Jum`at, 04 Juli 2025
Beranda / Berita / Nasional / Konferensi Internasional ICON-DEMOST 2025: Menjawab Tantangan Demokrasi dan Pembangunan Berkelanjutan

Konferensi Internasional ICON-DEMOST 2025: Menjawab Tantangan Demokrasi dan Pembangunan Berkelanjutan

Kamis, 03 Juli 2025 14:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Pada hari Kamis (3/7/2025), telah dilaksanakan kegiatan 3rd International Conference on Democracy and Social Transformation (ICON-DEMOST) yang diselenggarakan oleh FISIP UIN Walisongo Semarang, bekerja sama dengan CPolSIS, JSW, dan JPW. [Foto: dok. FISIP UIN Walisongo]


DIALEKSIS.COM | Semarang - Pada hari Kamis (3/7/2025), telah dilaksanakan kegiatan 3rd International Conference on Democracy and Social Transformation (ICON-DEMOST) yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UIN Walisongo Semarang, bekerja sama dengan Center for Political and Social Studies (CPolSIS), Jurnal Sosiologi Walisongo (JSW), dan Jurnal Politik Walisongo (JPW). 

Konferensi Internasional ini berlangsung secara luring (on-site) di Ruang Teatrikal, Gedung Kyai Saleh Darat (Rektorat) Lantai 4, Kampus III UIN Walisongo Semarang, mulai pukul 07.30 hingga 15.45 WIB.

Tema yang diangkat dalam konferensi internasional ini adalah “Rethingkin Democracy and Humanity Amidst the Discourse of Sustainable Development in Artificial Intelligence Era”, dengan menghadirkan lima narasumber dari dalam dan luar negeri, antara lain Prof. Petter Suwarno (Arizona State University, USA); Prof. Souad T. Ali (Arizona State University, USA); Prof. Edward Aspinall (Australian National University, Australia); Prof. Andy Fefta Wijaya (Universitas Brawijaya, Indonesia); dan Prof. Misbah Zulfa Elizabeth (UIN Walisongo Semarang, Indonesia).

Konferensi ini terbagi ke dalam beberapa subtema diskusi yang mencakup isu-isu tentang perkembangan demokrasi, perubahan sosial global, peran akademisi dalam penguatan tata kelola masyarakat, serta tantangan demokrasi kontemporer di era artificial intelligence (AI)

 Konferensi ini diikuti oleh dosen, mahasiswa, peneliti, dan praktisi dari berbagai instansi dalam dan luar negeri. Dalam sambutannya di sesi pembukaan, Dekan FISIP UIN Walisongo, Prof. Imam Yahya, menekankan pentingnya tema yang diangkat dalam konferensi ini.

Prof Imam menyampaikan bahwa tema rethingkin democracy and humanity sangat relevan dengan dinamika masyarakat saat ini. 

“Demokrasi bukan sekadar sistem pemerintahan, melainkan juga instrumen penting dalam mendorong perubahan sosial yang lebih adil dan inklusif. Saya berharap melalui forum ini, kita dapat bersama-sama merumuskan gagasan-gagasan strategis untuk menjawab tantangan global yang terus berkembang,” ujar Prof Imam.

Setelah sambutan dari Dekan FISIP, acara dilanjutkan dengan pembukaan resmi oleh Rektor UIN Walisongo, Prof. Nizar. 

Prof. Nizar mengapresiasi pelaksanaan konferensi internasional ini sebagai salah satu wujud komitmen kampus dalam memperkuat tradisi akademik dan menjalin jejaring global. Ia juga berharap agar konferensi ini dapat menghasilkan rekomendasi-rekomendasi penting yang bermanfaat tidak hanya bagi pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga bagi kemaslahatan masyarakat luas. 

“Semoga kegiatan ini melahirkan pemikiran yang bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan kesejahteraan masyarakat,” tutur Prof. Nizar.

Pada sesi pertama, Prof. Petter Suwarno mempresentasikan kajian mengenai wacana dan gerakan politik Islam di Indonesia. Dalam kesimpulannya, ia menyampaikan bahwa Political Islamic Discourses & Movements di Indonesia belum berhasil mewujudkan keadilan sosial-ekonomi bagi mayoritas umat Islam. Gerakan Islam dinilai seharusnya lebih diarahkan untuk memperjuangkan keadilan sosial, bukan hanya menekankan ekspresi politik. 

Ia juga menyoroti bagaimana pada masa Orde Baru muncul bentuk Islam konservatif tanpa diikuti transparansi dan akuntabilitas, serta penggunaan hukum penodaan agama untuk menekan kelompok Islamis. Walaupun secara sosial, budaya, dan agama umat Islam sangat menonjol, tetapi secara ekonomi mayoritas umat masih tertinggal, sehingga ini menjadi tantangan yang perlu mendapat perhatian serius.

Pada sesi berikutnya, Prof. Souad T. Ali memaparkan materi bertajuk “Empowering Women in the AI Era: Gender Equity and Sustainable Development.” Dalam presentasinya, beliau menyoroti pentingnya kesetaraan gender dalam pengembangan kecerdasan buatan, sekaligus bagaimana AI dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan. 

Prof. Souad menjelaskan, “Addressing the underrepresentation of women in AI research, leadership, and technical roles is crucial to unlock more ethical, unbiased, and innovative solutions.” Ia juga menekankan perlunya memanfaatkan AI dalam mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, pendidikan, kesehatan, dan kesenjangan, dengan memastikan partisipasi aktif perempuan agar tercipta solusi yang inklusif dan berkelanjutan. Seperti disampaikannya, “Leveraging AI to address global challenges, with women’s participation, ensures inclusive and sustainable solutions.” 

