Kemenkes: Imunisasi Ganda Aman untuk Anak
Font: Ukuran: - +
DIALEKSIS.COM | Jakarta - Imunisasi dengan lebih dari satu jenis antigen vaksin yang disuntikkan dalam sekali kunjungan tidak menyebabkan kematian langsung pada anak. Pemberian imunisasi yang dikenal dengan istilah imunisasi ganda ini justru memberikan perlindungan ganda pada anak.
Merujuk rekomendasi Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), imunisasi ganda aman dan memberikan manfaat yang sangat baik karena pelayanan imunisasi akan menjadi efisien, yang mana seorang anak akan segera terlindungi dari beberapa Penyakit yang dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) dalam satu kali kunjungan.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI dr. Prima Yosephine, M.K.M menjelaskan, suntikan imunisasi ganda sudah diterapkan di lebih dari 160 negara, tidak hanya di Indonesia saja.
“Imunisasi ganda tidak menyebabkan kematian. Miliaran vaksin telah diberikan dengan cara imunisasi ganda di seluruh dunia,” jelas Prima dalam keterangan tertulisnya, Senin (1/7/2024).
“Lebih dari 160 negara memberikan minimal dua suntikan dalam satu sesi imunisasi dalam jadwal imunisasi rutinnya, termasuk Amerika Serikat, Jepang, Inggris, dan Kanada. Di Indonesia sendiri, di Provinsi Yogyakarta, imunisasi ganda di Provinsi Yogyakarta sudah diterapkan sejak tahun 2007," ujarnya.
Secara nasional, Indonesia telah memperkenalkan pemberian imunisasi ganda sejak tahun 2017, yaitu pada jadwal imunisasi DPT-HB-Hib-3 yang diberikan bersamaan dengan imunisasi polio suntik Inactivated Poliovirus Vaccine/IPV pada bayi usia 4 bulan.
Selain itu, jadwal imunisasi ganda juga ada pada imunisasi lanjutan, yakni pada pemberian imunisasi campak rubella-2 dan DPT-HB-Hib-4 yang diberikan pada anak usia 18 bulan.
Vaksin DPT-HB-HiB diberikan guna mencegah 6 penyakit, antara lain difteri, pertusis, tetanus, hepatitis B, serta pneumonia (radang paru) dan meningitis (radang selaput otak) yang disebabkan infeksi kuman Hib.
Adapun kasus kematian setelah pemberian imunisasi, menurut Prima, amat sangat jarang (extremely rare) terjadi. Apabila terjadi, maka semua kasus tersebut harus dilakukan investigasi dan kajian kausalitas (hubungan sebab akibat) secara detail dan menyeluruh.
“Sampai saat ini data menunjukkan, mayoritas kasus-kasus tersebut adalah kejadian koinsidental, Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), yang tidak disebabkan oleh vaksin maupun kesalahan prosedur,” pungkasnya.
Ketua Komisi Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, SpA(K), M.Trop.Paed juga menegaskan, imunisasi tidak dapat menyebabkan kematian dan direkomendasikan sejak tahun 2003.
“Hampir semua vaksin dapat diberikan secara ganda. Pemberian lebih dari 3 jenis antigen tidak akan menyebabkan kematian,” tegasnya.
“Kombinasi apapun secara umum tepat untuk dilakukan. Efek yang timbul umumnya ringan, berlangsung singkat dan sembuh dengan atau tanpa pengobatan," jelasnya.
Terkait efek imunisasi yang berkaitan dengan kematian, Prof. Hindra menyebut terdapat kondisi KIPI berat yang dinamakan syok anafilaktik. Reaksi anafilaktik akibat vaksinasi sangat jarang terjadi.
KIPI berat, yaitu menunjukkan gejala yang parah dan biasanya tidak berlangsung lama seperti kecacatan, syok anafilaktik dan alergi. Syok anafilaktik membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat.
“KIPI berat imunisasi adalah syok anafilaktik yang timbul 30 menit setelah imunisasi,” terangnya.
Prima menambahkan, syok anafilaktik setelah imunisasi sangat jarang terjadi.
“Kasus anafilaktik sangat jarang terjadi dan mayoritas dapat menyebabkan kematian segera setelah pemberian imunisasi, biasanya dalam 30 menit pertama. Namun, hal ini tetap harus dibuktikan melalui investigasi dan kajian kausalitas yang mendalam atau menyeluruh,” jelas Prof Hindra. [*]