DIALEKSIS.COM | Jakarta - Dirgakkum Korlantas Polri Brigjen Pol Faizal menegaskan kebijakan Kakorlantas terkait pembekuan sementara penggunaan sirine dan rotator, bukan penghentian pengawalan. Menurutnya, pengawalan tetap dilakukan pada situasi mendesak dan kegiatan resmi yang diatur undang-undang.
Ia mencontohkan pengawalan tetap diberikan untuk kegiatan berskala besar maupun kunjungan tamu negara.
“Misalnya KTT internasional di Bali atau tamu negara asing di Jakarta, itu harus tetap dilakukan karena diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 134. Hanya saja kita batasi, kita kurangi, bahkan kalau perlu tanpa menggunakan sirine atau rotator,” tegasnya.
Brigjen Pol Faizal menambahkan, pengawalan kendaraan pribadi kini lebih selektif. Selain itu, Korlantas juga meminta anggota tidak menggunakan sirine atau rotator saat melintas di jam salat, acara kedukaan, maupun kegiatan keagamaan.
“Semaksimal mungkin gunakan public address di mobil atau motor untuk meminta jalan dengan sopan. Mohon maaf, kami minta waktu, kami minta jalan, itu lebih baik. Ini masukan yang bagus karena masyarakat masih sangat peduli dan cinta kepada kepolisian,” tuturnya.
Terkait penggunaan lampu, Faizal menegaskan hal itu sudah jelas diatur dalam Pasal 59 ayat 5 UU Nomor 22 Tahun 2009.
“Lampu biru digunakan untuk kepolisian, lampu merah untuk damkar, ambulans, PMI, dan TNI. Sedangkan lampu kuning untuk petugas jalan tol, pekerja jalan, serta kendaraan truk besar atau pengangkut barang berbahaya. Artinya, hanya tiga kategori ini yang diatur dalam undang-undang,” pungkasnya.