua pimpinannya telah ditetapkan Polda Jateng sebagai tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang terhadap di kapal Lu Qing Yuan Yu 623.
Satu ABK Indonesia bernama Herdianto diduga meninggal karena lumpuh akibat tindakan penganiayaan dan perbudakan di atas kapal tersebut. Jenazah Herdianto kemudian dilarung di perairan Somalia pada 23 Januari 2020. PT MTB tidak memiliki izin penempatan awak kapal baik dari Kementerian Perhubungan maupun Kementerian Tenaga Kerja. (ANTARA/TEMPO)