kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Ketua KPI Minta Stasiun Televisi Berhenti Menyensor Tayangan Kartun

Ketua KPI Minta Stasiun Televisi Berhenti Menyensor Tayangan Kartun

Jum`at, 10 September 2021 13:30 WIB

Font: Ukuran: - +


Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio. [Foto: Ist]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Agung Suprio meminta stasiun televisi agar berhenti menyensor tayangan film kartun dan apa adanya. Hal itu disampaikan dalam Podcast Deddy Corbuzier.

“Gue meminta di forum ini kepada semua industri penyiaran televisi untuk tidak memblur kartun, menyensor kartun, tampilkan apa adanya,” ujar Agung saat menjadi tamu di acara podcast Deddy Corbuzier.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Agung Suprio. [Foto: Tangkapan Layar/YT Deddy Corbuzier]

Diketahui bersama selama ini beberapa tayangan film kartun di televisi, sering ada penyensoran. Ketua KPI, Agung mencontohkan karakter Sizuka dalam serial Doraemon, "Disensor karena menggunakan bikini, Gue kaget banget. Itu bukan KPI,” ujar Agung dengan tegas.

Deddy kemudian berpendapat mungkin saja televisinya takut akan mendapat teguran. Agung membenarkan hal tersebut, "Tapi setiap tahun ada pelatihan mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Pihak televisi biasanya mengirim karyawannya untuk mengikuti pelatihan ini dan menjadi paham aturannya sebelum melakukan editing," ucapnya.

Lanjut lagi, “Jadi ada kemandegan di tivi, di dalam forum ini supaya mereka mendengar melihat dan kemudian mengubah tidak lagi mengeblur kartun," pintanya dalam Podcast Deddy Corbuzier.

Ia melihat, bahwa kartun-kartun itu produk lama, kemudian didaur ulang dan dikasih lihat kepada KPI.

"Jengkel juga gue lama-lama,” kata Agung.

Sementara untuk tayangan sinetron atau film, Agung menjelaskan, semua sensor diserahkan kepada Lembaga Sensor Film (LSF). KPI, menurut Agung akan bekerja setelah pascatayang dengan dua cara, yaitu: 

“Pertama, sumber pengaduan, masyarakat mengadu, wajib eksekusi, merespons. kedua, pantauan kita, secara manual, mereka mantau 24 jam, melanggar P3SPS atau enggak,” kata Agung menjelaskan.

Dalam hal ini, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) memang telah mengeluarkan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) pada 2012 yang mengatur apa saja yang boleh dan tidak boleh ditayangkan lembaga penyiaran, seperti larangan penayangan adegan kekerasan dan pornografi. 

Dan Pasal 18 (h) SPS memang melarang tayangan yang mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu, seperti paha, bokong, dan payudara, secara close-up dan/atau medium shot.

"Tapi, perlu diingat, pasal ini berada pada bab mengenai pelarangan dan pembatasan seksualitas. Pada bab yang sama disebutkan pelarangan tayangan adegan ciuman bibir, ketelanjangan, dan kekerasan seksual. Dengan demikian, jelas yang dimaksudkan pasal-pasal ini adalah larangan terhadap tayangan yang mengarah pada pornografi, bukan semua jenis tayangan," tegas Agung.

Sementara itu, Agung mengatakan, beberapa stasiun televisi dan Badan Sensor Film (BSF) menafsirkan pasal ini terlalu jauh. "Misalnya, asal terlihat dada perempuan, langsung disensor. Yang lebih menggelikan adalah penyensoran berlanjut ke film kartun. Beberapa adegan dalam film SpongeBob SquarePants dan Doraemon, misalnya, juga diblur," pungkasnya. (TEMPO)

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda