Korupsi Tukin Kementerian ESDM, KPK Ulik Duit yang Seharusnya Masuk ke Tersangka
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengulik besaran tunjangan kinerja (tukin) yang seharusnya diterima para tersangka dugaan korupsi penyaluran tukin di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Informasi itu diulik dengan memeriksa PNS di Kementerian ESDM Richa Dameria.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan penghitungan besaran uang tukin yang diterima tersangka PAG (Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso) dan kawan-kawan," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Kamis (20/7/2023).
Ali enggan memerinci total uang yang seharusnya diterima oleh para tersangka. Penyidik mengaitkannya dengan dana yang diterima mereka semua tiap bulannya.
KPK juga mendalami aliran duit haram yang masuk kepada para tersangka. Informasi itu dibeberkan oleh Housekeeping di Kementerian ESDM Syahrul Ramadhan.
"Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain dugaan aliran uang tersangka PAG," ucap Ali.
Total, ada sepuluh orang tersangka di dalam kasus ini. Mereka yakni Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, pejabat pembuat komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, staf PPK Lernhard Febrian Sirait, dan Bendahara Pengeluaran Abdullah.
Tersangka lainnya yakni Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, PPABP Rokhmat Annashikhah, Operator SPM Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, PPK Haryat Prasetyo, dan pelaksana verifikasi dan perekaman akuntansi Maria Febri Valentine.
Dalam perkara ini, Priyono diduga menerima Rp4,75 miliar. Novian mengantongi Rp1 miliar. Lalu, Lernhard menerima Rp10,8 miliar.
Kemudian Abdullah menerima Rp350 juta, Christa menerima Rp2,5 miliar, Haryat menerima Rp1,4 miliar, dan Beni menerima Rp4,1 miliar.
Kemudian, Hendi menerima Rp1,4 miliar, Rakhmat menerima Rp1,6 miliar, dan Maria menerima Rp900 juta. Uang itu dipakai untuk berbagai kebutuhan.
Sebagian uangnya diberikan ke pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebesar Rp1,03 miliar. Sebagian juga dipakai untuk operasional keperluan kantor.
Para tersangka juga menggunakan uang haram itu untuk kerja sama umroh, sumbangan nikah, THR, pengobatan,pembelian aset berupa tanah, rumah, indoor volley, mess atlit, kendaraan, dan logam mulia.
Para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.