Beranda / Berita / Nasional / Kiat Naikkan Harga CPO Versi Pengusaha, Hapus Pajak Ekspor Saja Dinilai Tak Cukup

Kiat Naikkan Harga CPO Versi Pengusaha, Hapus Pajak Ekspor Saja Dinilai Tak Cukup

Minggu, 17 Juli 2022 14:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Petani mengumpulkan buah sawit di perkebunan kelapa sawit di Bogor, Jawa Barat. [Foto ilustrasi: BeritaSatu Photo/Mohammad Defrizal]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengatakan penghapusan sementara tarif pungutan ekspor crude palm oil (CPO) dan produk turunannya tidak akan cukup menaikan harga Tandan Buah Segar (TBS) atau harga TBS selama keran ekspor masih macet. 

Dari laporan statistik sawit Indonesia yang dikeluarkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), tercatat posisi stok CPO nasional per awal Juli 2022 sudah berlebih atau 7,1 juta ton.

“Angka ini mencapai di ambang batas yang tak bisa bergerak, overstock, mencapai 7,1 juta ton. Ini harus segera dikeluarkan,” kata Sahat Sinaga saat dihubungi, Sabtu, 16 Juli 2022.

Dengan skema Domestik Market Obligation (DMO) dan Persetujuan Ekspor (PE), ia memperkitakan volume ekspor CPO pada Juli dan Agustus hanya bisa tercapai di angka 1,89 juta ton dan 1,9 juta ton.

“Artinya, stok yang 7,1 juta ton di awal Juli 2022 ini, dalam 2 bulan ini baru bisa berkurang ke level 3,31 juta ton di akhir Agustus 2022,” katanya.

Di sisi lain, puncak produksi kebun sawit mulai pada Juli-Desember 2022, yang diperkirakan akan menghasilkan sekitar 4,49 juta ton yang terdiri atas CPO dan CPKO per bulan.

Oleh sebab itu, Sahat menyarankan empat langkah agar harga TBS bisa naik ke Rp 1.600 per kilogram sesuai rekomendasi Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan harga minyak goreng dalam negeri tetap terjaga.

Pertama, relaksasi ekspor untuk tiga bulan ke depan (Agustus, September dan Oktober) agar volume expor minyak sawit bisa mencapai 2,9 juta ton, minimal mulai Agustus. Selain itu, model DMO untuk sementara dibatalkan bila harga CPO di pasar lokal masih berada di bawah Rp 9.500 per kilogramtanpa pengenaan Pajak Pertamhan Nilai (PPN). Menurut dia, hal tersebut bakal memberikan jaminan harga minyak goreng curah lokal bisa di level Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter.

Kedua, tarif potongan BPDPKS di level 0 persen mulai 15 Juli 2022 agar diperpanjang ke bulan Oktober 2022. Selain itu bea keluar juga diberi relaksasi dengan diskon dari posisi sekarang sebesar 25 persen mulai Agustus sampai Oktober 2022.

Ketiga, pemerintah tetap konsisten mengembangkan program minyak curah kemasan "MinyaKita" dan mempromosikannya dengan branding product yang higienis. Selain itu, kepemilikan merek dagang itu diserahkan ke operator distribusi milik pemerintah, Bulog dan ID Food yang dibagi 50:50.

Keempat, berbagai pihak harus saling gotong-royong menjaga keterjangkauan harga minyak goreng untuk masyarakat sesuai arahan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, yakni menjadikan harga MinyaKita menarik bagi masyarakat luas. Oleh karena itu, pemerintah perlu mendorong penuh selama periode waktu tertentu. Salah satunya dengan membuat harga MinyaKita Rp 13.000 per liter atau harga di bawah harga minyak curah.

“Pemerintah juga perlu mengenalkan MinyaKita sebagai produk higienis dan endorsemnet ke masyarakat luas dengan cara memberikan PPN-DTP 0 persen (pajak ditanggung pemerintah) selama 1,5 tahun dari Agustus 2022-Desember 2023),” kata Sahat.

Dengan empat langkah tersebut, Sahat yakin harga TBS petani bisa segera meningkat ke level Rp 1.600 per kilogram, tangki-tangki yang berisi CPO tak lagi penuh, serta volume ekspor tinggi sekaligus memberikan perolehan devisa yang besar.

Kementerian Keuangan baru saja menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115 Tahun 2022 yang mengatur perubahan tarif pungutan ekspor terhadap seluruh produk kelapa sawit dan turunannya. Pemerintah menggratiskan pungutan tersebut hingga akhir Agustus.

"Sampai 31 Agustus 2022, tarif pungutan ekspor produk sawit dan turunannya, seperti tandan buah segar, biji sawit, minyak sawit mentah (CPO), used cooking oil, dan sebagainya ditetapkan nol rupiah," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Nusa Dua, Bali, Sabtu 16 Juli 2022.

Tarif pungutan ekspor maksimum untuk minyak sawit mentah adalah US$ 200 per ton dan bea keluar (BK) US$ 288 per ton seperti tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 98/PMK.010/2022. Peraturan tersebut berlaku efektif hingga 31 Juli. Tetapi, ketetapan tersebut tidak berlaku bagi produsen sawit yang tidak mengikuti DMO.

Sri Mulyani mengatakan aturan pungutan ekspor 0 persen ini dikeluarkan sebagai respons atas situasi industri kelapa sawit di dalam negeri. Meski demikian, pembebasan pungutan ekspor produk sawit dan turunannya ini tidak berlaku permanen.

Setelah 31 Agustus 2022 atau 1 September 2022, pemerintah memberlakukan skema tarif progresif untuk tarif pungutan ekspor produk sawit dan turunannya. Artinya, kata Sri Mulyani, jika harga CPO global turun, tarif pungutan ekspor juga akan turun dan murah. "Sebaliknya, kalau harga CPO global naik, tarif pungutan ekspor ikut naik."

Dana yang terkumpul dari pungutan ekspor ini, kata Sri Mulyani, akan dikumpulkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).(Tempo)

Keyword:


Editor :
Akhyar

riset-JSI
Komentar Anda