kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Kasus Korupsi Garuda, KPK Panggil Para Mantan Petinggi Garuda Indonesia

Kasus Korupsi Garuda, KPK Panggil Para Mantan Petinggi Garuda Indonesia

Selasa, 10 Desember 2019 15:00 WIB

Font: Ukuran: - +

Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar (Foto : Kabar24.com)


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil para mantan petinggi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, pada Selasa (10/12/2019).

Mereka dipanggil terkait dengan kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat dari Airbus S.A.D dan Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).

Mereka adalah Direktur Komersial GIAA 2005-2012 Agus Priyanto; Direktur Strategi, Pengembangan Bisnis dan Manajemen Risiko 2002-2012 Achirina; dan Direktur Keuangan 2012-2014 Handrito Harjono.

Kemudian, Corporate Planning GIAA, VP Preasury Management 2005-2012 Albert Burhan; Mantan Executive EVP Service Arya Respati Suryono; Mantan Direktur Operasi Ari Sapari dan pensiunan pegawai GIAA Agus Wahjudo.

"Mereka dipanggil sebagai saksi untuk tersangka HDS [Hadinoto Soedigno]," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Selasa (9/12/2019).

Selain itu, KPK pun memanggil Ester Siahaan dengan kapasitasnya selaku mantan pegawai GIAA dan mantan Direktur Keuangan PT Gapura Angkasa. Penyidik juga memanggil Comercial Expert GIAA Ardy Protoni Doda.

Febri mengatakan bahwa para saksi yang dipanggil hari ini akan dimintai keterangannya untuk tersangka mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada GIAA Hadinoto Soedigno.

Tersangka Hadinoto dalam kasus ini belum ditahan penyidik KPK meskipun berkali-kali diperiksa penyidik. Terakhir, dia dipanggil penyidik pada 29 Oktober lalu. Saat itu, dia didalami soal pengadaan pesawat dan mesin pesawat serta perawatan mesin pesawat yang menjadi bagian dari kontruksi perkara ini.

Dalam kasus ini, Hadinoto diduga menerima suap dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo senilai US$2,3 juta dan 477.000 euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. 

Adapun mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk., Emirsyah Satar dan Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo akan segera menjalani persidangan menyusul tuntasnya penyidikan pada pekan lalu.

KPK juga mendeteksi dugaan keterlibatan pihak lain menyusul adanya aliran dana Rp100 miliar yang turut mengalir ke pejabat GIAA saat itu. 

Awalnya, KPK menemukan nilai aliran dana tersebut hanya senilai Rp20 miliar. Namun, sejalan dengan proses penyidikan ditemukan angka Rp100 miliar. 

"Setelah kami cek ada puluhan rekening, ketemulah totalnya kurang lebih dugaan aliran dana itu Rp100 miliar termasuk pada tersangka yang sudah ditetapkan saat ini, juga pada beberapa pejabat di PT Garuda Indonesia saat itu," tutur Febri beberapa waktu lalu.

Febri mengaku KPK akan mengembangkan dan mencermati perkara ini lebih lanjut sepanjang didapati bukti-bukti keterlibatan pihak lain.  

"Semua yang terkait pada pembuktian perkara ini akan kami uraikan mulai dari dakwaan," katanya.

Emirsyah dan Soetikno sebelumnya diumumkan sebagai tersangka pada medio 2017 silam. Butuh waktu dua tahun bagi penyidik untuk melakukan penahanan dan menuntaskan penyidikan terhadap keduanya.

KPK juga memiliki pekerjaan lain untuk menuntaskan penyidikan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno. Hadinoto, yang juga menjadi tersangka, belum ditahan KPK.

Sementara itu, Emirsyah diduga menerima suap 1,2 juta euro dan US$180.000 atau senilai total Rp20 miliar serta dalam bentuk barang senilai US$2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia. Dana itu berasal dari perusahaan manufaktur asal Inggris, Rolls-Royce.

Suap berkaitan dengan pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS selama periode 2005—2014 pada PT Garuda Indonesia, yang diduga diterima dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi sekaligus beneficial owner Connaught International Pte. Soetikno Soedarjo, selaku perantara suap. 

Dalam perkembangannya, KPK mengidentifikasi dugaan suap lainnya terkait pembelian pesawat Airbus, Avions de Transport Regional (ATR) dan pesawat Bombardier.

KPK sebelumnya menemukan fakta signifikan bahwa aliran dana yang diberikan tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, melainkan dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.

Emirsyah Satar saat menjabat direktur utama Garuda melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008 - 2013 dengan nilai miliaran dolar Amerika Serikat.

Kontrak itu yakni pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan Rolls-Royce, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S, dan kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR).

Selain itu, kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Selaku konsultan bisnis atau komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut.

Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.

Pembayaran komisi tersebut diduga terkait dengan keberhasilan Soetikno membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk., dan empat pabrikan tersebut.

Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah Satar serta pada mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada Garuda Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.

Soetikno diduga memberi Emirsyah Satar senilai Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, US$680.000 dan 1,02 juta euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah Satar di Singapura, dan Sin$1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah Satar di Singapura.

Sementara untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi US$2,3 juta dan 477.000 euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura.

Adapun rumah, apartemen dan rekening tersebut sejauh ini sudah disita KPK atas bantuan komisi antikorupsi Singapura, Corrupt Practices Investigation Bureau, dan Serious Fraud Office asal Inggris.(KB)

Keyword:


Editor :
Zulkarnaini

riset-JSI
Komentar Anda