DIALEKSIS.COM | Banda Aceh - Broto, seorang konten kreator yang dikenal vokal menyuarakan isu-isu sosial dan lingkungan melalui akun Instagramnya katabroto, ikut angkat bicara mengenai permasalahan di Pulau Mentawai, Sumatera Barat.
Kini, sorotan publik tertuju pada Pulau Sipora, salah satu permata Kepulauan Mentawai di Sumatera Barat, yang menyimpan keindahan laut, budaya, dan hutan adatnya yang kaya. Sayangnya, ancaman serupa membayang di pulau ini.
PT Sumber Permata Sipora (SPS), sebuah perusahaan yang mendapat izin resmi dari pemerintah pada 28 Maret 2023 lalu, disebut-sebut berencana membabat habis kawasan hutan seluas lebih dari 20 ribu hektare di Sipora.
Ia menyebut bahwa kerusakan alam di Indonesia bukan hanya terjadi di Raja Ampat atau Aceh, tetapi kini juga mengancam Mentawai.
“Gue pikir kerusakan alam itu hanya terjadi di Raja Ampat. Setelah kemarin Aceh hampir jadi korban. Dengan berat hati, sekarang gue harus bahas Sipora dari Mentawai. Kepulauan yang ada di Sumatera Barat. 20 ribu hektare hutannya terancam gundul,” ujar Broto dalam unggahan terbarunya yang dilansir media dialeksis.com, Sabtu (5/7/2025).
Dari total 20.706 hektare hutan yang hendak dieksploitasi, tercatat 14 ribu hektare di antaranya adalah hutan adat yang menaungi tujuh desa adat di Sipora.
Ketujuh desa ini sudah bulat menolak rencana penebangan besar-besaran oleh PT SPS. Namun penolakan itu tampaknya belum sepenuhnya mampu menghentikan kegiatan eksploitasi di lapangan.
Tidak hanya ancaman di masa depan, kerusakan ekologis sudah mulai terasa. Banjir dilaporkan terjadi di kawasan hutan yang tengah ditebang. Penduduk menyebut luapan air itu muncul akibat rusaknya daerah resapan.
Lebih dari sekadar lahan berhutan, Sipora adalah rumah bagi suku Mentawai yang memiliki kekayaan budaya luar biasa.
Suku yang terkenal dengan ritual meruncingkan gigi, dengan seni tato tua yang mendunia, serta kemampuan meramu obat tradisional dari tumbuhan hutan.
Hutan Sipora adalah sumber kehidupan, penyembuhan, dan spiritualitas mereka.
Pulau ini juga menjadi salah satu destinasi surfing terbaik di dunia, menyedot wisatawan mancanegara setiap tahunnya.
Gelombang laut Sipora sudah terkenal sejak dekade 1990-an, tetapi kehancuran ekologis bisa merusak tidak hanya budaya, namun juga ekonomi wisata masyarakat lokal.
“Kalian tahu? Suku yang sering meroncingkan giginya. Kalian tahu? Suku yang punya pulau terindah di dunia sebagai pusat surfing. Kalian tahu? Suku yang dikenal dengan sikirenya. Dan pengobatan yang berasal dari tumbuhan-tumbuhan alam yang berada di hutan. Dan hutan itu sekarang terancam gundul,” ungkap Broto. [nh]