Beranda / Berita / Nasional / Kemendikbudristek Tegaskan Skripsi Tidak Dihapus, Hanya Bukan Satu-satunya Syarat Lulus

Kemendikbudristek Tegaskan Skripsi Tidak Dihapus, Hanya Bukan Satu-satunya Syarat Lulus

Minggu, 03 September 2023 07:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Nizam. Foto: Ist


DIALEKSIS.COM | Nasional - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menekankan skripsi tidak dihapus, melainkan tidak menjadi jalan satu-satunya untuk lulus kuliah.

Sebagaimana Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi mengenai bentuk tugas akhir yang menjadi syarat kelulusan tidak harus skripsi.

“Jangan salah makna, yang diubah itu bentuknya yang bisa beragam, dan itu diserahkan pada masing-masing perguruan tinggi dan program studinya. Misalnya program studi tari, nanti bentuknya apakah satu skripsi atau satu karya tari, mana yang paling pas untuk mengukur bahwa seorang calon sarjana itu telah menguasai kompetensinya,” kata Plt Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Nizam, soal kabar skripsi dihapus, Jakarta, Jumat 1 September 2023.

Nizam menjelaskan aturan tersebut lebih menuntut aga sarjana memiliki kompetensi yang sesuai dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) level 6. 

KKNI merupakan level yang setara dengan jenjang Sarjana S1 meliputi kemampuan kerja, penguasaan pengetahuan, kemampuan manajerial, sikap dan tata nilai. Dari kompetensi tersebut, Nizam berharap para sarjana menggunakan internet dan teknologi untuk menyelesaikan suatu masalah secara prosedural.

“Itu diwujudkan dalam apa? Bisa skripsi, bisa proyek, capstone design project, bisa suatu prototype, bisa suatu case, suatu kasus. Contohnya ketua mahasiswa ekonomi yang mau menyelesaikan kasus seperti finansial di satu bank BPD. Itu lebih menarik dan menunjukkan kompetensi yang sesungguhnya dibandingkan dengan bentuknya skripsi,” ujar Nizam.

Lain halnya dengan vokasi, lanjut dia, seperti vokasi otomotif pada tahun pertama masih mempelajari bagian-bagian mesin. Kemudian, pada tahun kedua telah bisa membongkar mesin dan diberikan sertifikat. 

Pada tahun ketiga dia telah mampu memperbaiki bagian-bagian mesin yang rusak dan mendiagnosa bagian yang rusak. Tahun keempat dia mampu membongkar pasang mesin otomotif. Artinya, dengan diberikan sertifikat tersebut telah bisa dikatakan berkompeten. Oleh karena itu, Nizam menyebut tidak perlu lagi skripsi karena kompetensinya telah diukur.

“Bahkan boleh tidak ada tugas akhir. Jadi kita fokusnya pada kompetensi dan jangan sampai kemudian menjadi mekanistik ya. Kalau sekarang ini kan semuanya modelnya mekanistik. Contreng saja, kamu belum selesai skripsi, belum boleh lulus, padahal sudah sangat kompeten,” pungkas Nizam.

Aturan Baru

Sebelumnya, Mendikbudristek Nadiem Makarim memperkenalkan kebijakan baru terkait menyelesaikan skripsi bukan lagi menjadi syarat kelulusan untuk mahasiswa S1 dan D4.

Kebijakan tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.

Selain itu, dia juga mencabut persyaratan lulusan S2 dan S3 yang harus menerbitkan makalah di jurnal ilmiah terakreditasi atau jurnal ilmiah internasional.

Dia menegaskan bahwa lulusan S2 dan S3 tetap menyelesaikan tugas akhir speerti tesis atau proyek. Penilaian mengarah pada aspek teknis yang relevan dengan dunia kerja.

Nadiem meyakini dengan adanya kebijakan ini dapat menjadikan perguruan tinggi lebih banyak kewenangan dan merancang kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan industri dan mengukur kompetensi mahasiswa dengan cara yang relevan.

Diketahui, peraturan baru terkait skripsi ini telah diresmikan dalam perundangan pada 18 Agustus 2023. Menanggapi hal tersebut menjadi topik perbincangan di kalangan praktisi pendidikan dan mahasiswa. [liputan6]

Keyword:


Editor :
Redaksi

riset-JSI
Komentar Anda