kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Kader PDIP Yang Pernah Ikut TWK Akui Lebih Pilih Negara dari Agama

Kader PDIP Yang Pernah Ikut TWK Akui Lebih Pilih Negara dari Agama

Selasa, 08 Juni 2021 18:00 WIB

Font: Ukuran: - +


Sumber : Dok. cnnindonesia.com

DIALEKSIS.COM|Jakarta-Anggota Komisi II DPR Cornelis mengklaim tak ada masalah dalam proses tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN). Politikus PDI-P itu pun mengaku menjalani proses TWK saat mendaftarkan diri sebagai ASN beberapa tahun lalu. Cornelis juga mengaku ditanya sejumlah pertanyaan yang ada dalam TWK KPK.

"Ditanya mengenai radikalisme, '[antara] Pancasila, agama. 'Mana yang anda prioritaskan? Pilih salah satu'. Ya pilih negara lah karena kita sebagai penyelenggara," ujar Cornelis, dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menpan-RB Tjahjo Kumolo disiarkan kanal Youtube DPR RI, Selasa (8/6).

Dia menyebut semua pihak harus tunduk pada aturan negara, termasuk 75 pegawai KPK yang tak lulus TWK.

"Tidak bisa negara dalam negara. Kalau terjadi perpecahan seperti itu, bagaimana mungkin mencapai tujuan organisasi? Oleh karena itu, tindakan Bapak sangat tepat. Saya sekali lagi angkat topi dan hormat," kata dia, yang merupakan mantan Gubernur Kalimantan Barat itu.

Cornelis mengapresiasi keberanian Tjahjo Kumolo dan Kepala BKN Bima Haria Wibisana soal keputusan TWK KPK. Ia mendukung penuh keputusan pemerintah tersebut.

"Saya angkat topi, Pak, hormat bahwa bapak-bapak ini konsisten dan siap menghadapi goncangan angin ribut sekalipun," katanya.

Sebelumnya, KPK menggelar asesmen TWK dalam rangka alih status menjadi ASN. Sebanyak 75 orang dinyatakan tak lulus dalam tes tersebut. Ketua KPK Firli Bahuri kemudian menonaktifkan pegawai yang tak lulus TWK.

Setelah rapat dengan sejumlah lembaga, KPK memutuskan bahwa 51 dari 75 orang tersebut tak bisa bekerja lagi di KPK. Adapun 24 orang lainnya mendapat kesempatan untuk dibina dan ikut ujian ulang.

Sejumlah pihak pun mengkritisi jenis pertanyaan yang diberikan dalam TWK yang dianggap diskriminatif, SARA, hingga seksis. Misalnya, pemilihan antara Pancasila dan Alquran.

Guru Besar dari UIN Azyumardi Azra menyebut pertanyaan jenis tersebut melecehkan agama.

(dhf/fra)

Sumber : cnnindonesia.com

Keyword:


Editor :
Alfatur

riset-JSI
Komentar Anda