kip lhok
Beranda / Berita / Nasional / Ini Tiga Terobosan Merdeka Belajar Episode 6 Kemendikbud

Ini Tiga Terobosan Merdeka Belajar Episode 6 Kemendikbud

Rabu, 04 November 2020 23:30 WIB

Font: Ukuran: - +

Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim. [Dok. Tempo]


DIALEKSIS.COM | Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan terdapat tiga terobosan dalam kebijakan Merdeka Belajar episode keenam.

"Kebijakan ini mencakup tiga terobosan yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan tinggi Indonesia, yaitu insentif berdasarkan capaian Indikator Kinerja Utama (untuk PTN), dana penyeimbang atau matching fund untuk kerja sama dengan mitra (untuk PTN dan PTS), serta Program Kompetisi Kampus Merdeka atau competitive fund (untuk PTN dan PTS)," ujar Nadiem dalam peluncuran kebijakan tersebut di Jakarta, Selasa (3/11/2020).

Kebijakan pertama pada Merdeka Belajar episode keenam merupakan pertama kalinya insentif kinerja akan disediakan bagi PTN yang didasarkan kepada capaian delapan Indikator Kinerja Utama (IKU).

"Untuk pertama kalinya, tambahan pendanaan PTN akan dihitung berdasarkan capaian delapan IKU," tambah Mendikbud.

PTN yang berhasil meningkatkan IKU atau mencapai target akan diberikan bonus pendanaan. Sebelumnya, perguruan tinggi hanya mendapatkan dana alokasi dasar dan dana afirmasi, khusus bagi perguruan tinggi yang tertinggal.

"Selain alokasi dasar meningkat Rp800 miliar, tahun depan pendanaan pendidikan tinggi akan ditambah insentif yang berdasarkan capaian IKU. Kemendikbud menyediakan bonus Rp500 miliar bagi PTN yang berhasil meningkatkan capaian IKU terbanyak dan mencapai target yang ditetapkan Kemendikbud,” kata menteri.

Terdapat delapan IKU yang menjadi landasan transformasi pendidikan tinggi, yakni lulusan mendapat pekerjaan yang layak dengan upah di atas upah minimum regional, menjadi wirausaha, atau melanjutkan studi.

Mahasiswa mendapatkan pengalaman di luar kampus melalui magang, proyek desa, mengajar, riset, berwirausaha, serta pertukaran pelajar. Dosen berkegiatan di luar kampus dengan mencari pengalaman industri atau berkegiatan di kampus lain, praktisi mengajar di dalam kampus atau merekrut dosen yang berpengalaman di industri.

Kemudian hasil kerja dosen (hasil riset dan pengabdian masyarakat) dapat digunakan masyarakat dan mendapatkan rekognisi internasional, program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia baik itu dalam kurikulum, magang, maupun penyerapan lulusan, kelas yang kolaboratif dan partisipatif melalui evaluasi berbasis proyek atau metode studi kasus.

Selanjutnya, program studi berstandar internasional dengan akreditasi atau sertifikasi tingkat internasional.

Mendikbud mengatakan, IKU akan digunakan untuk mendorong kualitas PTN dan PTS melalui beberapa cara, di antaranya memberikan alokasi insentif biaya operasional atau bantuan pendanaan bagi PTN dengan capaian IKU yang baik; menfasilitasi dana penyeimbang kontribusi mitra (matching fund) bagi PTN dan PTS; memilih program kompetisi Kampus Merdeka bagi PTN dan PTS (competitive fund); serta memantau kualitas PTS oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti).

Kebijakan kedua adalah Dana Penyeimbang Kontribusi Mitra (matching fund). Matching fund itu berarti dukungan dana dari mitra yang telah dipilih oleh perguruan tinggi, akan disamakan dengan jumlah yang diberikan Kemendikbud dengan perbandingan 1:1 atau sampai dengan 1:3 untuk pendanaan yang terkait isu sosial dan prioritas nasional.

Kemendikbud telah menyediakan platform kedaireka.id bagi perguruan tinggi dan mitra sehingga calon mitra dan perguruan tinggi secara bebas dapat mencari dan memilih mitra yang paling tepat. Calon mitra dapat mengajukan proposal permasalahan yang harus dipecahkan, dan perguruan tinggi dapat mengajukan solusi yang akan dikaji.

Untuk mendapatkan matching fund dari Kemendikbud, mitra dan perguruan tinggi dapat mengajukan proposal secara bersama-sama. Mitra dan perguruan tinggi harus dapat meyakinkan bahwa proyek akan diljalankan punya potensi besar meningkatkan delapan IKU Perguruan Tinggi dan memecahkan masalah mitra maupun masyarakat.

Melalui matching fund, kerjasama perguruan tinggi dan mitra dapat memastikan pembelajaran tetap relevan, pengetahuan dosen selalu diperbaharui, dan mahasiswa lebih siap menjajaki dunia kerja. Total matching fund yang tersedia adalah Rp250 miliar.

“Kalau ada universitas yang membangun infrastruktur untuk 5G dan bermitra dengan operator telekomunikasi atau BUMN, ini bisa menjadi matching fund atau ada universitas berinovasi dalam bidang biodiesel untuk mempertahankan kemandirian energi Indonesia, ini juga bisa menjadi salah satu strategi. Atau penelitian pengolahan limbah sawit untuk pakan ternak oleh suatu yayasan sosial bersama perguruan tinggi bidang agrikultur. Dana yang diberikan oleh mitra, akan disamakan oleh Kemendikbud,” terang Mendikbud.

Kebijakan ketiga, adalah Program Kompetisi Kampus Merdeka atau competitive fund. Dana kompetisi sebesar Rp500 miliar dapat digunakan untuk mewujudkan aspirasi masing-masing perguruan tinggi dan mendorong potensi capaian delapan IKU.

"Ini adalah kesempatan baik bagi para civitas akademika mulai dari dosen, ketua prodi, dekan, hingga rektor yang punya ide dan terobosan untuk mengukir warisan baik di kampus. Ini saatnya civitas akademika memikirkan apa perubahan yang ingin dikedepankan di kampus? Apa spesialisasinya? Di sinilah competitive fund berperan. Bahwa proposal-proposal akan masuk dan mewujudkan misi spesialisasi perguruan tinggi dan mendorong delapan IKU,” tutur Mendikbud.

Pemenang competitive fund akan dipilih berdasarkan dampak program dalam diferensiasi misi Perguruan Tinggi itu dan dalam meningkatkan capaian delapan IKU.

Mendikbud memberikan beberapa contoh program yang dapat menerima competitive fund, seperti program magang satu semester di perusahaan top dunia dengan pembimbing profesional, atau inovasi penurunan emisi karbon di perkotaan yang merupakan hasil penelitian perguruan tinggi. Bisa juga misalnya prodi kesehatan berkolaborasi dengan universitas top dunia yang melibatkan mahasiswa S2 dan S3. (Antara)

Keyword:


Editor :
Sara Masroni

riset-JSI
Komentar Anda