Prof. Souad mengajak para akademisi dan praktisi untuk bersama-sama membangun masa depan yang lebih inklusif, etis, dan inovatif yang melayani seluruh umat manusia serta menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan pembangunan berkelanjutan.

Pada sesi selanjutnya, Prof. Edward Aspinall memaparkan materi mengenai “Democratic Backsliding in Indonesia.” Ia menjelaskan bahwa dalam satu dekade terakhir, para peneliti dan pengamat politik telah mencatat adanya penurunan kualitas demokrasi di Indonesia. 

“This decline is widely acknowledged by civil society actors, intellectuals, and even elite politicians within Indonesia,” ujar Prof. Aspinall. 

Ia juga menegaskan bahwa fenomena kemunduran demokrasi ini dapat dilihat pada berbagai indeks demokrasi internasional, yang menunjukkan tren menurun dalam beberapa aspek fundamental kebebasan dan keadilan di Indonesia. Paparan Prof. Aspinall ini mendorong para peserta untuk lebih kritis sekaligus reflektif dalam memandang dinamika demokrasi nasional, serta pentingnya memperkuat kapasitas masyarakat sipil agar kualitas demokrasi tidak terus merosot.

Pada sesi selanjutnya, Prof. Andy Fefta Wijaya memaparkan materi mengenai pentingnya reformasi kebijakan yang inklusif dalam tata kelola pemerintahan demokratis.

"Inclusive policy reform means providing equal access to opportunities and resources for people who might otherwise be excluded or marginalized, such as those with physical or mental disabilities and members of other minority groups.” jelasnya.

Prof. Andy juga menekankan peran strategis kebijakan publik yang harus mampu mengkoordinasi, mengarahkan, dan mengawasi proses pembangunan agar dapat menghasilkan manfaat yang sejalan dengan arah strategis organisasi. Dalam paparannya, ia menyoroti manfaat tata kelola (governance) yang baik, antara lain dengan adanya tekanan akuntabilitas pada pengambil keputusan untuk merespons kebutuhan masyarakat, mempertimbangkan kepentingan kelompok paling rentan dalam demokrasi perwakilan, serta bagaimana desentralisasi dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. 

“A well-informed society and organized civil society will significantly help in assessing the performance of public institutions,” ujar Prof. Andy.

Foto: dok. FISIP UIN Walisongo

Pada sesi berikutnya, Prof. Misbah Zulfa Elizabeth memaparkan hasil penelitiannya yang berfokus pada kiprah legislator perempuan senior. Meski begitu, ia secara kritis mengakui keterbatasan risetnya. 

“This study focuses primarily on senior female legislators who have already earned a degree of legitimacy and power, potentially excluding the voices of younger or marginalized women in politics,” ujar Prof. Elizabeth. 

Dirinya juga menambahkan bahwa data penelitian ini berasal dari satu wilayah atau tingkat kelembagaan saja, sehingga memiliki keterbatasan dalam generalisasi ke konteks nasional maupun setting sosiopolitik lain. Selain itu, Prof. Elizabeth merekomendasikan agar penelitian di masa depan dapat mengeksplorasi studi komparatif antara legislator perempuan senior dan junior, menelaah dinamika lintas partai dalam advokasi gender, serta bagaimana identitas interseksional seperti etnisitas, agama, atau kelas memengaruhi strategi perempuan dalam merumuskan agenda politik. 

“There is a need for studies that integrate citizens’ perceptions of women-led legislative agendas to understand how these subtle forms of influence are received beyond the halls of power,” tambahnya. 

Menurutnya, arah penelitian ini penting untuk mengkaji bagaimana kehadiran perempuan dalam politik dapat benar-benar bermakna dan berkelanjutan.

Secara keseluruhan, konferensi internasional ini berhasil menghadirkan beragam perspektif kritis dan solutif terkait demokrasi dan transformasi sosial dalam berbagai konteks, baik lokal maupun global. Paparan para narasumber tidak hanya membuka wawasan tentang tantangan yang dihadapi, seperti kemunduran kualitas demokrasi, kesenjangan gender dalam teknologi, serta lemahnya pemerataan keadilan sosial-ekonomi, tetapi juga menawarkan pemikiran strategis mengenai pentingnya tata kelola yang inklusif, pemberdayaan kelompok rentan, dan penguatan peran perempuan dalam politik. 

Dengan demikian, ICON-DEMOST kali ini diharapkan mampu menjadi kontribusi nyata bagi pengembangan ilmu pengetahuan serta mendorong lahirnya gagasan-gagasan progresif yang dapat diaplikasikan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih demokratis, adil, dan berkelanjutan.

Apa itu ICON-DEMOST? 

ICON-DEMOST merupakan forum ilmiah bertaraf internasional yang rutin diselenggarakan oleh FISIP UIN Walisongo setiap dua tahun sekali sebagai wadah pertukaran gagasan, hasil riset, dan kerja sama akademik lintas negara dalam bidang ilmu sosial dan politik. Melalui kegiatan ini, para peserta memperoleh wawasan baru, pengalaman akademik, serta ruang diskusi yang mendalam terkait demokrasi dan transformasi sosial yang tengah berkembang di era globalisasi. Kegiatan konferensi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu plenary session yang menghadirkan para pembicara utama (keynote speakers) lintes negara, dan parallel session. [*]

Keyword:


Editor :
Indri

riset-JSI