Beranda / Berita / Nasional / Kemenkeu Kasus Corona Masih Jadi Risiko Bagi APBN 2021

Kemenkeu Kasus Corona Masih Jadi Risiko Bagi APBN 2021

Selasa, 13 Oktober 2020 21:15 WIB

Font: Ukuran: - +

Ilustrasi: Edi Wahyono


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Kementerian Keuangan mengungkapkan pelaksanaan APBN 2021 masih dibayangi sejumlah tantangan, baik dari global maupun domestik.

Kepala Pusat Kebijakan APBN BKF Kemenkeu Ubaidi S Hamidi mengatakan pandemi covid-19 akan menjadi faktor risiko terbesar di dalam pelaksanaan APBN pada masa itu. Alasannya, kasus covid-19 masih terus menyebar, baik pada tataran global maupun di dalam negeri.

"Vaksin saat ini juga sedang dikembangkan secara global, namun tetap hati-hati dengan kompleksitas prosesnya. Maka, kemudian risiko terhadap ekonomi masih tetap tinggi karena memang sampai saat ini kita masih diliputi dengan ketidakpastian," ujarnya dalam Bincang APBN 2021, Selasa (13/10).

Ia menambahkan kelanjutan penyebaran covid-19 akan menjadi tantangan terutama dari sisi pendapatan negara, utamanya dari sisi penerimaan perpajakan. Selama 2020, penerimaan perpajakan turun karena aktivitas bisnis lesu terkena dampak pandemi.

Di situasi itu, pemerintah harus merogoh kocek dalam untuk memberikan insentif perpajakan kepada dunia usaha supaya bisa bertahan hidup.

"Jadi, memang tekanan di sisi perpajakan itu bisa menjadi dua hal terutama dari kondisi perekonomian. Dan yang kedua adalah dari sisi tanggung jawab untuk memberikan fiskal kepada stimulus perekonomian," tuturnya.

Tahun depan, pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp1.743,65 triliun. Angka itu terdiri dari penerimaan perpajakan senilai Rp1.444,54 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp298,20 triliun, dan penerimaan hibah Rp900 miliar.

Tak hanya dari sisi penerimaan negara, ia menuturkan jika perdagangan internasional juga masih akan bergantung pada kondisi pandemi covid-19 di level global. Kondisi ini akan menjadi tantangan bagi Indonesia terutama dari sisi ekspor dan impor.

Namun, di samping sejumlah tantangan tersebut, pihaknya mencium ada optimisme ekonomi tahun depan mulai pulih. Itu didasarkan pada beberapa hal.

Pertama, pemulihan kondisi ekonomi yang sudah mulai terlihat sejak semester II 2020. Harapannya, pemulihan ekonomi masih berlanjut di 2021 didukung dengan sejumlah pemberian stimulus dan pembukaan aktivitas ekonomi secara bertahap.

"Kami berharap bahwa dukungan stimulus yang kami laksanakan di 2020 dan berlanjut di 2021 itu akan memberikan ekspektasi yang cukup besar untuk recovery," tuturnya.

Kedua, tingkat inflasi yang diperkirakan tetap terjaga sehingga membantu mendorong daya beli masyarakat. Ketiga, harga komoditas berada dalam tren meningkat, sehingga mendorong kinerja sejumlah sektor.

Keempat, pasar keuangan membaik secara bertahap. Kelima, kebijakan ekonomi global diperkirakan masih akomodatif baik fiskal maupun moneter terutama untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi.

"Jadi dengan optimisme yang ada kami berharap akan ada rebound, namun kami juga berhati-hati dengan beberapa risiko yang tadi saya sebutkan," katanya.

Tahun depan, pertumbuhan ekonomi ditargetkan sebesar 5 persen. Selanjutnya, tingkat inflasi ditetapkan sebesar 3 persen dan nilai tukar rupiah Rp14.600 per dolar Amerika Serikat (AS) [cnnindonesia].

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda